Kini, Olivia berencana di atas ranjang selama seharian ini. Sebab, ia bingung hendak melakukan kegiatan apa. Sembari rebahan, Olivia menyumpal kedua indera pendengarannya dengan hedset. Lagu No Lie dari Sean Paul ft. Dua Lipa merubah suasana sepinya rumah menjadi berwarna pagi ini. Saking serunya, kepala gadis itu ikut bergerak mengikuti alunan musik.
Feel your eyes, they're all over me
Don't be shy, take control of me
Get the vibe, it's gonna be lit tonight
(Gyal we never miss, gyal never miss) No lie
Hypnotized, pull another one
It's alright, I know what you want
Get the vibe, it's gonna be lit tonight
(Gyal we never miss, gyal never miss) No lieNamun, perlahan musik itu mereda dikarenakan adanya panggilan telepon dari Oliver. Sontak, dahinya mengernyit. Heran saja. Untuk apa Oliver meneleponnya? Tapi, ah sudahlah. Yang terpenting, ia menerima telepon itu agar rasa kekepoan yang bergejolak dalam hati dan pikiran.
"Halo, Ngab," sapa lelaki itu dari seberang.
Mendengar itu, Olivia melebarkan pupil matanya. Suara Oliver terdengar lebih berat daripada ketika mereka bertemu langsung. Keep calm, Olivia. Detik itu juga, ia mengerjapkan mata dan merubah posisi-dari tengkurap-menjadi rebahan, memandangi plafon kamar. "Halo, Pian. Napa?"
"Ikut, gak?" tanya Oliver balik sembari memerhatikan sekitar, di mana sudah banyak para anggota OSIS berkumpul dengan ratusan nasi kotak beserta beberapa kardus minuman teh dalam kemasan yang siap dimasukkan sekaligus ditata rapi di dalam beberapa mobil yang dibawa oleh mereka.
Olivia mengerutkan dahi. "Ha? Ikut? Ikut ke mana?"
"Bagiin nasi sama minuman ke anak-anak jalanan. Soalnya, kekurangan anak di sini. Ada ceweknya juga, kok." Oliver menjelaskan sembari melipat bibir merah mudanya dan memasukkan tangan ke dalam saku celana jeansnya. "Gimana?"
"Tapi ... Aku belom mandi, lho," jawab Olivia memandangi jam dinding yang menunjukkan pukul sembilan. "Cukup gak waktunya?"
"Ikut gak?"
Haduh, nih anak malah tanya balik. Tapi, ya, udahlah. Itung-itung nambah pahala.
"Mauuu. Bentar, mandi dulu."
"Iya. Cepetan. Kalo udah, ngomong, biar aku omw. Ini mau berangkat soalnya," terang Oliver menatap sepasang sepatu sendalnya.
"Iya."
Sambungan telepon terputus oleh kedua belah pihak. Olivia membuang napas panjangnya. Melempar handphone ke sembarang arah dan bergegas beranjak dari ranjang. Mengambil pakaian di lemari lalu memasuki kamar mandi, membersihkan badannya secepat mungkin. Meski rasanya mustahil.
Pian, kenapa harus dadakan, sih?! Huaaa.
***
Oliver memasukkan handphone ke dalam slin bag berwarna hijau toscanya. Merasa bahunya ditepuk, ia menoleh ke belakang. Ternyata Welda dengan sebuah kardus minuman teh kemasan di atas telapak tangannya. Laki-laki itu mengerutkan dahi, bermaksud menanyakan arti tepukan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Days With You [TERBIT]
Teen FictionINSPIRED BY A TRUE STORY "Napa, sih, kamu suka bikin gemes?" tanya Oliver mencubit pipi Olivia yang terlihat lebih tirus dari sebelumnya. "Cubit aja terosss, sampe molor," komentar Olivia mendengus kesal usai pipi terlepas dari cubitan Oliver lalu m...