22 - Peduli Amet

452 109 11
                                    

Willa berjalan cepat menuju perpustakaan yang berada di ujung gedung. Tak jauh dari kelasnya, hanya berjarak tiga kelas saja. Perpustakaan luas itu memang sudah menjadi tempat pelarian Willa ketika suasana kelas mulai ramai, cukup mengganggunya untuk lanjut membaca.

Baru saja mau melangkah masuk, Willa dikejutkan dengan kehadiran seseorang yang mau melangkah keluar. Keduanya hampir saja bertabrakan jika tidak gesit menghentikan langkah.

"Lo ngapain di sini?" tanya Willa, sedikit panik menemukan Wilson berdiri tepat di hadapannya.

"Lo tumben dateng lambat ke perpus." Wilson mengabaikan pertanyaan Willa, tak perlu dijawab. Seseorang ke perpustakaan, lalu balik dengan membawa buku di tangan sudah menjadi jawaban jelas.

Ungkapan Wilson barusan mengambil alih pikiran Willa. Tumben datang lambat? Itu berarti Wilson sedang menunggu Willa datang sedari tadi. Gadis dengan pita biru malam di kuciran rambutnya itu mulai gede rasa.

Tiba-tiba Wilson berdeham, menyadarkan gadis di depannya. "Jangan kebanyakan ngelamun. Haluin siapa lagi kali ini?"

Willa mengerjapkan mata. "Yang pasti bukan lo," tandasnya sambil melangkah masuk ke perpustakaan dan duduk di meja tengah.

Wilson hanya mampu menatap kepergian Willa. Sikap gadis itu makin hari makin berubah. Dia makin menjauhi Wilson, makin kaku, dan semakin malas bertatapan ketika diajak berbicara.

Wilson yang khawatir pun kembali ke perpustakaan dan duduk di sebelah Willa. "Lo kenapa, sih, Will?"

"Hah? Kenapa apanya?" tanya Willa balik dengan nada bicara yang sedikit ditinggikan. Kurang tidur membuat emosinya menjadi susah dikontrol.

"Fix, kurang tidur." Wilson menebak, tepat. "Tidur jam berapa lo semalem?"

"Emang penting buat lo?"

"Ya," jawab Wilson yakin, "penting." Dia memberi jeda saat menatap mata sayu Willa. "Lo lelah banget keliatannya."

"Peduli amet."

"Ya seharusnya lo nggak heran lagi. Emang pernah gue bersikap nggak peduli ke lo?" Pertanyaan Wilson itu telak mengenai ulu hati Willa.

Willa terdiam. Kelihatannya saja di luar diam, padahal sangat ramai. Jika tubuh seseorang diibaratkan sebagai kota kesibukan, maka kota milik Willa sekarang sedang kebakaran, orang-orang di dalamnya berlari tak tentu arah sambil berteriak hingga saling bertabrakan.

"Willa!" panggil Wilson lagi, lebih tegas. Willa kebanyakan melamun. "Jangan kebanyakan melamun."

"Lo tiba-tiba begini karena apa, sih, Wil?" Willa akhirnya bersuara. "Lo tiba-tiba nyamperin gue di kelas, temenin baca di perpus, sekarang ngikut juga duduk di perpus. Kan, nggak biasanya. Padahal dulu, lo biasa aja, malah nggak peduli. Lo nggak pernah nyamperin."

"Keliatan diem sama biasa aja bukan berarti nggak peduli Willa."

"Ah, masa?"

"Iya. Lo sendiri yang nggak peka sama keadaan."

Willa manggut-manggut. "Baguslah, kirain lo bakal bikin gue nyesel nolak lo. Makanya sekarang jadi sok-sokan deketin di sekolah."

"Loh, justru kebalik." Wilson tertawa kecil. "Gue deketin lo ya biar gue dapet kesempatan lagi, elah." Sedetik kemudian, dia baru tersadar bahwa omongannya tadi asal ceplos saja.

Aduh Wilson! Willa berteriak di dalam hati. Apa yang harus dia jawab kali ini?

"Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh. Pengumuman kepada seluruh kandidat calon ketua dan wakil ketua OSIS, dimohon untuk berkumpul di ruang OSIS sekarang juga. Terima kasih, Wassalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh."

Mendengar pengumuman itu dari speaker sekolah, Wilson kontan menunduk dalam dan terdiam sebentar.

Seketika Willa mereka mengingat apa yang baru diucapkan Wilson tempo hari di debat OSIS.

"Jika saya melanggar aturan, maka saya siap turun dari jabatan saya."

"Gue, pergi dulu." Wilson cepat-cepat merapikan tumpukan buku yang dia pinjam di perpustakaan dan meninggalkan Willa sendirian.

"Cinta terhalang restu OSIS ini namanya," gumam Willa. "Eh lupa, kan, udah gue tolak."

"Aduh, tapi percuma juga dong udah nolak kalau dua-duanya masih saling ngarep." Willa mengacak poninya yang panjang menyentuh pipi.

=Because I'm Fake Nerd!=

Because I'm a Fake Nerd! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang