17. Rencana

158 18 0
                                    

"Berdolah agar harapanmu direstui Allah, sebab manusia hanya bisa berencana tapi hanya Allah yang bisa menentukan."

-Agaraya-

Raya kini sudah sampai di sekolah, gadis itu membuka helmnya. Terlihat banyak murid lain yang menatapnya dengan tatapan sinis, ada juga yang malah tersenyum simpul padanya.

"Raya makin hari makin aneh aja."

"Raya malah ketularan cupu kayak Aga."

"Ray, elo makin lucu aja."

"Ray, mau anak basket atau ga elo tetep di hati gue."

Banyak pro dan kontra yang menghiasi jalan di sekolah. Gadis itu hanya membisu tanpa membalas apa yang dilontarkan murid lain. Dia hanya mengepalkan tangannya untuk menahan amarahnya. Dia gak mau merusak moodnya masih pagi begini.

Lagipula untuk apa merespon hal yang gak perlu diperhatikan. Ucapan orang lain memang gak bisa untuk dihentikan ataupun dikendalikan karena itu sudah jalannya. Yang hanya bisa dilakukan hanyalah membiarkan itu terjadi dan tidak usah memasukkan ke dalam hati. Jikalau mengizinkan hati untuk menerima maka akan terasa pedih. Dia ga mau merasakan itu.

Biarlah kata-kata itu berlalu seperti masa lalu yang tak perlu untuk dihiraukan.

Gadis itu kini sudah menaiki anak tangga, disana ada yang menepuk pundaknya dari belakang. Gadis itu mengira bahwa itu sahabat karibnya.

Gadis itu memutar bola ke belakang. "Rain." Reflek Raya lalu terdiam seribu bahasa.

"Aku Aga, Ray bukan Rain." Laki-laki itu membenarkan kacamata yang bertengger di depan matanya.

"Kok, elo sih?" Ketus Raya dengan tatapan dingin nan datar.

"Iya, emang kemana?" tanyanya sambil tersenyum simpul.

'Kenapa sih sikap Raya kalau di sekolah sama diluar sekolah beda banget kayak bukan orang yang sama aja?' gerutu Aga dalam hatinya.

"Biasa Rain yang nyamperin gue, udah elo pergi sana," usirnya sambil menunjuk laki-laki itu dengan telunjuknya.

'Emang aku benalu ya Ray? Tadi malem sifatmu selembut sutra sekarang malah sekeras batu' batinnya tak terima dengan sikap Raya.

Saat Aga menjauh darinya Rain mendekati Raya. "Pagi Ray," sapanya.

"Pagi Ren," balasnya melanjutkan jalannya.

"Ray, gue mau cerita sesuatu," tutur Rain yang setiap pagi sama membawa buku-buku novel koleksinya.

"Soal apa?" Antusias Raya dengan menatap netra sahabat karibnya.

"Nanti aja deh, Ray." Rain sengaja mengalihkan pembicaraannya.

"Oke deh," balas Raya singkat yang penasaran apa yang nanti diceritakan oleh sahabatnya itu.

"Gimana kalau habis istirahat aja?" tanya Rain.

"Tapi gue tiap istirahat harus sama Aga," bantah Raya karena memang keadaan begitu.

"Gampang, nanti gue minta izin sama Aga pasti dibolehin kok," tutur Rain dan kini mereka berdua sudah sampai di kelas.

Raya dan Rain sudah duduk di bangku mereka.

Rain menolehkan ke belakang. "Ga, gue boleh meminta sesuatu ga?" tanya Rain dengan penuh semangat menggebu-gebu.

"Boleh, silahkan," balas Aga. Sementara Raya tidak menoleh ke belakang. Biar cukup Rain saja yang meminta izin, toh memang yang mengajaknya ngobrol Rain bukan dirinya.

Agaraya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang