Penari dan Pengelana

508 60 3
                                    

Hai semuanya, semua kalian dalam keadaan sehat dan selalu bahagia. 

jangan lupa vote dan komen yaaa.... 

_______________

Gerakan yang gemulai itu diiringi dengan musik lirih yang begitu pas berpasangan dengan gerakan dari sang penari, gerak tangannya yang mengayun seperti burung yang tengah mengepakan sayap cantiknya, lalu diikuti dengan gerakan lain badannya seakan-akan mengimbangi kepakan sayap itu. Jasmitha benar-benar menarik dari segala sisi untuk dipandang saat menari. Gadis itu memejamkan matanya, merakan konsentrasinya agar terbentuk sempurna, di ruangan tempat dia melakukan tambahan kelas menari teraa begitu sejuk dengan alunan music yang lirih, belum banyak yang datang ke sekolah hingga Jasmitha memiliki kesempatan banyak untuk menari tanpa perlu malu disaksikan orang-orang. Meski sebenarnya di sekolah seni, anak-anak selalu terlatih akan menatal dan selalu memiliki lingkaran pertemanan yang saling mendukung disana. Kompetisi ada dalam perlombaan, sedang berproses ada dalam kehidupan. Sebuah motto singkat yang membuat para siswa selalu menyadari akan pentingnya sebuah proses, menyadari bila kemampuan orang berbeda, dan tahap berproses mereka pun berbeda.

Tetapi Jasmitha masih kesulitan, masih takut bila ada seseorang yang tidak menyukai tariannya.

Setelah tubuh itu berputar, Jasmitha merundukan badannya seakan mengatakan salam perpisahan, setelah tarian itu selesai ia lakukan.

"Luar biasa, Jasmitha!" Bu Nuri yang ternyata sudah berdiri di sebelah speaker, mengejutkan Jasmitha. Dia kira sedari tadi tidak ada orang di ruangan itu.

"Apakah gerakan saya masih terlalu kaku Bu?" kataya setelah menyalimi Bu Nuri.

"Tidak, untuk seorang gadis berumur 20 tahun, justru aku kagum dengan tarianmu Jasmitha, minumlah,"

Jasmitha menerima air minum dari Bu Nuri, dan menegaknya setelah mengucapkan terima kasih.

"Jangan terlalu berat aktivitasnya ya, karena perlombaan ini tinggal 10 hari lagi. Saya gak mau kamu nanti kecapean,"

"Baik Bu,"

"Oh, Iya. Itu tadi Pak Biru mengumumkan sesuatu untuk para peserta lomba agar berkumpul di Aula."

"Sekarang?"

"Pergilah," kata Bu Nuri tersenyum.

"Saya pamit Bu,"

**

Sebenanrya hari ini Jsmitha berniat menghindari pertemuannya dengan sang penyair, tetapi sialnya dia harus berkumpul di Aula untuk mendengarkan suatu pengumuman dari Biru. Sesampainya Jasmitha di depan Aula, dia menghembuskan nafasnya pelan mencoba tidka gugup bila-bila dia datang terlambat dan sudah banyak orang di Aula. Bukankah akan teras amemalukan bilam kita menjadi sorotan banyak orang sebab keterlambatan? Meski sebanrnya, gadis itu lebih kepada gugup sebab akan bertemu dengan Biru.

Ceklek..

Pintu utama terbuka dan Jasmitha melongokan kepalanya menatap sekitar,

Sepi. Tidak ada siapapun disini.

Sampai gadis itu akan berbalik, ada sebuah suara instrupsi yang mengalun menggema dari dalam.

"Kau datang terlambart, sekitar 5 menit yang lalu perkumpulan untuk siswa yang akan mengikuti lomba selesai," Biru berjalan sambil membaca kertas ditangannya. Bunyi ketukan sepatu Biru di ruang sepi itu menggema beriringan dengan detak jantung Jasmitha yang sama gugupnya entah karena apa. Mempersiapkan diri dengan menghembuskan nafasnya lalu berbalik kembali dan menatap Biru yang ternyata sudah berada tak jauh di depannya.

"Kau mendengarkan pengumumannya?" kata Biru sambil mengangkat kertas seakan menunjukan bahwa itua dalah point-point yang harus didengarkan Jasmitha.

"Aku bisa meminta tolong kepada temanku untuk menjelaskannya Bang Ru,"

AMEGA ANJANA (Kota & Rindu yang Didoakan)-Book 2 BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang