|| 18: Cal's pov | 2414 words ||
Aku menarik kami semua menjauhi jendela tepat waktu. Kacanya pecah berkeping-keping ke dalam bersamaan dengan sesosok zombie perempuan seumuranku yang menggelepar di atas meja kami.
"Zombie!" Wanita kasir berlari keluar dan memanggili polisi patroli.
Di gendongan tangan kakaknya yang tampak semaput, Emma mengangkat kedua tangannya seperti baru menang undian. Dia benar-benar gembira setelah pencapaiannya mengatakan sebuah kosakata utuh untuk pertama kalinya.
"Jombi!" Emma memekik riang. "Jombi bi jombi!"
"Aku tidak percaya ini!" pekikku jengkel. "Kata pertama Emma malah 'jombi'!"
Ilyas, dengan napas tersengal dan kengerian di matanya, masih mampu memandangku sengit. "Itu yang kau cemaskan sekarang?!"
Para pekerja rumah makan keluar dari dapur dan menghambur ke pintu keluar bersama beberapa pelanggan yang panik. Ketika aku menarik Ilyas untuk mengikuti kerumunan, Ilyas balas menarikku.
"Cal!" Wajahnya pucat pasi seperti dunia akan kiamat. "Kita belum bayar!"
Aku membalasnya. "Itu yang kau cemaskan sekarang?!"
Seorang pria berkumis berbadan pendek mendorong perempuan bertubuh gemuk di depannya demi mencapai pintu, lalu dengan pekik ketakutan menutup pintu rumah makan. Padahal seingatku, si kumis dan ibu-ibu ini asyik makan semeja sambil pegangan tangan mesra tadi.
"Buka!" Si ibu-ibu mencoba menarik pintu, tetapi si kumis menahannya dan menggunakan seluruh bobotnya untuk balas menarik hingga pintu tetap tertutup. "Pria sinting! Katamu kau akan melempar dirimu ke depan zombie demi melindungiku dan keenam anak-anakku, tak seperti lima mantan suamiku itu! Buka pintunya, kau bajingan!"
Tersisa aku, Ilyas, Emma, dan janda beranak enam yang tak jera setelah lima kali kawin ini yang terkurung bersama satu zombie. Wanita kasir di luar mencoba menyingkirkan pria egois kumisan itu dari depan pintu, tetapi dia berteriak histeris, "Nanti zombienya keluar dan menginfeksi kita!"
Aku meraih salah satu kursi, mengacungkannya pada zombie yang kini bangkit dari meja. Kuah bistik menodai wajahnya dan satu tangannya masuk ke gelas tehku, tangannya yang satu lagi kutung sampai siku. Aku menunggunya menyerang. Lalu, ketika jarak kami cukup dekat, aku mendorongnya dengan kaki-kaki kursi sampai dia terpojok ke dinding. Rahangnya membuka-tutup berusaha mencapit wajahku.
"Tipe 2," kataku. "Ilyas, ambil pisau di dapur—"
Ilyas tahu-tahu sudah berada di belakangku dengan tangan yang memegangi pisau daging besar. Wajahnya bersimbah keringat sampai poninya mengikal di keningnya.
Di gendongan tangan Ilyas, Emma menutup mata dengan kedua tangan kecilnya sambil menggumam bernada. Samar-samar, kudengar Ilyas juga menggumamkan nada yang sama, dengan hitungan dari satu sampai sepuluh yang begitu lambat. Aku ingat ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Escapade 1: A Lone Wayfarer
Mystery / ThrillerSudah empat tahun Ilyas tidak keluar rumah. Kini, pemuda itu terpaksa pergi ke dunia luar dengan Emma, adik kecilnya, dan Cal, seorang teman lama, untuk menyelamatkan diri mereka di tengah kiamat zombie. Namun, sepanjang jalan, sesosok zombie bernam...