Minho memarkirkan mobilnya di tempat parkir bar. Begitu ia turun, atensinya langsung tertuju kepada seorang lelaki manis dan lelaki tampan yang berjalan beriringan dengan penuh senyuman masuk ke dalam bar.
"Bukankah itu Juyeon?" Minho bergumam.
Dan..
"Sena?"
Minho menggeram marah. Sialan sekali! Juyeon benar-benar serius akan niatnya mendekati Sena. Tidak, ini tidak bisa dibiarkan. Juyeon tidak boleh mendapatkan Sena. Hanya ia yang boleh mendapatkannya.
Namun tidak berselang lama Juyeon keluar. Minho menyimpulkan bahwa Juyeon mungkin hanya mengantarkan Sena bekerja, dan lelaki tampan itu kembali ke bar tempat ia bekerja menjadi sommelier.
Minho tersenyum miring, bagus sekali. Sekarang ia bisa menyusul Sena masuk tanpa ada gangguan lagi. Minho memutuskan duduk dan memandang Sena dari kejauhan. Seperti biasa, lelaki manis itu sedang menawarkan cocktail kepada pengunjung bar lainnya.
Mata Minho mengikuti segala aktivitas yang Sena lakukan. Sampai kemudian lelaki manis itu berjalan meninggalkan kerumunan, tetapi tidak kembali ke counter barnya. Mau kemana dia? Dengan langkah pelan, Minho berjalan mengikutinya. Toilet?
Sena menutup matanya. Rasanya lega. Setelah menahan hasrat untuk buang air kecil karena para pelanggan yang terus menerus meminta rekomendasi cocktail padanya. Kenapa Eric harus libur hari ini? Sena sangat kewalahan menanganinya.
"Mau aku bantu memegangnya?" Sebuah suara berbisik pelan di belakangnya.
Oh, shit!
Sena membelalakkan matanya. Dengan terburu-buru ia memasukkan lagi privasinya ke dalam celana dan menarik resletingnya ke atas. Sena membalikkan badannya hanya untuk melihat seorang lelaki tampan yang berdiri menghadapnya. Tangan bersidekap di dada dan senyum miring di bibirnya.
"Apa yang kau lakukan?!" Sena meninggikan nada suaranya.
"Melakukan apa katamu? Tentu saja aku ingin membantumu."
Sena mengernyitkan keningnya. Benar-benar tidak habis fikir, lelaki ini gila!
"Membantu katamu? Dengan berdiri di belakang orang yang sedang buang air kecil dan menawarkan diri untuk memeganginya hah?!"
Minho tertawa puas. "Aku sudah melihatnya. Melihat punyamu."
Mata Sena terbelalak. "Kau gila Minho! Dasar mesum!"
Sena hendak berjalan melewati sisi samping, namun Minho mencekal pergelangan tangannya. "Mau kemana?"
"Tentu saja aku akan bekerja lagi. Daripada di toilet berdua dengan orang gila dan mesum sepertimu!"
"Sayang, siapa yang mengizinkanmu keluar?" Nada bicara Minho merendah, namun tegas membuat Sena menelan ludahnya dengan susah payah.
Minho memajukan tubuhnya dan Sena berjalan mundur. Semakin Minho maju, semakin Sena mundur hingga tubuh lelaki manis itu mengenai wastafel di belakangnya. Kedua tangan Minho ia letakkan di sisi kanan kiri tubuh Sena. Mengungkungnya. Oh sial!
"Apa hubunganmu dengan Juyeon?"
Tiba-tiba? Sena mengernyitkan keningnya. "Juyeon?"
"Kenapa kau berangkat bersamanya tadi?"
"Itu urusanku. Aku bisa berangkat bersama siapa saja semauku. Kenapa kau harus tahu alasanku?"
"Karena-" Minho menggantung kalimatnya.
Sena mengernyitkan keningnya.
"Karena- aku tidak suka! Jangan melawanku, Sena! Aku tidak suka kau berangkat bersama Juyeon. Tidak hanya Juyeon, tapi semua dominan lain juga selain aku!"