Bab 12

209 45 9
                                    

~MILLY~

"Kita akan ke mana?", aku bertanya pada Chase saat dia sedang mengemudikan mobilnya.

"Ke tempat latihan.", balasnya singkat dan dingin seperti biasa.

"Tempat latihan apa?", tanyaku lagi.

"Tidak bisakah kau diam? Aku pusing mendengarmu yang terlalu banyak bertanya.", Chase berbicara dengan nada yang meninggi dan tampak kesal.

Seketika, aku menunduk dan hanya bisa mendesah pasrah menuruti ucapannya. Aku tahu alasan kenapa Chase terlihat sangat kesal saat ini. Dia pasti marah dan kesal karena harus mengajakku ikut bersama dengannya. Saat hendak berangkat tadi, orang tua Chase menyuruhnya agar mengajakku keluar jalan-jalan. Karena tidak ingin berdebat dengan orang tuanya, jadi Chase terpaksa membawaku ikut bersama dengannya.

Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih lima belas menit, kami sampai di sebuah tempat mirip stadion namun tidak terlalu besar.

"Turun.", perintahnya singkat.

Aku buru-buru mengikuti Chase yang kini sudah selesai melepas sabuk pengaman lalu keluar dari mobil. Saat berjalan masuk ke dalam stadion, Chase berjalan dengan langkah kaki yang lebar dan cepat sehingga posisinya saat ini sekitar dua meter di depanku. Sementara, aku mengikuti di belakang dengan sedikit berlari.

Begitu tiba di dalam stadion, terlihat sudah ada beberapa orang yang terdiri dari dua pria dan dua wanita. Secara bersamaan, mereka berempat menoleh ke arahku dan Chase yang sedang berjalan mendekat ke arah mereka.

"Chase...!", seru seorang pria yang bertubuh sedikit lebih berisi daripada yang lain.

"Kau datang juga kali ini.", seru pria lain yang bertubuh lebih kurus dan tinggi.

"Ya, Brothers. Sejak mendapatkan libur tugas beberapa bulan yang lalu, ada banyak hal yang harus kuurus dan selesaikan. Sehingga, aku tidak bisa ikut berlatih bersama kalian di stadion ini. Hingga hari ini, aku baru bisa kembali ikut berlatih.", jawab Chase lalu meletakkan tas kecil yang dia bawa ke salah satu kursi yang ada di tribun.

"Ngomong-ngomong, kau datang bersama dengan seseorang.", seru seorang wanita yang berambut coklat.

"Apakah dia istri yang kau ceritakan pada kami waktu itu?", wanita lain yang berambut pirang juga ikut bertanya.

"Ya. Dia orangnya. Saat ini, orang tuaku sedang menginap di rumahku. Mereka memaksaku agar mengajak wanita ini agar ikut keluar bersama denganku. Itu sebabnya, aku mengajaknya ke sini.", Chase menjawab dengan acuh seolah menunjukkan bahwa dia tidak berminat melanjutkan pembicaraan mengenai diriku lebih jauh lagi. Dan hal itu semakin terlihat jelas ketika Chase yang bahkan tidak bersedia menyebut diriku sebagai istrinya.

Dengan mengabaikan perasaan sakit hati, sedih dan malu atas sikap Chase padaku, aku tetap mencoba tersenyum dan bersikap ramah pada teman-temannya.

"Perkenalkan, saya Milly. Senang bertemu dengan Anda semua.", ucapku memperkenalkan diri seraya mengulurkan tangan ke arah pria yang bertubuh lebih berisi karena saat ini posisi pria itulah yang paling dekat denganku.

Tapi, setelah beberapa saat aku mengulurkan tangan, pria tersebut hanya diam sambil memperhatikanku. Tatapannya juga seperti sedang menilai.

Sungguh, aku jadi merasa sangat malu dan tertolak karena pria di hadapanku ini tidak bersedia menerima uluran tangan dariku.

Aku hendak menarik tanganku. Namun, kemudian seorang wanita yang berambut coklat yang justru membalas uluran tanganku.

"Hai, Milly. Aku Jeanna. Dan pria ini adalah suamiku, Gerald Oakley.", wanita berambut coklat itu memperkenalkan diri dengan ramah. Bahkan, dia juga memperkenalkan suaminya padaku. Yang mana suaminya adalah pria yang tidak bersedia menerima uluran tangan dariku tadi.

FragileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang