Bab 15 Restoran

13 7 0
                                    

Runi penuh kegirangan menyantap makanan di restoran bersama pengamen itu.

"Pak, apa tidak jijik makan bersama denganku?"

"Tidak, Dek. Ayo habiskan makanannya!"

"Siap, Pak."

Sepasang kekasih menghampiri Runi dan pengamen itu. Kaus oblong putih dipadu celana jeans kekinian sangat matching dengan sepatu sport yang dipakainya, di sampingnya seorang wanita berhijab sangat cantik dengan dress muslimahnya.

"Hai, Runi. Ngomong-ngomong kamu kesini naik apa?"

"Naik ojek."

"Yang benar?"

"Iya."

"Waduh, ngapain pinjamin motormu kalau kamu juga mau pakai?"

"Enggak apa-apa kok, aku senang jika kamu bahagia."

"Kenalkan ini Meriska, dia kekasihku dan ini Runi, dia sahabat terbaikku di batalyon."

"Runi."

"Meriska."

"O, iya, anak itu siapa?"

"Anaknya Runi, babe."

"Kamu itu suka bercanda."

Anak lelaki itu tersenyum melihat mereka membicarakannya.

"Pak, bisa aku bungkus makanan ini?"

"Tentu, nanti aku pesankan."

"Iya kan babe, itu anaknya Runi."

"O, iya Yud, bagaimana hubunganmu dengan Meisya, apa kalian sudah putus?" Katanya seraya tersenyum mengerjain Yudha.

"Apa? Kamu selingkuh?"

"Tidak, cintaku hanya untukmu, setia hingga akhir."

"Lalu, siapa Meisya?"

"Dia saudara sepupuku, kemarin aku sengaja mengerjain Runi, Meisya menceritakan kepadaku bahwa mereka sedang dekat namun belum jadian, aku berhasil loch babe mengerjain Runi hingga hampir...."

"Hampir apa?"

"Hampir bunuh diri." Yudha terbahak-bahak mengingat insiden itu.

"Luar biasa dirimu, bagusnya jadi aktor saja," desisnya.

"O, iya Runi, kan Meisya masih menjomlo nih, untuk ngerayainnya mendingan sekalian bayarin juga punyaku dengan capersitku ini!"

"Ah, ogah banget deh."

"Aku laporin nih sama Mei."

"Silakan saja!"

"Pak, aku permisi pulang ya!" Pamitnya kepada Runi.

"Hati-hati di jalan ya!"

"Pelit amat sih. Runi aku mau bicara sama kamu sebentar!" Serunya menjauh dari Meriska.

"Apa?"

"Aku lupa bawa dompet, kamu bayarin aja dulu nanti uangnya aku ganti di barak," bisiknya.

"Gak mau ah."

"Ayolah calon ipar," desisnya seraya menaik turunkan alisnya.

"Baiklah, nanti aku bayarin tapi...."

"Tapi apa?"

"Pacarmu buat saya."

"Enak saja loch Runi, kalau begitu enggak usah," tegasnya dengan nada marah seraya menjauhi Runi.

Senapan Yang Penuh Keajaiban (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang