Bunyi langkah sepatu heels menggema di koridor sebuah gedung perkantoran. Seorang wanita terlihat mengenakan dress ketat yang memperlihatkan lekuk tubuhnya. Rambut ikal hitam legam sebahu bergerak tiap kali dia mengambil langkah. Sebuah kalung identitas melingkar di lehernya. Nama Diana Quinessa tercetak pada kalung identitas tersebut. Bibir dengan lipstick berwarna merah tersungging ke atas, membalas sapa para kaum adam yang tersenyum salah tingkah ke arahnya. Di tengah itu semua, tatapan risih juga dia dapatkan. Terutama dari kaum hawa.
Tentu saja, mereka hanya bisa menatap iri dan risih pada Diana. Hal itu terjadi karena posisi tambahan yang diletakkan pada pundaknya. Posisi tambahan inilah yang menyebabkan dirinya jadi terlihat superior dibandingkan karyawan dengan jabatan yang sama. Wanita itu tersenyum semakin lebar ketika mengingat sosok yang telah memberinya kesempatan melebarkan sayapnya.
Langkah kaki wanita itu berhenti tepat di depan sebuah pintu ruangan. Dia merapikan rambut di pundaknya. Dengan wajah percaya diri, tangan kanannya terangkat lalu mengetuk pintu itu. Tak lama, suara yang mempersilakannya masuk terdengar. Senyumnya merekah begitu melihat sosok yang dia rindukan sedang duduk di belakang meja ruangan tersebut. Dia menutup pintu di belakangnya lalu mendekat ke arah laki-laki itu.
Saat melihat jemari yang sedang memegang pena sambil menulis di atas kertas, wanita itu menggigit bibir bawahnya. Bahkan dia masih mengingat bagaimana jemari itu membelai dan membuat dia merasakan rasa nikmat semalaman penuh. Semua itu baru terjadi tadi malam!
"Selamat pagi pak Pram," sapa Diana, berbasa-basi. Dia ingin agar perhatian laki-laki itu tertuju padanya saat ini, bukannya tertuju pada tumpukan kertas dokumen di atas meja. Setelah semenit berlalu, Pram meletakkan pena lalu mendongak dan menatapnya.
"Duduklah," ujar Pram Setiabudi sambil menyunggingkan senyum.
Diana mendudukkan dirinya di kursi depan meja Pram. Dia menatap penuh damba ke arah pria itu. Senyum lebar masih melekat pada wajahnya. Pram pernah berkata bahwa senyumnya adalah salah satu hal yang dia sukai. Oleh sebab itu, Diana ingin menampilkan senyum terbaiknya tiap kali berhadapan dengan Pram. Lagipula, siapa yang tidak ingin terlihat cantik di depan pria yang dicintai?
"Kamu sudah menyelesaikan semuanya dengan baik," ucap Pram memulai. "Tentu aku harus memberikan sesuatu sebagai hadiah, bukan?"
Kata 'hadiah' membuat kedua mata Diana berbinar. Raut wajahnya terlihat gembira sementara dia memikirkan sesuatu yang akan dia minta dari Pram sebagai hadiah. Laki-laki itu pasti memberikan apapun yang dia minta. Sebenarnya permintaan Diana hanya satu, yaitu bisa tinggal bersama Pram. Dia tahu Pram memiliki sebuah apartemen miliknya sendiri. Walau dia hanya memakai apartemen itu untuk saat-saat tertentu saja karena dia masih tinggal di rumah orang tuanya.
Tujuan Diana supaya dia diizinkan tinggal di sana sehingga ketika Pram pulang, sosoknya akan selalu ada untuk menyambutnya. Keinginannya hanya sesederhana itu. Tetapi, dia tahu Pram bukan pria yang mudah. Walau mereka sudah beberapa kali membagi kehangatan ranjang bersama, Pram seolah masih memasang tembok yang masih belum bisa dia tembus. Diana tahu, dia harus berusaha memikat hati laki-laki itu lebih lagi sampai Pram menyadari bahwa dia tak bisa menjalani hidup tanpa Diana.
"Mau nggak makan malam sama aku?" tanya Diana. Sudah lama semenjak terakhir mereka makan malam bersama. Biasanya Pram memang tidak pernah mengajaknya makan bersama. Dia lebih suka mengajak langsung ke hotel. Jujur, karena hal itulah mereka jarang mengobrol dan tukar pikiran. Pengetahuan Diana mengenai Pram bisa dibilang hanya sekadar kontak fisik saja. Selain itu... dia belum terlalu mengenal Pram.
Pram terlihat berpikir sejenak sebelum menganggukkan kepalanya. "Oke, nanti kamu saja yang pilih tempatnya," jawab Pram. Senyum masih bertengger di wajahnya. Tatapannya memancarkan kelembutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Behind Marriage (Completed)
RomanceBagi Sam, Hanah adalah alat yang ia perlukan untuk membuat kakek memilihnya menjadi penerus bisnis keluarga. "Buktikan pada kakek bahwa kamu bisa membentuk sebuah keluarga. Dengan begitu, kakek akan membuat kamu menjadi penerus satu-satunya bisnis k...