Kaivan

379 44 3
                                    

***

"Maafkan kami, Rini hilang karena kami begitu ceroboh membiarkannya sendiri," sesal Leo pada pak Andra.

"Bagaimana ini, Rini hilang ... Riniku," nyonya Amira terus menangis, dia tidak rela lagi kehilangan anaknya. Kejadian enam tahun lalu kembali teringat.

"Tante, tenang jangan panik," ujar Salsa berusaha menenangkan nyonya Amira.

"Bagaimana jika kejadian itu terulang lagi? Tidak aku tidak mau, sayang cepat cari Rini, cepat!" pinta nyonya Amira semakin histeris.

"Leo, lacak keberadaan Rini, kalian semua berusahalah!" perintah Pak Andra tegas. Dia membawa istrinya ke bangku untuk istirahat.

Segera semua anak buah dari 5 keluarga besar turun tangan untuk mencari Rini.

Sementara itu di gudang tua agak jauh dari kota, berdiri dengan angkuh seorang gadis menatap galak pada lima pria di hadapannya yang telah babak belur.

"Jadi, bagaimana kalian bisa masuk ke pesta itu? Dan kenapa menculik gue?" tanya Rini galak dengan mata melotot.

Sebelumnya, Rini keluar dari toilet namun kepalanya dipukul dan dia pingsan, saat sadar dia telah dikepung oleh lima pria dan dibawa ke tempat kumuh ini. Tentu saja dia tidak tinggal diam, dan inilah sekarang situasinya.

"K-kami bisa masuk karena menyogok para satpam, dan kami menculikmu atas perintah orang lain," jawab pria berkepala botak takut. Wajahnya bengkak di sana-sini.

"Jadi begitu, terus kenapa kalian juga menculik anak-anak itu, sialan?!" geram Rini menunjuk anak-anak seusianya di sudut gudang, mereka semua terlihat lusuh, dan  tubuh  begitu ringkih, jumlah mereka sekitar enam orang.

"Ini pekerjaan kami ... tentu saja t-tugas kami menculik orang," jawab pria gondrong pelan.

"Hey, kalian yang di sana, kemari," panggil Rini pada anak-anak yang ketakutan itu. Dengan tergopoh-gopoh mereka semua datang ke arahnya.

"T-tolong jangan pukul kami, nona," mohon seorang cowok yang sepertinya paling tua diantara mereka, cowok itu mungkin seusia Rini.

"Siapa namamu?" tanya Rini lembut, berusaha bersikap sopan agar mereka tidak takut padanya.

"Aku tidak punya nama nona."

"Kenapa bisa? Bukankah semua orang punya nama?" tanya Rini heran.

"Kami semua berasal dari panti asuhan, dan kami sudah sering dijual sebagai budak ... dan tentunya kami tidak pernah diberi nama," jawab cowok itu pelan, dia hampir menangis.

"Hey, ini sudah zaman modern! Memangnya masih ada budak? Kalian berlima benar-benar!" geram Rini menatap nyalang pada lima pria di depannya. Dengan emosi yang membuncah, Rini kembali menghajar mereka.

"Baiklah, kau akan kuberi nama ... mau?" tanya Rini pada cowok di hadapannya.

"B-boleh, nona," jawab cowok itu dengan wajah menunduk, Rini mengulurkan tangannya untuk mengangkat wajah cowok itu untuk menatapnya.

"Sebelum itu, jika kalian kubebaskan dari sini, kamu mau jadi tangan kananku?" tanya Rini disertai senyuman, menatap dalam pada mata cowok dihadapannya.

"I-iya, asal kami bisa hidup nona," jawab cowok itu lalu memalingkan wajahnya, dia takut terjerat pesona mata biru milik gadis dihadapannya.

"Baiklah, karena kamu sudah setuju ... kau akan kuberi nama Kaivan, karena kamu tampan dan untuk nama belakang Alden. Kaivan Alden, itu namamu," ujar Rini semangat.

"Terima kasih nona, nama yang sangat indah," ujar Kaivan tersenyum manis, dia tetap tampan walau kumal.

"Baiklah, kalian semua akan kusekolahkan, dan Kaivan kau akan satu seolah denganku, sebagai tangan kanan," ujar Rini .

Si Cewek GesrekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang