Chapter 6

43 15 14
                                    

"Saudara itu sedekat tangan dan kaki."

Bismillahirrahmanirrahim ✨

Chapter 6

🕊️

Harusnya, untuk hari ini Rafka belum boleh berangkat ke sekolah dulu. Mengingat kakinya yang belum sembuh total. Tapi Rafka tetaplah Rafka. Sekeras apapun Alan melarang Rafka berangkat sekolah, Rafka selalu ada jawaban yang masuk akal.

"Yah, semua orang tua, tu pengin anaknya sukses. Ayah nggak pengin Rafka sukses, ya? Makanya Ayah ngelarang Rafka berangkat sekolah?" kata Rafka saat Alan melarangnya untuk ke sekolah terlebih dahulu.

"Bukannya nggak pengin kamu sukses, orang tua mana si yang nggak pengin ngeliat anaknya berhasil? Tapi, liat kondisi kamu sekarang Rafka, apa iya, dengan kaki kamu yang seperti ini kamu masih mau sekolah? Setidaknya izin dulu, dua sampai tiga hari," jawab Alan.

"Tapi Rafka bosan di rumah, Yah, Rafka pengin ketemu sama temen-temen, pengin kumpul sama mereka," ucap Rafka.

Alan berdecak kesal, anaknya ini sama seperti dirinya. Keras kepala.

"Ya sudah, terserah kamu aja, tapi nanti pas di sekolah kamu jangan banyak jalan, di kelas aja," jawab Alan.

Rafka mengangguk, "iya."

"Kamu pake motor sendiri?" tanya Riyana.

"Iya, emang bunda mau nganterin Rafka ke sekolah?" jawab Rafka.

Riyana menggeleng, "mending kamu di antar Arya aja, Raf, ntar juga Arya yang jemput kamu, sekalian pulang bareng," usul Riyana.

"Nah, boleh juga, tuh, Arya juga nggak keberatan kalo di suruh ngantar jemput Mas Rafka, asal duit bensin di lebihin," jawab Arya setuju.

Rafka berdecak kesal, ia nggak mau di antar jemput sama Arya. "Nggak usah, Nda, Rafka berangkat sendiri aja, nggak bakal kenapa-napa juga, kok."

"Lu gengsi, ya, Mas, di antar jemput sama gue?" tanya Arya yang sialnya tepat pada sasaran.

Rafka menggeleng, "ngapain gengsi? Emang lo mau telat masuk sekolah gara-gara nganter gue dulu? Jarak SMP ke SMK jauh, loh," jawab Rafka mengelak.

"Ya makanya, berangkat sekarang. Mau gue bantu jalan?" tawar Arya.

"Tumben, baik." batin Rafka.

"Ga usah gue bisa jalan sendiri," Rafka beralih mencium tangan ayah dan bundanya, "Rafka pamit berangkat sekolah dulu, assalamualaikum."

Melihat Rafka yang seperti itu, Arya mengikuti apa yang Rafka lakukan, mencium tangan kedua orangtuanya, berpamitan.

"Arya juga, assalamualaikum."

"Waalaikumussalam," jawab Riyana dan Alan barengan, "hati-hati di jalan, jangan ngebut," pesan Alan.

"Siap, Yah," setelah itu Arya menyusul Rafka ke garasi.

"Nggak nyangka, anak-anak kita udah gede aja, Ya, Mas," ucap Riyana memandang kepergian anak-anaknya.

"Iyalah, masa mau bayi terus, atau kamu mau bikin bayi lagi?" tawar Alan menggoda.

Riyana mencubit gemas perut Alan, "inget umur, Mas..."

"Aduh, sakit, Yang," Alan melepaskan tangan istrinya pada perutnya, "lagian kenapa, sih? Banyak tuh temen kerja aku yang masih punya bayi."

"Itu 'kan temen kamu bukan kamu," jawab Riyana sembari membereskan piring dan gelas kotor.

Rafka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang