"Gue tau dia bakal baik - baik aja, mungkin dia lagi pengen sendiri"
---
Hari ini tepat 1 bulan Aurora meninggal dunia, tepat 1 bulan Angkasa mulai menjauhi Mentari, dan tepat 1 bulan Bumi menghilang entah kemana.
Tidak ada kabar sama sekali dari Bumi. Mentari sudah mencoba untuk menghubungi teman - teman satu tongkrongan Bumi, mencoba menghubungi kedua orangtua Bumi namun hasilnya nihil, tetap tidak ada satu orang pun yang mengetahui keberadaan Bumi.
"Tar, lo gak mau lapor polisi aja?" Mentari menggeleng pelan.
"Gue tau dia bakal baik - baik aja, mungkin dia lagi pengen sendiri" Jawab Mentari.
"Tar, kenapa nyokap sama bokapnya kayak bodo amat gitu sama keadaan Bumi?" Mentari menghela nafas, ia menatap Savana dan Naura secara bergantian.
"Gue gak mau bilang, tapi seiring berjalannya waktu kalian juga pasti bakal tau, jadi biar waktu yang menjawab" Setelah mengatakan hal itu, Mentari beranjak dari kasurnya dan berjalan ke arah jendela, ia menatap senja yang perlahan hilang dari pandangannya. Pikirannya dipenuhi dengan Bumi, ayolah Mentari itu sok - sok an tenang di luar tapi panik di dalam.
Bumi kamu dimana?
Kamu tinggal dimana?
Udah makan?
Ahh, kenapa kamu membuat Mentarimu ini khawatir Bumi?---
Kini, jam menunjukkan pukul 20 : 30 namun pikiran Mentari masih dipenuhi pertanyaaan perihal Bumi.
"Tar, gue sama Savana pulang dulu ya" Pamit Naura menyadarkan Mentari dari lamunannya.
"Oke, dijemput sama supir lo?" Naura mengangguk.
"Gue juga ikut sama nau" Ujar Savana.
"Gak tanya wlee" Jawab Mentari membuat Savana kesal.
"Mau dianter gak kebawahnya?" Tawar Mentari.
"Ih gak usah, yaudah kalo kayak gitu gue sama Savana pulang dulu ya, byee jangan galau" Pamit Naura sembari melambaikan tangan disusul oleh Savana.
Kini, hanya ada keheningan. Mentari membuka jendela kamarnya, membiarkan semilir angin menyapu kulit halusnya.
Mentari mengacak rambutnya frustrasi.
Ayolah Bumi, apakah kamu senang melihat Mentarimu tersiksa seperti ini?
Tiba - tiba Cahaya memasuki kamar Mentari.
"Tari, kamu kenapa nak?" Tanya Cahaya khawatir setelah melihat keadaan Mentari yang sedikit kacau. Mentari menggeleng, tapi tentu saia Cahaya tau. Cahaya sangat tau, bahwa gadisnya ini tengah khawatir.
"Tari, nih minum susu dulu" Cahaya memberikan segelas susu cokelat, tapi Mentari menolaknya. Cahaya mengelus rambut Mentari dengan penuh kasih sayang, yang pasti akan membuat Bumi iri apabila Bumi ada di tengah - tengah mereka.
"Tari kamu tau kan sifat Bumi?" Mentari mengangguk ragu.
"Sayang, kamu tau kan waktu Mars meninggal, dia sama Venus kesini kan? Kata Bumi mereka nginep untuk menenangkan diri kan? Padahal waktu itu dia masih kecil loh" Cahaya mengelus pergelangan tangan Mentari.
"Dan sekarang, dia sedang menjalankan kebiasaannya sedari kecil, Bumi sedang menenangkan dirinya sendiri" Mata Mentari berkaca - kaca mendengar penjelasan dari Cahaya.
"Mungkin waktu Venus gak ada, dia berhasil bangkit dari keterpurukannya berkat support dari kamu tar, malah dia sendiri kan yang bersemangat membuka lembaran yang baru walau kata kamu banyak yang ngehina Bumi? Itu karena Bumi yakin kalau kamu selalu ada buat Bumi"
"Bisa disimpulkan juga, kamu adalah alasan Bumi untuk bertahan" Dan tangisan Mentari pecah. Cahaya menarik Mentari ke dalam pelukannya, kini baik Cahaya maupun Mentari sama - sama menangis."Bunda... Aku takut Bumi kenapa - napa" Ucap Mentari sesegukan. Cahaya mengelus punggung Mentari tanpa menjawab perkataan Mentari.
"Tari..." Cahaya melepaskan pelukan Mentari dan mengusap air mata di pipi Mentari.
"Bunda minta kamu untuk kirim pesan ke Bumi bukan sekedar nanyain keberadaannya saja, bunda minta kamu berikan kata - kata positif yang bisa mengajak Bumi pulang ya" Mentari mengangguk.'Bumi cepet pulang ya, Mentari khawatir'
---Jangan lupa vomment yaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Mentari Untuk Bumi || Jay
Hayran Kurgu"Sampai kapan pun lo gak akan ngerti, lo gak akan pernah ada di posisi gue, Tar " Ini kisah Mentari dan Bumi, kisah tentang dua remaja dengan latar kehidupan yang berbeda. Kehidupan Mentari yang harmonis dan kehidupan Bumi yang suram. Start : 26 Apr...