°4.6

133 30 18
                                    

Sudahkah vote dan comment?

Sudahkah vote dan comment?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.ೃ࿐

Mengintip kecil dari tirai kamarnya, Naya meringis gugup ketika menemukan punggung tegap yang dilapisi jaket denim itu berdiri di depan rumahnya. Ini padahal udah biasa dia lakukan selama hampir satu tahun belakangan ini, meski kadang bolong-bolong karena ada beberapa halangan dan konflik yang berdatangan pada keduanya.

"Duh, gimana ya? Turun jangan? Atau gue bilang aja gue gak jadi sekolah, terus tunggu dia pergi abis itu nebeng sama Jisung? Eh si Jisung masih ngebo atau enggak ya?" racau Naya, meremas tali tasnya semakin cemas.

Naya mengambil handphone dari saku kemejanya, melihat angka yang tertera di sana. Jam 06.23, bisa telat dia. Bonusnya, Sunghoon juga bisa ikut telat karena menunggu Naya yang begonya cuman bisa ngeluh dan meringis di kamarnya karena gugup untuk kembali ke rutinitas awal mereka.

Pergi ke sekolah bersama. Sederhana, namun bisa membuat Naya kerap kali beser ketika membayangkan sebuah momen di mana akan ada rasa canggung dan kikuk yang mengelilingi dan meyelimuti mereka karena masalah lalu.

Naya menghembuskan napas, "oke, gue gak bisa begini terus. Nanti Sunghoon ikut telat gimana coba. Oke oke, turun," dumel Naya, dia mulai melangkah dengan keyakinan dadakannya yang dia bentuk secara tiba-tiba dan terpaksa menuju pintu. Saat udah meraih kenop pintu, Naya kembali diam. "Atau jangan?"

Lagi-lagi, Naya berdecak. Begini nih risiko jadi orang labil. Milih turun atau nggak aja susah banget kayak lagi milih PTN mau di ITB atau UGM. Ginian mah tinggal cap cip cup juga jadi padahal, Naya aja yang terlalu takut.

"Bunda udah pergi kan ya?" gumam Naya, mengingat kejadian beberapa menit lalu ketika Bunda berteriak dari lantai bawah bahwa Beliau akan berangkat ke Butik waktu itu. Oke, berarti Naya bebas mau melakukan apapun pada Sunghoon, termasuk mencampakkan calon menantu kesayangan Bundanya itu.

Tapi sayangnya, menurut Naya itu terlalu kasar bahkan untuk orang secuek Sunghoon yang jarang menunjukkan kasih sayangnya secara terang-terangan. Mungkin, Naya harus mencoba menemukan topik atau sesuatu yang bisa membuat keadaan terasa lebih hangat dan akrab.

Setelah memantapkan diri beserta rasa gak enak karena sadar kalau dia semakin lama bisa-bisa Sunghoon ikut telat bersamanya, akhirnya Naya memutar kenop pintu dan keluar dari kamarnya.

Dia turun ke bawah melewati tangga dengan kaki agak gemetar. Alih-alih memikirkan apa ada barang yang ketinggalan seperti hari-hari biasa dia khawatir, pikiran Naya sekarang malah dipenuhi sebuah gambaran momen canggung antara dia dan pacarnya itu.

Sampai di depan pintu utama, Naya berteriak tanpa suara lebih dulu, melampiaskan segala emosi dan kekhawatirannya yang diciptakan akibat angan-angan yang berdatangan ke pikirannya tanpa Naya minta.

𝐑𝐄𝐓𝐔𝐑𝐍 || Park SunghoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang