Dimensi Abu-Abu

8 3 0
                                    


Selamat datang, ini adalah dimensi abu-abu. Dimensi yang ada di antara kehidupan dan kematian. Tenang kau belum mati tapi mungkin akan mati jika kau salah menjawab pertanyaan yang aku berikan. Apakah kau ingat apa yang membuatmu datang kemari? Tidak, tidak perlu buru-buru menjawabnya. Aku bisa menunggumu hingga kau siap untuk menjawab pertanyaanku. Apakah kau ingin teh? Tidak boleh membiarkan seorang tamu kehausan bukan? Tunggu lah sebentar aku akan mengambilkan teh dan beberapa kue kering yang sudah aku buat. 

Te-terimakasih. Jadi, sekarang aku sedang koma ya? Dimensi abu-abu, aku belum pernah mendengar itu sebelumnya dan sekarang aku terjebak di dalamnya. Tidak terlalu buruk juga, aku pikir jika manusia itu koma  maka yang ia lihat hanyalah kegelapan saja. Tapi, ini sangatlah indah. Ruangan yang lebih luas dibandingkan kamar tidurku, aroma bunga yang semerbak, bahkan aku tidak melihat adanya kesuraman disini. Aku hanya melihat ruangan yang temboknya berwarna biru muda dan di desain seperti abad 19. Ini indah. 

Oh, terimakasih untuk pujiannya. Silahkan dinikmati teh spesial ini. Jadi, apakah kau sudah ingat apa yang membuatmu datang kemari? Apa yang membuatmu harus bertemu denganku di dimensi abu-abu ini? Apa pertanyaanku terlalu banyak? Maaf. Ceritakan saja apa yang kau ingat kepadaku. Jangan lupa dimakan juga kue kering itu selagi masih hangat. Apa kau sudah siap menceritakannya? Silahkan bercerita.

Namaku adalah Aira, Aira Vanessa lebih tepatnya. Aku lahir dan tinggal di sebuah desa yang berada di kaki bukit. Ah, aku ingat di desa itu terdapat penangkaran hewan. Penangkaran itu seperti kebun binatang namun, tidak selengkap yang ada di kebun binatang. Setiap sepulang sekolah, aku selalu menyempatkan diri kesana karena orang tuaku adalah dokter hewan disana. Itulah yang menjadi mimpiku, aku ingin menjadi seorang dokter hewan. Namun, aku sering sakit dan menghabiskan sebagian besar waktuku untuk berbaring. Jadi, aku tahu diri jika hal itu sangat mustahil untuk ku raih. 

"Semangat lah!" 

Kata-kata itu adalah kata yang selalu kudengar saat aku terbaring di atas ranjang. Namun, aku tidak ingat siapa yang selalu mengatakan hal itu. Apa karena aku tidak peduli dengan sekelilingku jadi aku tidak dapat mengingatnya? Suara itu terasa hangat dan itu membuatku merasa seperti telur yang sedang dierami oleh induknya. Entah kenapa sekarang aku merasa rindu mendengar kata-kata itu. 

Saat udara berubah menjadi dingin dan menusuk. Aku menjadi lebih sering menghabiskan waktuku dengan berbaring diatas ranjang. Apa aku masuk kedalam dimensi ini karena penyakitku? Atau, ntah lah aku masih belum mengingatnya. Baik akanku lanjutkan cerita ini. Aku ingat, didalam kamarku terdapat 2 ranjang, 2 lemari dan 2 meja belajar. Milikku berwarna biru dan satunya berwarna merah muda. Ah, aku ingat ada boneka kayu yang dipajang didalam kamar. 2 boneka yang diukir seperti manusia dan saling bergandengan tangan. Aku ingat ayah menghadiahkanku itu ketika aku berumur 7 tahun. 

"Boneka ini mirip seperti kita, milikmu yang rambutnya pendek sedangkan aku yang ini."

Ah, lagi-lagi aku mengingat kata-kata dari orang yang akupun tidak ingat wajahnya. Namun, aku bisa mengenali suara itu dimanapun aku berada. Seperti, aku terikat dengannya. Sial, aku lupa bagaimana bentuk boneka itu. Aku hanya mengingat bentuk salah satunya saja. Apa orang itu ada kaitannya dengan adanya aku di dimensi ini? Aku masih tidak bisa mengingatnya.

Aku ingat, orang tuaku pernah 3 hari tidak pulang kerumah karena hewan di penangkaran tersebut ada yang ingin melahirkan. Jadi, selama 3 hari hanya ada aku dengan dirinya dirumah sebener itu. Rumah 2 tingkat dengan halaman depan yang diubah menjadi taman dan halaman belakang diubah menjadi kolam renang. Kamarku berada di lantai 2 dan menghadap ke timur. Jadi saat matahari terbit, sinarnya dapat masuk melalui jendela kamar dan memberi kehangatan didalam kamar yang kadang terasa lebih dingin dibandingkan es batu didalam kulkas. Selama mereka pergi, aku hanya berbaring diatas ranjang dan sesekali duduk untuk mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan oleh guruku. Setiap jam 8 pagi, 12 siang, 3 sore dan 8 malam ia selalu membawakan makanan untukku. 

Hanya Sebuah TulisanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang