Halo, readers-ku yang manis nan budiman.
Jangan lupa tinggalkan jejak di vote and comment yaa. Thanks :))
Garis-garis cahaya matahari perlahan memudar meninggalkan celah-celah daun lebar pohon jati. Waktu di layar digital mobil Ali menunjukkan pukul 6pm.
"Ra, bagaimana jika kita berhenti dulu. Dua belas jam sudah menyetir mobil ini. Tanganku pegal."
Aku tersenyum dan mengangguk.
"Kau tidak takut kan kita berdiam di dalam hutan begini?"
"Awalnya takut. Tapi setelah dua belas jam di sini aku merasa mulai terbiasa. Toh, ada kau di sini. Aku tidak sendirian bukan?" Kataku sambil tersenyum pada Ali.
Ali yang tadi berbicara sambil menghadapku kini memalingkan wajahnya. Lihatlah. Wajahnya memerah. Imut sekali.
"Aku lapar, Ra."
Oke ini Ali banget. Aku segera mengambil makanan sarapan kami yang seharusnya dipamerkan Ali kepada Mama pagi ini.
Karena kami tidak membawa piring, akhirnya aku memberikan sekotak penuh kepada Ali.
"Tanganku pegal, Ra. Aku malas makan sendiri."
Aku mendengus sebal. Paham betul apa maksud Ali. Baiklah, aku suapi si bayi besar ini.
Ali nyengir lebar. "Terimakasih Tuan Putri."
Entah berapa kilo daging yang Ali masak. Kami sudah cukup kenyang dengan hanya memakan setengah dari seluruh rendang itu.
"Masih pegal?" Tanyaku sambil menyentuh lengan Ali.
Ali mengangguk. Wajahnya memelas. Bukannya kasihan malah pengen aku tonjok itu wajah yang sama kusutnya dengan rambutnya.
Padahal tadi pagi dia sudah dandan rapi karena mau bertemu "calon mertua"nya. Malang sekali nasib berkata lain. Kita harus terlempar di hutan antah berantah ini.
Tanganku yang masih ada di lengan Ali kini mengeluarkan cahaya hangat, melemaskan kembali otot-ototnya yang kaku. Cukup lima menit, tangan Ali sudah pulih kembali.
"Terimakasih, Ra. Kita lanjut, atau bermalam di sini?" Tanya Ali.
"Apakah map di mobilmu ini masih belum menunjukkan tanda-tanda ada pemukiman?"
Yap. Mobil canggih Ali ini sudah ditambahkan fitur map yang mampu memberikan citra suatuu lokasi mirip seperti aslinya. Sebenarnya saat di klan Bumi, map ini sama halnya dengan map lainnya yang memindai lokasi dari pancaran satelit. Sayangnya, mobil ini tidak mampu membaca gambaran dari satelit sejak kami terlempar di hutan ini. Sejak pagi tadi Ali sudah menerbangkan drone sebesar biji salak yang mampu menembus ketinggian pohon jati dan dedaunannya yang super lebar.
Sebelum menjawab pertanyaanku, Ali mengutak atik map di layar mobilnya.
"Dua ratus lima puluh kilometer lagi akan ada pemukiman, Ra. Jika kita sedikit lebih cepat dari kecepatan kita tadi, sekitar pukul sembilan kita sudah sampai di pemukiman itu."
"Baik. Kita lanjutkan saja perjalanan ini, Ali."
"As you wish, Princess."
***
Dua jam berlalu. Lagi-lagi kami terperangkap dalam sunyi. Tidak ada satupun kata terucap di antara kami. Ali fokus mengemudi. Aku fokus menatap layar mobil. Pemukiman itu tinggal beberapa kilometer lagi.
Jarak antar pohon jati di sekitar kami semakin lama semakin renggang hingga habis tak tersisa lagi.
Aku menarik napas lega.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raib & Ali (URSA MAJOR)
FanficAku, si Gadis yang Bisa Menghilang bersahabat dengan si Petarung Klan Matahari dan si Genius yang bisa berubah menjadi beruang raksasa yang kini tak mampu berubah menjadi beruang lagi. Tak ada yang menyangka, setelah menaklukkan Lumpu, justru ada pe...