Asahi menatap sedih gadisnya yang terbaring lemah di tempat tidur sambil sesekali menyentuh kening gadis itu, mengecek apakah suhu tubuh gadisnya naik atau turun. Wajah gadis itu merah dan nafasnya tak beraturan. Rasa sakit dikepalanya terkadang mengganggu tidurnya yang tidak terlalu lelap. Sekali lagi Asahi menghela nafas berat, mengutuk dirinya sendiri karena dirinyalah penyebab gadis itu jatuh sakit.
"Kenapa kau harus memaksakan diri sampai jatuh sakit seperti ini?" Kata Asahi pelan sembari membelai rambut gadisnya.
"Maaf... seharusnya aku tak terlalu memikirkan perkataan teman-temanku... maaf.." Lanjut Asahi dengan suara yang sedikit bergetar lalu menggenggam tangan mungil gadisnya.
Genggaman tangan besar Asahi membangunkan gadis tersebut dari tidurnya yang memang tidak terlalu lelap. Dilihatnya Asahi menundukkan kepala disebelahnya, menyalahkan dirinya sendiri, padahal gadis itu tak pernah berpikir kalau ini semua adalah salah Asahi. Gadis itu memaksakan semua tugas dan pekerjaannya harus selesai sebelum akhir pekan padahal dia sangat mengetahui tubuh kecilnya mudah sekali jatuh sakit karena kelelahan. Gadis itu bisa saja memberi tahu Asahi kalau dia tidak akan sempat menyelesaikan semuanya sebelum akhir pekan, Asahi-nya pasti akan mengerti, Asahi-nya tidak akan pernah marah untuk urusan seperti itu. Tapi alih-alih memberi tahu Asahi, dia malah memaksakan semuanya, mencoba menuruti keinginan Asahi, ingin memghabiskan waktu berdua diluar rumah tapi malah membuat dirinya sendiri jatuh sakit, ditambah lagi sekarang Asahi menyalahkan dirinya sendiri. Seperti sudah jatuh malah tertimpa tangga.
"Asahi" panggil gadis itu dengan suara serak, sedangkan sang pemilik nama langsung mempertemukan mata mereka, panik.
"Hey.. jekyll.. kau butuh sesuatu? Ada yang sakit? Atau aku mengganggu istirahatmu? Katakan padaku kau butuh apa? Apa yang harus kulakukan?" Jawab Asahi panik sambil menatap gadisnya dengan sedih.
"Aku tak butuh apapun... aku baik-baik saja.. tanganmu hangat, aku menyukainya" Jawab gadis itu lalu mencoba menunjukkan seulas senyum untuk mengurangi kekhawatiran kekasihnya.
"Aku akan selalu berada disini. Kau tak perlu khawatir" Timpal Asahi, kali ini mencoba memaksakan seulas senyum juga untuk gadisnya.
"Maafkan aku... seharusnya aku tak memaksamu untuk berkencan akhir minggu ini. Seharusnya aku tau kau melakukan banyak hal. Maafkan aku" lanjut Asahi, meminta maaf sembari membelai pelan surai hitam kekasihnya.
"Hei.... kau tak memaksaku. Aku tak pernah merasa dipaksa olehmu. Ini salahku, seharusnya aku tahu batas tubuhku dan tak memaksakan semua pekerjaan itu. Jangan salahkan dirimu sendiri" Jawab gadis itu sembari membelai pelan tangan Asahi yang berada digenggamannya.
"Aku hanya ingin menghabiskan waktu bersamamu diluar rumah, kau tahu... seperti dulu.. saat kita masih berada di Miyagi. Kita bisa bermain seharian sampai-sampai ibumu marah-marah karena kau mengajak anak gadis orang pergi main seharian" lanjut gadis itu lalu tertawa kecil saat memori-memori tersebut terputar diotaknya. Sembari berharap leluconnya akan membuat kekasihnya sedikit tenang dan berhenti menyalahkan dirinya sendiri.
Asahi hanya tersenyum mendengarkan ocehan gadisnya, tawa kecil gadis itu sedikit membuatnya lega. Gadisnya masih bisa tersenyum dan bercerita saat kondisinya seperti itu, Asahi menyimpulkan kalau gadisnya masih sedikit baik-baik saja. Gadis kesayangannya itu tidak akan punya tenaga untuk sekedar tersenyum saat kondisinya benar-benar buruk.
"Aku ingin mengakui dosaku." Kata Asahi kemudian, menghela nafas berat lalu menatap gadisnya yang kini mengerutkan dahi mendengar ucapannya.
"Teman-temanku di kampus sempat berkata kalau seorang gadis pasti akan meminta berkencan kepada kekasihnya. Kau tahu... seperti ingin memberi tahu dunia kalau dia memiliki kekasih. Dan... kau jarang sekali... hampir tidak pernah mengajakku berkencan semenjak kita resmi bersama. Itu sedikit membuatku khawatir... tentu saja hanya aku dan pikiran negatifku... seharusnya aku tak pernah meragukan kalau kau mencintaiku" lanjut Asahi, menatap tangannya yang digenggam sigadis, tak mempunyai keberanian untuk menatap mata gadisnya.
Sementara gadisnya mencoba menahan tawa mendengar alasan sang kekasih mengajaknya berkcencan. Tapi tentu saja percobaan itu tak bertahan lama, gadis itu membiarkan tawanya keluar sampai membuat tenggorokannya yang kering terasa nyeri.
"Jekyll. Jangan tertawa.... aku tahu aku bodoh...hmm.. " kata-kata Asahi terhenti saat gadisnya menempelkan bibirnya ke bibir Asahi. Nafas gadis itu terasa panas diwajah Asahi. Tapi tak ada alasan bagi Asahi untuk menolak ciuman itu, masa bodoh baginya jika dirinya tertular nanti.
Asahi memejamkan matanya dan mulai membalas ciuman gadis itu, melepaskan tangannya dari genggaman sigadis lalu membelai pelan pipi gadisnya, memperdalam ciumannya. Ciuman itu lembut dan tidak terburu-buru, baik Asahi maupun gadisnya bisa merasakan cinta yang tertuang begitu banyak, seperti menghapus setiap keraguan yang menyelimuti Asahi.
Gadis itu melepaskan bibirnya dari Asahi saat dirasanya mulai kehabisan nafas. Dengan cepat Asahi menahan kepala gadisnya lalu membantunya untuk kembali ke posisi tidurnya. Gadis itu kembali tersenyum sedikit mengejek saat dilihatnya wajah Asahu memerah karena ciuman singkat tersebut.
"Kau jadi seperti aku sekarang, banyak bicara" Kata gadis itu, meraih tangan Asahi dan menggenggamnya lagi, lalu mencoba mencari posisi tidur yang nyaman, kepalanya berdenyut cepat karena tiba-tiba bangun dari tidur.
"Bukan begitu... aku hanya mencoba menjelaskan kebodohanku yang membuatmu jatuh sakit seperti ini" timpal Asahi, masih merasa malu.
"Azumane Asahi-san, kau tahu kan kekasihmu ini seorang social butterfly? Kau juga tahu kalau aku cukup aktif di social media?" Tanya gadis itu, masih dengan senyum yang terpatri dibibir mungilnya sementara Asahi hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, tidak tahu kemana arah pembicaan kali ini.
"Semua orang yang berinteraksi denganku disocial media itu tahu kalau aku punya kekasih yang bernama Azumane Asahi. Semua orang yang aku temui saat sedang bersamamu itu tahu kalau lelaki yang berdiri disampingku waktu itu adalah kekasihku. Bahkan sejak sebelum kita bersama" kata gadis itu lalu tertawa kecil mengingat semua memori itu, saat saat dimana dia self-claim sebagai kekasih seorang Azumane Asahi.
"Aku sempat akan menjelaskan kalau kau bukan kekasihku, tapi kemudian aku berpikir kalau... aku akan menikahimu apapun yang terjadi di masa depan. Jadi aku hanya membiarkan semuanya. Satu lagi... saar Karasuno berhasil lolos ke Nasional, orang-orang yang kukenal di club bola voli juga memberi selamat kepadaku, mereka berkata ace Karasuno sangat keren saat melawan Shiratorizawa." Lanjut sigadis, menatap Asahi dengan lembut sementara yang ditatap hanya bisa diam menahan agar air matanya tidak mengucur deras. Sambil sesekali tetap mengutuk dirinya sendiri karena khawatir soal hal yang seharusnya tidak perlu dia khawatirkan sama sekali. Gadis itu mencintainya.. dengan sangat..... walaupun orang lain tahu atau tidak, itu tak lagi penting.
KAMU SEDANG MEMBACA
What are we?
FanfictionKetika seorang ace dari Karasuno Volleyball club, Azumane Asahi, mempunyai seorang teman sejak kecil, terlalu dekat untuk dianggap sebagai teman, dan terlalu jauh untuk dianggap sebagai kekasih. Jadi.. hubungan seperti apa yang mereka punya? Disclai...