VIII. The End Of Everything

336 27 0
                                    

Isla benci keheningan namun untuk saat ini ia lebih memilih bungkam ketimbang berbicara dan merusak suasana. Sepertinya, Mingi memikirkan hal yang sama. Hari ini, Mingi mengantar Isla pulang. Tidak ada Wooyoung maupun bodyguard, Mingi memilih untuk mengendarai mobilnya sendiri yang berarti ingin menghabiskan waktu dengan Isla lebih lama.

Tapi sampai detik ini, tidak ada pembicaraan yang tercipta selama diperjalanan. Hanya suara radio yang memutar Top Hits by Calvin Harris selama kurang lebih satu jam ke depan. Isla tidak tahu harus bicara apa. Mingi sudah terluka dan ia tidak ingin mengungkitnya lagi dengan ucapannya.

Lagu Blame yang dinyanyikan oleh John Newman featuring Calvin Harris terputar dan Isla ingin menghantam radio itu dengan tinjunya. Kenapa liriknya relate sekali dengan hubungan mereka berdua? Isla sedikit menyalahkan diri sendiri karena tetap meminta untuk pulang setelah mendengar cerita Mingi semalam. Ia tak tahu diri, setidaknya itu yang Isla pikirkan ketika melihat wajah sinis Wooyoung di beranda pagi tadi.

"Kau sudah menghubungi Yuqi?"

Thank God, Mingi mengajak bicara duluan.

"S-Sudah." Sial kenapa Isla mendadak gagap. "Ia sudah berada di dalam apartemenku."

"Kau memberitahu password apartemenmu pada Yuqi?"

''Dia sahabatku."

Mingi mendengus kecil, "Sahabat juga bisa berkhianat."

"Apakah yang kau maksud adalah San?"

Tuh kan, Isla mengungkitnya lagi.

"Ya." Terdengar suara tangan Mingi yang menarik rem tangan. Ternyata mereka sudah sampai. Mingi sempat memandangi gedung apartemen Isla selama beberapa detik sebelum beralih pada gadis itu. "Sudah sampai dengan selamat."

Hati Isla sakit mendengarnya jadi ia beringsut untuk memeluk Mingi, mencengkram belakang jaket lelaki itu dengan kuat.

Jangan menangis, Isla. Kau yang meminta untuk pulang. Walau otaknya berkata begitu, Isla tetap menangis tanpa suara. Mingi tahu, terasa dari bahu Isla yang bergetar dan Mingi mengusapnya, balik merengkuhnya karena sesungguhnya ia tak ingin melepas Isla. Jemari Mingi yang panjang mengusap rambut Isla dengan lembut, ia berbisik dengan pelan. Isla tersenyum sebagai balasan.

Selang beberapa detik, Isla melepas pelukannya. Ia cepat-cepat memperbaiki raut wajah secerah mungkin dan menyunggingkan senyum.

"Thanks for everything, Mingi."

Mingi tersenyum, "Goodbye, Isla."

Rasanya berat ketika Isla melangkahkan kakinya keluar dari mobil itu, seperti ada borgol dengan rantai besi di sekelilingnya. Tapi pada akhirnya, Isla berdiri di tepi jalan, melambai singkat pada mobil Mingi yang melaju meninggalkan dirinya. Spontan, ingatan Isla mengulang kembali memorinya bersama Mingi. Isla masih bisa merasakan bibir Mingi yang mengecup dahinya ketika mereka selesai bercinta, Mingi yang tersedak di dapur, dan Mingi yang terisak di samping tempat tidur Minjeong. Serta Mingi yang berbisik di telinganya dua menit lalu dan berkata 'I am nothing without you.'

Barulah Isla terisak dengan bebas, ia berjongkok sambil memegangi dadanya yang terasa nyeri. Tak peduli Isla masih berada di pinggir jalan, tak peduli beberapa anak kecil menatapnya aneh, karena Isla tidak tahu harus bagaimana sekarang.

Isla memang meminta untuk pulang, tapi lebih dari itu ia tidak ingin berurusan dengan Mingi lagi. Isla memilih untuk mencari aman. Tapi ternyata sulit karena ia sudah jatuh cinta pada pria itu dan ketika Mingi berkata selamat tinggal bukannya sampai jumpa lagi, Isla tahu mereka sudah tidak punya kesempatan untuk kembali bersama.

Seharusnya perpisahan menjadi hal mudah jika keduanya tidak melibatkan perasaan terhadap satu sama lain.

*****

Yuqi menyambut Isla di ruang tamu, ia membuka kedua tangannya lebar-lebar dan memeluk sahabatnya yang masih bercucuran air mata itu.

"Aku minta maaf karena menghilang darimu." Bisik Isla, membenamkan kepalanya pada pundak Yuqi.

"Tidak apa-apa, istirahatlah lebih dulu. Kau bisa bercerita nanti."

Pada akhirnya, Isla menolak untuk tidur dan Yuqi menghidangkan dua gelas espresso serta keripik kentang. Isla bergelung dalam balutan sweater kebesaran bertuliskan NASA yang ia beli saat H&M mengadakan diskon besar-besaran dua bulan lalu. Yuqi ingin mendengar cerita Isla secara rinci, namun sahabatnya itu butuh waktu sampai ia benar-benar siap. Yuqi tahu Isla mengalami hari yang berat ketika ia menghilang.

"Aku tidak tahu harus memulai dari mana." Isla mendesah kecewa. "Sebelumnya aku minta maaf karena tidak bisa menceritakan secara lengkap padamu, karena aku telah berjanji untuk menjaga rahasia."

"Tidak apa-apa, aku siap mendengarkan."

"Aku menghilang bukan tanpa alasan, itu semua terjadi karena aku melihat sesuatu yang seharusnya tidak kulihat saat membuang sampah. Lalu aku dibawa pergi dan 'mereka' meminta informasi dariku." Isla berhenti sejenak untuk mengambil napas, "Kemudian aku bertemu dengannya--"

"Mingi?"

Isla terbelalak, "Bagaimana kau tahu?"

"Yukhei yang memberitahuku."

Tidak heran.

"Ya, Mingi membawaku dan ia menahanku selama beberapa hari. Tapi ia tidak menyakitiku, ia hanya menyuruh asistennya untuk menanyakan beberapa hal terkait kejadian malam itu."

Yuqi yakin cerita itu belum selesai, terlihat jelas dari wajah sahabatnya yang terlihat menutupi sesuatu, tak lepas dari pipinya yang memerah samar. Seperti mengingat-ingat momen bahagianya bersama Mingi. Yuqi tidak ingin berspekulasi, jika Isla siap ia pasti akan bercerita tanpa diminta.

"Baiklah." Yuqi mengusap singkat lengan Isla, "Aku lega jika kau baik-baik saja. Tapi kau harus tahu, berurusan dengan Mingi berarti kau harus siap dengan segala resikonya. Ia pemilik Red Dragon sekaligus bukan orang sembarangan."

Isla mengangguk, yang Yuqi katakan adalah fakta. Karena Mingi sendiri bilang bahwa bar dan perusahaan hanyalah sebagai kedok, pekerjaan utamanya jauh lebih mengerikan.

"Terima kasih."

Yuqi tersenyum, "Kau ingin masuk kerja besok?"

"Tentu, aku berhutang banyak pada Yukhei."

"Ia teman dekat Mingi, kau tidak perlu khawatir."

"Tetap saja aku merepotkannya." Isla memicingkan mata ketika melihat pipi Yuqi memerah, "Sesuatu telah terjadi."

"Apa?"

"Antara kau dan Yukhei."

"Kami berpacaran, itu yang ingin kau dengar kan?"

"Serius?!"

Yuqi mengangguk dengan wajah konyolnya, "Belum terlalu lama, sejak kau menghilang aku menjadi lebih sensitif dan berkali-kali menyalahkan Yeosang. Tapi Yukhei datang dan menenangkanku, ia bilang bahwa kau baik-baik saja bersama Mingi. Awalnya aku skeptis tetapi karena ia terus mendampingiku, akhirnya kami..."

"Bercinta?"

"Tidak bodoh! Hanya ciuman, itu saja kok!"

Isla cemberut, "Padahal aku berharap kalian mendapatkan private time selama aku pergi."

"Yoon Isla, apa yang Mingi lakukan padamu sehingga kau berubah menjadi mesum seperti ini?"

Isla memalingkan wajah, enggan menjawab pertanyaan Yuqi dan memilih untuk menyeruput espressonya. Mendadak pikirannya melayang ketika ia tunduk pada Mingi yang mendominasinya di ranjang, menyentuh setiap jengkal tubuhnya sambil membisikkan kata-kata manis. Isla gila hanya karena mengingat Mingi mencumbunya.

Sahabatnya itu menangkap jelas raut wajah Isla yang tersipu. Yuqi tersenyum miring dan ia mengambil satu kesimpulan, ternyata Isla menikmati waktu bersamanya dengan Mingi.

*****

To be continued...

THE VICIOUS ONE // Song Mingi ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang