Bab 14 Penjelasan Meisya

13 7 0
                                    

Runi pun mengulurkan tangannya pada Yudha dengan tegasnya mengucapkan selamat kepada Yudha dan Meisya.

Yudha pun langsung menyemburkan senyuman.

"Terima kasih, Runi. Kenalkan ini Meisya, calon persitku," celetuknya seraya tersenyum.

Runi pun mengulurkan tangannya ke Meisya hingga jabat tangan pun berias dengan penuh kekecewaan.

"Eh, tangannya cepat dilepaskan!" Nanti tangan capersitku lecet lagi!"

"Tenang aja Bro! Aku takkan berkhianat merebut pacar sahabatku."

Mereka pun bergegas masuk restoran.

"Aku tidak usah masuk, aku sudah makan, lagipula schedule-ku padat di rumah sakit."

"Mau aku antar?" Tawar Yudha.

"Tidak usah Bang!"

Runi terus saja melihat langkah Meisya berlalu, tepukan kecil di wajahnya membikinnya terperangah.

"Eits, ngapain memandang capersitku begitu? Jangan bilang kamu suka sama dia!" Tegas Yudha lalu menyemburkan gelak.

"Ayo kita masuk!" Ajak Runi menyembunyikan kekecewaan.

Dada dan pikiran masih berasa panas, perasaannya masih bercampuraduk atas insiden tadi.

Ia terus memandangi Yudha yang selalu cengengesan bak seorang jatuh cinta.

Setiap Yudha melihatnya, ia selalu membuang matanya ke dinding. Seakan tak terima Meisya menjadi kekasih Yudha.

"Runi, makanannya lezat ya?"

"Iya," jawabnya lesu.

"Semangat donk Runi!" Seru Revan.

"Iya, barusan kamu murung kayak begitu, gak usah khawatir nanti aku yang traktir," bisik Yudha.

"Bukan karena itu aku sedih, tapi itu karena Meisya," desisnya dalam hati.

"Ayo nikmati makanannya!" Serunya pada Runi dan Revan.

Restoran yang begitu indah kini menjelma seperti hutan, tempatnya latihan. Tak ada bekal apapun yang dibawa, harus bertahan hidup dengan berburu binatang liar untuk santapan sistem pencernaannya.

"Hei, Runi, ngapain makanannya hanya diaduk-aduk?"

"Tiba-tiba perutku sakit, jadi enggak mood makan," jelasnya.

"Ayo kita pulang!"

Tapakan sepatu larasnya berbunyi mencumbui lantai. Seperti tak punya harapan hidup, hanyut dalam kesedihan.

"Watch out, Runi," Pekik Yudha seraya mendorong badannya hingga tersungkur pada rumput liar yang meriasi jalan.

"Kamu tidak apa-apa?"

Debaran jantungnya tak karuan, yang terlintas di benak kepalanya hanya kepasrahan.

"Meisya, kamu sungguh membikinku tak berdaya!" desisnya dalam hati.

"Runi, are you okay? Ia sekadar menganggukkan kepalanya.

Getaran terus merengek di sakunya, tak dipedulikan jua.

" Kamu harus bangkit! Tak ada seorang abdi negara lemah! kuat, Runi!" batinnya.

"Revan, ngapain kamu berdiri di situ, ayo kesini!"

Mereka pun memapah Runi menuju trotoar.

"Minumlah!" Seru Yudha seraya menyodorkan minuman botol air mineral.

Senapan Yang Penuh Keajaiban (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang