Neji segera berlari dari cafe menuju tempat dimana Hinata berdiri dipapah seorang pria yang samar-samar ia kenal. Berdiri tepat dihadapan keduanya, Neji bermaksud mengambil alih Hinata agar dia yang memapahnya.
"Biar aku saja!"
"Kakak?"
Sai melepaskan tangan Hinata di pundaknya dan Neji memegang tangan Hinata. "Kenapa bisa seperti ini?" Ucap Neji dengan penuh kekhawatiran.
"Nanti saja bicaranya, aku harus berterimakasih dulu pada temanku." Otomatis atensi keduanya beralih pada Sai.
Sai tersenyum tipis, "Sudah ku bilang jangan berterimakasih terus, aku merasa sungkan."
"Kau....
"Hai Neji, masih mengingatku?" Sai menunjuk dirinya sendiri dan Neji memindai penampilan pria yang tidak asing menurutnya. Seketika ia menegang ketika mengingatnya.
"S-sai?"
"Iya ini aku Sai. Bagaimana kabarmu?"
"A-aku baik-baik saja. Ka-kau bagaimana?" Neji gugup, ia tidak ingin Hinata tahu jika orang yang selalu dirundungnya dahulu adalah pria yang berada di hadapan mereka.
"Seperti yang kau lihat, jauh lebih baik."
"Kalian saling mengenal?"
"Iya. Kami satu SMA."
"Kenapa kakak tidak bilang?"
"Ah aku tidak tahu kalian saling mengenal." Neji tertawa sumbang.
"Kalau begitu, aku pulang dulu. Senang bertemu lagi denganmu Neji." Sai tersenyum hingga matanya menyipit, namun tidak ada yang tahu apa yang ia pikirkan di dalam kepalanya.
....
Sai sampai di rumahnya dengan senyum mengembang. Rasanya hari ini ia begitu senang melihat wajah Neji yang mendadak pucat ketika melihatnya. Berbanding terbalik dengan dirinya ketika SMA dahulu. Dulu biasanya wajahnya yang akan pucat ketika melihat Neji dan kawan-kawannya.
"Terbalik huh?!"
"Kita lihat apa yang bisa kau perbuat untuk melindungi adik kecilmu." Sai tersenyum miring, ia lantas pergi menuju kamar mandi.
Kaca seperempat badannya tersebut dapat dengan jelas menampilkan lekukan tubuh bagian atasnya. Dia sudah menjelma menjadi pria kuat dengan otot yang terbentuk sempurna. Berbeda dengan Sai belasan tahun lalu yang cungkring dan lemah.
Sai melihat tangan kirinya yang terdapat perban, ia menunjukan seringai'annya. Luka ini, ia dapat ketika melarikan diri dikejar oleh adik Menma ; Naruto sang kapten tim. Tangan kanannya yang memegang gunting ia arahkan untuk memotong perban tersebut.
Membuka perlahan perban tersebut hingga luka yang berada di sana terlihat jelas. Luka tersebut sudah cukup mengering, dengan bekas jaitan disepanjang garis luka. Ia sangatlah pandai menutupi kesakitannya. Bahkan ketika terasa sakit pun ia hanya menggerakkan tangannya seperti peregangan.
"Cukup indah untuk dijadikan kenangan." Tentu yang ia maksud adalah kenangan dari Naruto. Karena cepat atau lambat ia akan menghabisi Naruto setelah Neji dan Hinata.
"Apa aku habisi mereka secara bersamaan saja ya?" Sai berpose seolah berpikir, lantas ia menggeleng. "Tidak ... tidak... akan sulit menghadapi Naruto."
Sai kembali menatap lurus ke arah cermin, "Menma... ku pastikan kau akan berkumpul dengan adik tercintamu." Sai terkekeh lalu tertawa puas seakan mendapatkan jackpot.
....
Seperti biasa Sai selalu seorang diri di kelasnya. Tak ada yang berani menemaninya, jikalau ada pun hidup mereka berakhir tidak tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Case ✔️
Misterio / SuspensoCollaboration of Saliyyu and Cahayapu Naruto seorang detektif handal di kepolisian Jepang, harus menangani kasus pembunuhan berantai yang sudah terjadi sekitar lebih dari sepuluh tahun lalu. Hinata seorang dokter forensik di rumash sakit kepolisian...