Back For You

2 2 0
                                    

"Itu dia rumahnya, be quick Tiago!" Blaide langsung bergegas turun dari Tiago sesaat dia sampai di rumah hutan. Ia langsung mendobrak pintu dan mencari kedua gadis itu, "Nancy Uisa !! where are you guys? aku Blaide, anak dari Uncle Sord, aku datang untuk bantu kalian"

Uisa dan Nancy mendengar itu, tetapi mereka tidak menghiraukannya, sebab mereka belum yakin, siapakah yang dapat mereka percaya? "I brought a horse, namanya Tiago, Om Farma suru aku datangin kalian dan suru bawa kalian ke Tia Maria," lanjut Blaide untuk meyakinkan mereka bahwa ia benar-benar bermaksud baik. Mendengar itu Uisa langsung percaya, menarik Nancy turun dari atap kayu, sebab mereka menyembunyikan diri di situ. "Nama kamu Blaide kan? aku Uisa ini Nancy," tanya Uisa.

"AH Uisa, uncle Farma suru aku..."
"Nggak usah banyak ngomong ayok!" Uisa menyela Blaide
"Wait, uncle Farma juga suru aku kasi ini ke Nancy," Blaide memberikan sabit itu ke Nancy.

Nancy merasa pusing sedikit, tapi dia menahannya, dan mereka lekas pergi dari rumah itu, melewati hutan, mengikuti petunjuk dari Nancy, sebab Nancy kenal hutan melebihi semua penduduk desa. Tetapi selama di perjalanan, mereka melihat cahaya dari belakang, cahaya api, dan benar, penjahat bermata satu itu mengejar mereka dengan bola api yang bersiap menyerang mereka. Tiago semakin berlari dengan cepat, dan ketiga anak muda itu pun hanya bisa berpegangan teguh pada Blaide. Blaide duduk mengendarai Tiago, dengan Uisa di tengah, dan Nancy di paling belakang, dengan sabit di punggungnya.

Nancy semakin merasa pusing, pusingnya sedikit tidak tertolong, tetapi dia tetap bisa duduk dengan baik. Mereka terguncang karena Tiago berlari begitu kencang melewati hutan, dan itu membuat Nancy semakin pusing."

**********

"Nancy... Nancy..." suara lembut memanggil namaku, suara itu sangat hangat seperti pelukan seorang ibu, aku seperti tidak berada di atas Tiago, semuanya terasa begitu ringan, tubuhku serasa seperti melayang, perasaan apa ini? begitu lembut.

Langit berwarna biru pastel, awan putih begitu lembut, aku bersama keluargaku sekarang aku tidak mengenal wajah mereka, tetapi aku tau itu mereka, ayah, ibu, dan adik kecil kandungku.

"Nancy jangan bersedih, sebab ayah, ibu, dan Nero akan terus menjagamu," kata ayahku, aku tidak bisa melihat wujud mereka, tetapi aku tau itu mereka, aku tau dengan jelas siapa mereka. Aku mengeluarkan air mata, dan menyekanya, "Nancy, bawa terus sabit ini bersamamu, sebagai senjatamu, dan bukan sebagai jimat, karena bukan benda ini yang akan menyelamatkanmu dari semua masalahmu di depan, harus kamu sendiri yang menghadapi semua masalahmu. Sekarang bangunlah dan lindungi semua temanmu" seketika itu juga aku terbangun, aku mendengar suara Uisa memanggil namaku dengan air matanya, "Nancy!! cepatlah bangun !! air matanya terus mengalir mengenai pipiku, dan saat aku tersadar orang itu sudah ada di belakangku dan akan mengambil bajuku. Tetapi secercah cahaya biru keluar dari sabitku, cahayanya begitu bersinar, sehingga hutan malam ini terlihat seperti senja. Orang itu pun terjatuh karena cahayanya begitu besar dan menyilaukan matanya, dan saat itu pun aku tersadar, aku harus melindungi Uisa dan Blaide, aku seakan bergerak sendiri, bukan dengan keinginanku, aku loncat dari Tiago dan turun, memegang sabitku dan menahan serangan api yang mengarah ke arah kami, Blaide ingin berhenti dan menungguku, tetapi aku suruh dia untuk melanjutkan perjalanannya.

Bola api menyerang, aku bergerak dan menahan dengan sabitku, tulisan keluar dari sabit, tulisan yang belum pernah aku lihat, tetapi buat apa menghiraukan itu? lebih baik aku terus menyerang. Bola api terus dilemparkan ke arah kami dan aku menangkis semua itu, sampai pada saat dia sudah mulai menyerangku dengan serangan jarak dekat, di situ aku menggerakkan sabitku seperti menggerakkan kapak ayah, aku memukulnya sangat kencang, dan saat itu juga, aku tersadar aku telah menyerang orang lain, hal yang belum pernah kulakukan, tangan orang itu patah terkena sabitku, aku tersadar dan berlari mengejar Tiago, aku merasa begitu takut, tetapi aku terus berlari, seakan semua itu tidak pernah terjadi. Aku terus berlari, dan mendengar hentakan kaki yang begitu kencang, saat aku menengok ke belakang, seekor serigala besar menghampiriku, aku hanya bisa berlari dengan ketakutan, berharap aku tidak akan dimakan. Serigala itu menarik bajuku, dan melemparku ke atas badannya, dia membawaku lari keluar dari hutan, mengejar Tiago, Uisa, dan Blaide.

**********

"NANCY GIMANA BLAIDDEEE ???!!! KITA HARUS BALIK, DIA ITU YANG DIKEJAR SAMA PENJAHAT-PENJAHAT ITU !!!"
"HOW SHOULD I KNOW? DIA BILANG KITA PERGI AJA!"

Uisa memukul kepala Blaide dari belakang, tetapi Blaide tetap membawa mereka semua keluar dari hutan.

"Kita harus masuk lagi dan jemput Nancy"
"Tapi... gimana kalau..."
"Nggak, Nancy nggak mungkin mati" Uisa menyela Blaide
"tadi aku mau bilang, gimana kalau aku aja yang masuk, I feel guilty" jawab Blaide dengan nada yang merendah.
"hmmm.... nggak mungkin juga kan aku biarin kamu jemput sahabatku, ingat dia sahabatku, bukan kamu, kita belom kenal kamu walaupun kamu anak dari sahabat papaku."

"SEMUANYA AYOK LARI CEPAT," Nancy tiba-tiba keluar dari hutan menyuruh mereka untuk lanjut lari, Blaide dan Uisa hanya bisa membuka mulut dan heran bagaimana Nancy dapat mengendarai seekor serigala dan membawa cahaya biru dipunggungnya, sementara Uisa hanya membawa obor yang setengah mati di tangannya. Uisa dan Blaide pun tanpa berpikir panjang, langsung menaiki Tiago, dan mengejar Nancy, serigala itu tidak secepat Tiago, dan karena itu, mereka dapat mengejar Nancy...

"Nancy... kok kamu bisa?" teriak Uisa dari sebelah
"Nggak tau, jangan tanya, kita lari dulu" teriak Nancy membalas Uisa.

"Ketimbang begitu, lebih baik kamu mikir sekarang kita harus kemana dasar cewek berisik", kata Blaide kesal dengan Uisa.
'HAHH CEWE BERISIK KATAMU? NI BERISIK NIH"
"Ui, stop, biarin dia bawa Tiago dengan tenang dan tuntun jalannya"
"JADI KAMU DUKUNG COWO INI NAN?"
"Ui fokus"
"cih, ya udah, ini karna kamu yang minta, kita harus lewatin gunung itu, dan turun ke lembah satunya, di situlah Cidad de Vida, kota kehidupan, tapi jangan ekspektasi namanya mencerminkan keadaan kota itu yah."

Dan Uisa, Nancy, dan Blaide melakukan perjalanan itu, sambil menahan kantuk mereka.

**********

"Tanganku kau hilangkan, selanjutnya, garis keturunanmu yang akanku hilangkan, wahai necromancer terakhir" kata pria bermata satu itu.

Things We Won't UnderstandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang