15. Kembali Dekat

17 12 4
                                    

[Alka ... aku di depan.]

Satu pesan dari Kay menyentak Alka. Pagi-pagi sekali lelaki itu sudah berada di kosnya. Padahal, niat Alka untuk menghindar dari Kay sementara waktu sudah berjalan mulus. Saat kegiatan mengaji di Masjid An-Nur pun, Alka sudah bilang bahwa ia tidak bisa berangkat bareng atau dengan menunjukkan alasan lain yang menyebabkan keduanya tidak bisa bertemu.

"Ada Kay di depan, Yuk. Temuin sana! 'Kan teman kelas Ayuk itu," ucap Alka santai.

"Iya, teman kelasku. Cuma nggak yakin sih kalau aku yang mau ditemui," timpal Isna dengan raut meledek.

"Nekat bener! Baru pukul setengah 6 ini. Padahal, mulai kelasnya 'kan masih satu jam lagi," lanjut Isna setelah melihat penunjuk waktu yang tertempel di dinding kamar.

Sekarang adalah hari Sabtu. Di tempat kursusnya, memang ada jadwal khusus yaitu Weekly Meeting. Setiap grup berjumlah sekitar tiga puluh orang yang diambil dari beberapa kelas. Kegiatannya memang seru. Rundown acaranya seperti acara formal. Ada yang membaca ayat suci Al Qur'an, ada yang bertugas sebagai pembawa acara, dan juga yang paling ditunggu adalah pidato. Namun, acaranya wajib full English meski harus diskusi atau membuka obrolan ringan dengan teman sebelahnya.

"Mbak Alka! Dicari temannya," ucap Ibu Kos dengan lembut.

"Nggih, Bu," jawab Alka ogah-ogahan.

Dengan langkah malas, akhirnya Alka menemui Kay yang sudah duduk di teras rumah pemilik kos. Lelaki itu masih fokus pada ponsel yang ia pegang sambil bersandar di tiang yang berada di samping tanaman hias tropis, yaitu Philo atau biasa disebut Monstera.

"Udah lama?" tanya Alka basa-basi. Lalu, ia memilih untuk duduk di dekat jendela, yang tidak jauh dari Kay.

"Baru aja kok." Kay menimpali.

Lelaki itu memaksakan senyumnya. Namun, Alka masih enggan membalas dengan senyum serupa.

"Kok udah rapi?" tanya Alka setelah melihat sekilas penampilan Kay.

Saat ini, Kay memakai kemeja koko lengan panjang berwarna coklat muda, ada motif samar di sana. Lelaki itu memadukannya dengan celana dasar berwarna hitam. Kombinasi yang sungguh menawan menurut Alka.

Alka beralih pada tatanan rambut Kay yang sedikit berantakan, agak bergelombang dan sudah lumayan panjang di bagian depan.

"Tumben rambutnya nggak diurus?" Alka ingin menanyakan hal tersebut, tetapi malu. Ia tidak ingin dianggap terlalu berlebihan karena memang itu bukan urusannya.

"Kita berangkat bareng, ya!" Bukannya menjawab pertanyaan Alka, Kay malah mengajukan tanya.

Alka heran dengan sikap tak terduga lelaki yang sedang menatapnya. Ia sampai ingin menimpuk kepala Kay dengan Bunga Calathea yang berada di sisi kanannya, kalau bisa sekaligus dengan pot juga. Alka ingin menyadarkan lelaki itu agar tidak berlaku semena-mena. Terutama, terhadap hatinya. Sebab, efeknya tidak baik. Selain usahanya untuk mengubur harapan gagal, hatinya akan lebih susah dikendalikan. Apalagi, diperlakukan seperti sekarang. Diberi tatapan penuh perhatian dan juga senyum penuh pesona adalah kelemahan Alka.

"Kamu duluan aja! Aku belum siap. Bakalan lama kayaknya," timpal Alka yang ditanggapi Kay dengan ekspresi santai.

"It's ok. Aku juga nggak buru-buru," sahut Kay lembut disertai dengan nada yang seolah Alka tidak memiliki pilihan lain selain mengikutinya.

Akhirnya, Alka pun luluh. Ia tidak bisa menolak ajakan yang jelas-jelas ia rindu setengah mati meski kadar bencinya juga belum sepenuhnya hilang dari hati.

IKHTARA (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang