"DOKTER!"
"SUSTER!"
Nathan berteriak memanggil dokter serta suster saat ia baru saja sampai di pintu rumah sakit. Kedua tangannya sedang membopong tubuh kecil Araya yang tidak sadarkan diri. Beberapa atensi para pengunjung rumah sakit pun tertuju padanya sekedar ingin tahu. Tidak lama setelah itu dua orang perawat datang sembari mendorong brankar.
Pemuda dengan kaos hitam itu bergegas membaringkan Araya di atas brankar. Decitan ban brankar beradu dengan lantai rumah sakit seiring Nathan serta kedua perawat tadi mendorongnya menuju UGD.
"Bapak mohon menunggu di luar sebentar, kami akan segera melakukan pemeriksaan." Suster tidak lantas membiarkan Nathan ikut masuk ke ruang perawatan UGD.
"Sus, hanya saya. Masa tidak boleh? Saya ingin langsung tahu keadaan istri saya!" Nathan ngotot, urat-urat di lehernya bahkan sampai terlihat.
"Maaf, Pak. Tapi ini untuk kepentingan pemeriksaan."
Jika sudah seperti itu, Nathan akhirnya berjalan mundur, membiarkan pintu ruang rawat UGD tertutup. Nathan menyender pada dinding, kepalanya mendengak ke atas sedang matanya tertutup. Nathan tidak tahu pasti apa yang terjadi, tetapi setelah mereka pulang dari rumah Bude Ami, Araya tiba-tiba ingin membeli durian. Gadis itu lahap sekali saat memakannya, tetapi tiba-tiba Araya mual hebat bahkan terus muntah-muntah lalu tidak sadarkan diri.
"Allahu Akbar." Nathan menyugar rambutnya frustasi. Tubuh laki-laki itu merosot pada lantai. Tidak pernah lagi Nathan merasa seperti ini, kecuali dulu saat ia kehilangan sang ibu.
"Nathan!" Seru Adnan juga Bunda yang baru saja datang membuat Nathan kembali berdiri dengan pijakan lemas. Tadi saat di mobil menuju rumah sakit, Nathan bergegas menghubungi Adnan agar segera menyusul ke rumah sakit.
"Araya kenapa?" tanya Adnan, kedua pemuda itu sudah saling berhadapan. Bahkan bunda begitu tampak khawatir. Kedua matanya menuntut penjelasan Nathan.
"Aku juga nggak tahu, Bang, setelah kami pulang di rumah bude temenku, Araya tiba-tiba mau beli durian. Terus di tengah-tengah dia makan durian tiba-tiba Araya mual hebat. Setelah itu dia pingsan, nggak sadar!" Nathan menjelaskan dengan buru-buru, rasa cemas serta gelisahnya sedang mencuat ke permukaan. Sungguh, membuat Nathan tidak bisa berpikir dengan baik.
"Dokter bilang apa?" Bunda membuka suara, terdengar lembut suaranya seperti wanita itu sudah bernapas lega.
Nathan menggeleng. "Araya masih diperiksa sama Dokter, Bun." Bahu laki-laki itu merosot, ia menunduk. Membuat Adnan segera menuntunnya duduk di kursi.
"Udah, kamu tenang aja. Insyaallah nggak terjadi apa-apa sama Araya," ujar Adnan, ekor matanya lantas melirik bunda.
Tiba-tiba dering ponsel terdengar di antara atmosfer kebimbangan itu. Sampai Bunda serta Adnan mengalihkan atensinya pada Nathan. Sedang laki-laki itu segera merogoh ponselnya di dalam saku, lalu menempelkannya di daun telinga.
"Nathan lo di mana?" Suara Rendi lebih dulu menyambutnya di seberang panggilan sana.
"Kenapa?" Nathan berdiri tegak.
"Om Prana kecelakaan, kondisinya sekarang kritis!"
Pemberitahuan itu bak genderang yang ditabuh di kepalanya. Tubuh Nathan menegang seketika, pernapasannya seakan terkunci membuat dadanya sesak. "Papa kecelakaan?" lihirnya, "kenapa bisa?"
Adnan dan Bunda yang mendengar pun ikut terkejut, laki-laki dengan koko putih itu lantas memegang bahu Nathan saat pijakan kaki adik iparnya akan tumbang.
"Om kecelakaan waktu dia sama Om Hendra mau menuju bandara untuk pertemuan klien di Singapura. Cepet pulang, Nath, kondisinya semakin parah." Seiring pemberitahuan itu selesai, Rendi lebih dulu memutus panggilan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Yang Dinanti √
RomansaSpin off : Cinta dari Allah Spiritual-Romance Ini tentang Araya Maharani, seorang perempuan yang terkenal memiliki tabiat cuek di sekolahnya. Membuatnya tak memiliki banyak teman. Itupun hanya bisa dihitung jari, meskipun begitu Araya memiliki sahab...