Take a Rest

356 41 8
                                    

.

.

.

Point of View : Sasuke
.

.

.
..Happy Reading..
.
.
.

Aku mendudukkan diriku pada sofa ruang tengah setelah berhasil menyambungkan kabel televisi dengan VCD dan memasukkan kaset yang berisi kumpulan video lama, sembari menunggu Sakura menyelesaikan pekerjaan rumah.

Hari ini rencananya kami akan menonton film bersama, menikmati waktu istirahatku yang sangat jarang sekali kudapatkan. Sayang, Sarada lebih memilih untuk pergi keluar dan membiarkan Sakura memonopoliku seharian ini. Padahal aku ingin sesekali bisa berkumpul bersama keluarga kecilku.

Aku pun menghela nafas pasrah, dan lebih memilih untuk fokus menonton video yang kini sudah mulai terputar.

"Sarada, ayo senyum!"

Suara lembut dari balik kamera mengalun perlahan, wanita itu terus membujuk anak perempuannya yang masih berusia sekitar tiga tahun supaya mau tersenyum.

Gadis kecil itu terisak, menggelengkan kepalanya kuat-kuat untuk menolak permintaan mamanya. "S-sarada tidak mau, mama.."

"Ayolah Sarada, video ini untuk papa. Berikan papa senyummu yang manis." Wanita itu masih berusaha, dengan sabar ia mencoba memberikan beberapa boneka kesukaan gadis kecil itu. Tapi percuma, yang diinginkannya bukanlah sebuah boneka. Benda lembut itu tidak akan bisa membuatnya tersenyum, apalagi tertawa.

"Bibi Sakura hentikan! Sarada bilang dia tidak mau!" Rekaman video itu terputus, sesaat setelah tangan kecil milik seseorang menutupi lensa kamera.

Aku menghela nafas dengan berat. Meskipun video perayaan ulang tahun Sarada dan Boruto yang ke tiga sudah berulang kali ku putar setiap kali aku pulang kerumah. Tapi tetap saja, melihat bagian ini membuat perasaanku sedikit tidak enak.

Sakura memang tidak pernah memberitahuku secara terbuka mengenai sikap Sarada saat sedang merindukanku. Entah karena wanita itu terlalu sibuk, atau Sarada yang tidak mau memperlihatkannya. Hanya saja, sebuah pesan suara yang dikirim oleh bocah kecil itu membuatku tahu banyak hal mengenai putriku.

Boruto sesekali mengirimiku pesan singkat lewat alat khusus milik Naruto yang bisa digunakan untuk berkomunikasi denganku. Bocah kecil itu selalu memintaku untuk pulang, kadang kala dia juga mengancamku dengan berbagai imajinasinya yang sangat aktif. Aku hanya bisa mendengus geli saat mendengarnya.

Dan salah satu yang paling ku ingat adalah pesan darinya setelah acara perayaan ulang tahun mereka. Saat itu, Boruto berkata seperti ini,

"Paman pulang lah, aku lelah mendengar Sarada menangis. Dia bisa saja menghabiskan air matanya, kau tidak kasihan? Kalau kau memang tidak akan pernah pulang, boleh Sarada untukku saja? Lagipula dia lebih senang berada dirumahku karena ada aku dan ayahku."

Sebelumnya aku tidak pernah memiliki niat untuk menanggapi ocehan bocah kecil seperti Boruto. Bagiku informasi yang diberikan oleh Sakura sudah lebih dari cukup. Namun entah apa yang merasuki diriku, karena pesan itu adalah satu-satunya yang mendapatkan balasan langsung dariku. Aku ingat betul bagimana caraku membalas kata-katanya dengan nada dingin yang menusuk, "ku bunuh kau kalau berani mengambil putriku."

Setelahnya aku tidak pernah lagi mendapatkan pesan singkat yang menceritakan tentang keseharian putriku di taman kanak-kanak. Jujur saja, aku sedikit menyesal. Saat itu aku pikir Boruto pasti merasa sangat takut padaku, tapi yang terjadi justru sebaliknya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 03, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Can I get you?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang