Chenle memasuki cafe yang biasa ia datangi saat pulang sekolah. Cowok itu langsung bergabung dengan teman-teman se band-nya.
" kusut banget tu muka," celetuk Jake, salah satu teman se band-nya
Chenle hanya tersenyum masam. " biasa habis kena hukuman"
Sebenarnya, bukan itu yang membuat moodnya anjlok hingga dengan berani datang menemui teman-temannya ini. Semua teman se band-nya ini kaget waktu Chenle datang ke kafé ini setelah beberapa bulan lalu tidak lagi kesini. Karena dilarang orang tuanya.
Ya. Orangtuanya.
Chenle sebenarnya cowok yang sangat berminat dengan dunia seni dan juga vocal. Akan tetapi kedua orangtuanya selalu menentang keinginannya ini. Dari awal saat memasuki SMA dirinya sudah merencanakan akan sekolah di sma seni dan mengambil jurusan vocal tapi apa boleh buat orangtuanya dengan keras kepala mendaftarkannya ke sekolah sains.
Tak ingin membuat chenle tambah bete, Jake mengalihkan topik pembicaraan.
" Gimana ambil nggak job perform di kafé kwangya yang baru buka? Lo bisa ikut nggak Le?"
Semua orang -kecuali Chenle- mengangguk. Mereka mengiyakan tawaran yang barusan Jake bilang. band ini memang sudah menjadi band tetap di kafé Neo, karena kafé ini memang merekalah yang mendirikin dengan uang hasil patungan.
"sorry gue nggak bisa kalo deket-deket ini. Lo tau sendiri kek gimana ortu gue."
" yah padahal dah lama kita ngga perform bareng lagi" celetuk Jay sedih.
Chenle sebenarnya juga sangat ingin kembali bebas bernyanyi, nongkrong seperti dulu tapi apa boleh buat jika orang tuanya melarang. Pikirannya kembali teralih pada sms yang diterimanya saat jam pulang sekolah tadi.
Renjun, sang mama menyuruh dirinya langsung pulang karena nanti akan ada makan malam dengan tamu-tamu kedua orangtuanya. Setiap ada acara penting Chenle harus bersikap seolah dia anak penurut, sopan, ramah senyum yang jujur saja itu membuat chenle ingin muntah. Hal itulah yang membuat chenle langsung ke kafe bertemu dengan teman-temannya.
Bukannya Jeno dan Renjun tidak tahu jika anaknya ini berminat pada dunia tarik suara bukannya bisnis ataupun sains. Mereka tahu apa kesukaan Chenle, maka dari itu mereka membelikan piano besar dan juga memanggil guru les vokal dan piano kerumah. Hanya saja, mereka memperbolehkan sebatas hobi karena mereka ingin putra tunggalnya ini dapat meneruskan perusahaan yang nantinya akan terwariskan ke chenle.
Chenle bodo amat masalah perusahan nantinya. Ia sama sekali belum memikirkan itu. apalagi dirinya masih terlalu muda. Dimana seharusnya dihabiskan dengan waktu bersenang-senang. Atau bahkan merasakan cinta monyet seperti remaja lainnya.
***
"eomma, icung pulaanggg."
" icung nggak usah pake teriak juga, bunda ada didapur" nggak sadar aja eomma-nya ngomong sambil teriak juga. Jisung langsung saja menghampiri eomma-nya di dapur. Harum masakan eommanya langsung saja tercium olehnya.
"boleh icung bantu?" tanya jisung dengan nada manja seperti biasanya
Jaemin, pria yang dipanggil eomma oleh jisung tersenyum dengan tingkah anaknya. "nggak usah udah selesai juga, kamu duduk aja eomma mau nata ini dimeja.
Jisung mengeleng sampai poni-nya berayun lembut. " nggak eomma aja yang duduk gantian biar icung yang nata" ucap jisung sambil menuntun eommanya duduk di kursi ruang makan
"Yaudah eomma duduk"
Jaemin tersenyum menatap kegiatan Jisung yang sedikit kewalahan. Tanpa disadari anak satu-satunya itu sudah tumbuh menjadi remaja polos dengan sifat yang terkadang masih kekanakan.
Begitu masakan sudah tertata rapi dimeja, mereka berdua langsung makan masakkan jaemin.
"gimana sekolahnya tadi?" tanya Jaemin saat keduanya menikmati makan malam.
"eomma tau sungchan, kan? Tadi di sekolah dia buat onar lagi!" cerita jisung sambil tetap makan. Sudah menjadi kebiasaan dia akan mulai bercerita semua kegiatan yang ada disekolah.
Jaemin mengangguk " emang kenapa lagi dia?"
" yah kayak biasanya nindas yang lemah, tadi dia nge-bully orang lagi!"
Jaemin lantas menggeleng-geleng mendengarnya. " terus icung bantu orang yang dibully nggak?"
Jisung meringis dibuatnya. " nggak, icung nggak mau berurusan sama gituan apalagi sma sungchan. Nggak deh."
"jangan gitu dong. Kalo ada temannya kesusahan itu dibantu sayang. Gimana kalo kamu yang kesusahan ngga ada yang nolong? Lain kali bantuin yah sayang?"
Jisung tidak ingin membantah meskipun ia keberatan dengan ucapan Jaemin. Berakhirlah dirinya menangguk mengiyakan.
Jaemin pun tersenyum sambil mengacak rambut tebal juga halus milik anaknya.
Ya, apapun Jisung akan melakukan untuk pria yang ia panggil eomma. Waktu jisung kecil Jaemin selalu mengajarinya untuk memanggil dirinya ayah tapi entah kenapa jisung tidak mau dan selalu memanggilnya eomma. Mungkin jisung kecil tau jika yang melahirkan adalah seorang ibu bukannya ayah meskipun dia dilahirkan oleh seorang pria.
Tumbuh bersama eomma-nya saja, membuat Jisung menjadikan pria ini sebagai orang nomer satu didunia. Ya, Jisung tidak punya sosok ayah. Ia bahkan tidak tahu apa itu 'ayah" dan perannya. Baginya pria ini sudah cukup menjadi figur ayah dan ibu sekaligus.
Tapi bukan berarti jisung tidak butuh. Ia hanya.... Lelah menunggu
Jisung tidak pernah tahu bagaimana rupa ayahnya. Jisung tidak pernah tahu rasanya memiliki keluarga yang lengkap. Jisung tidak pernah tahu rasanya dilindung oleh pria yag disebut ayah seperti teman-temannya.
Baginya, ayahnya sudah mati. Ya. Cukup bagi Jisung melihat pria ini sebagai eommanya, ia tidak ingin melihat eomma-nya menangis tiap kali ia menanyakan keberadaan ayahnya. Karena itu juga membuat dirinya sedih.
"Icung, habis makan langsung istirahat aja ya"
" nggak, icung mau bantuin eomma nyuci piring dulu" elak Jisung
" nggak usah kamu pasti lelah disekolah udah latihan dance mulu"
Jisung mengeleng, menatap Jaemin teduh. " yaudah. Habis eomma nyuci piring nanti icung pijitin."
"okei, eomma setuju"
💚💚VoMent juseyo💚💚
KAMU SEDANG MEMBACA
ChenJi | Love Is Gone |
Randomblablablablaaaa Langsung baca aja ⚠️⚠️Alert⚠️⚠️ 🔞 BxB 🔞 🔃 Misgendering 🔃 🚫 Homophobic 🚫 💚 NCTshipper 💚 ✨ Fanfiction ✨