Bab 1. Teringat

75 4 1
                                    

"Evelyn, bisa tolong bantu mama sayang?" Teriak sang mama dari lantai satu, sambil sibuk menata piring di meja makan.

"Bantu apa ma?" Evelyn menjawab sambil menuruni tangga setengah berlari.

"Itu mama habis masak, tolong kamu cuciin ya. Mama mau kedepan beli sayur, keburu habis entar diborong sama tetangga sebelah." Belum sempat Evelyn menjawab, Mamanya sudah berlari keluar sambil membawa dompet.

Sejak Virus Corona semakin gemar bermutasi, orang tua Evelyn memutuskan untuk tidak menggunakan asisten rumah tangga. Segala urusan rumah dikerjakan bersama dan dibagi secara merata. Evelyn yang memiliki dua adik tidak merasa keberatan. Mereka justru menikmati pekerjaan rumah yang sudah menjadi rutinitas setiap pagi.

"Cucian hari ini banyak juga ya, mama masak apa aja sih emangnya?" Evelyn mencuci sambil menengok ke arah meja makan. "Uhh.. enak sekali. Mama emang paling tahu kalau aku suka banget sama cumi-cumi bumbu hitam."

Evelyn berusaha dengan cepat untuk menyelesaikan cuciannya. Hari itu udara terbilang cukup dingin dan angin berhembus cukup kencang. Suasana rumah Evelyn yang biasanya ramai, masih terasa tenang karena kedua adiknya yang masih tertidur dan papanya yang masih sibuk merawat anak-anak daunnya. Evelyn yang sedang mencuci terbawa oleh suasana rumah yang terasa seperti hari minggu. Tiba-tiba di tengah mencuci ia teringat sesuatu.

Seandainya saat ini aku dengannya, tahun ini kita sudah bersama selama 10 tahun dong. Tapi sayangnya tidak. Eh apaan sih, inget ya Lyn kamu tuh udah punya pacar sekarang. Sadar! Katanya dalam hati sambil menggelengkan kepalanya. Namun tidak sampai satu menit, ia kembali tenggelam dalam kenangan bersama sang mantan. Seseorang yang selalu memperlakukannya spesial selama beberapa tahun. Hingga lelaki itu memutuskan untuk pergi darinya.

o0o

"Aduh, lihat nih anak mama sudah SMP aja. Padahal barusan kemarin kamu lompat kesenengan pake seragam putih merah." Dielusnya kepala hingga pundak anak pertamanya itu.

"Gimana sudah siap belum? Papa antar aja ma, sekalian berangkat ke proyek." Sahut suaminya yang sudah berpakaian rapi dan menggunakan jam tangan Rolex edisi Explorer Oyster Shell and Yellow Gold.

"Evelyn sudah siap pa, Jesselyn ayo berangkat!" Evelyn memanggil adik pertamanya. Jesselyn berlari dan mereka berangkat bersama. Sementara itu Caroline masih tidur dengan pulas bersama guling dan boneka kesayangannya.

"Hati-hati ya nak, jangan nakal di sekolah." Dikecupnya dahi kedua anaknya yang akan berangkat ke sekolah.

"Papa berangkat ya ma." Diciumnya kening istrinya itu.

"Iya pa, hati-hati di proyeknya." Jawab istrinya dengan nada lembut dan senyuman yang manis.

Setibanya di sekolah Evelyn langsung menuju kelas dan duduk di kursi tengah ketiga dari belakang. Tak perlu menunggu terlalu lama bel sekolah mengumandangkan suara nyaringnya sebagai pertanda pelajaran akan segera dimulai. Seluruh siswa telah duduk di bangku masing-masing sambil terus menatap pintu kelas yang tak kunjung terbuka. Berharap guru tak hadir tentu kata hati semua siswa, namun sayangnya Sang Pencipta tak ingin mengabulkannya.

"Halo selamat pagi semuanya, apa kabar?" Suara menggelegar muncul dari pintu masuk kelas. Rupanya dia adalah wali kelas, Pak David namanya. "Bapak absen ya. Angkat tangan dan katakan hadir supaya bapak bisa merekam wajah-wajah baru kalian, begitu." Disebutkannya setiap nama yang berada di daftar absensi.

"Evelyn Holland."

"Saya Pak." Jawab Evelyn sambil mengangkat tangan kanannya.

"Saya tadi kan bilangnya katakan hadir, kamu malah bilang saya, gimana sih? Bercanda kok bercanda jangan nangis. Oke, selanjutnya.."

SATU DEKADETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang