CH 04

98 14 0
                                    








Mark POV

"Ah, bukan pacar, tapi mantan pacar."

Saat ku dengar Phi Saint mengatakan itu, tentu saja aku bahagia. Kesempatan ku untuk mendekati Phi Gun semakin besar. Aku hanya tersenyum membalas ucapan nya.

"Kau masih menyukai nya?" Phi Saint menempatkan dirinya duduk di atas meja. "Jujur saja pada ku."

Aku hanya tertawa canggung. Yang sebenarnya niat ku dari awal memang untuk Phi Gun. Cinta ku pada nya tidak pernah hilang walau sudah lewat beberapa tahun.

"Bagaimana bisa aku meluluhkan hati seorang homophobic seperti Phi Gun?" tanyaku pada Phi Saint, tentu saja mustahil. Tapi entah kenapa, sampai hari ini aku tidak menyerah.

Aku terkejut dengan ekspresi Phi Saint, dia malah tersenyum dan bilang. "Lama-lama juga bakal luluh, ibarat batu yang selalu di tetesi air, pasti akan tiba saat nya batu itu berubah bentuk, seperti cinta mu juga pada Phi Gun."

Perkataan yang begitu bagus menusuk jantung. Itu adalah bagian dari motivasi, tanpa sadar Phi Saint sudah memotivasi ku untuk tidak menyerah dengan cinta ku. Setelah nya ku lihat Phi Saint turun dari meja dan berjalan menuju kamar nya. "Aku mandi dulu." Begitu katanya.

Aku tentu tersenyum melihat kepergian nya. Wajah ku memerah karena menahan malu. Sepertinya aku harus berterimakasih banyak pada Phi Saint, ah tidak tidak, mungkin harus membantu nya juga mencarikan cinta sejati.

Aku kembali ke kamar Phi Gun. Bagian dirinya yang terluka sudah sepenuh nya aku obati. Ku bawa diriku duduk di samping ranjang. Memandangi wajahnya yang redup dan cerah saat tertidur seperti ini. Terlihat tenang tidak seperti biasa nya yang terlihat kejam dengan tatapan menakutkan.

Perlahan kenangan masalalu terlintas di pikiran ku. Wajahnya membuatku teringat saat dirinya tidur di perpustakaan. Dimana waktu itu aku masihlah adik kelasnya. Waktu pertama kali aku melihat wajahnya sedekat ini. Tapi bukan itu yang membuat ku jatuh cinta pada nya. Itu berawal sejak aku menjadi murid baru di sekolah nya. Aku dengan kacamata minus berjalan mencari kelasku. Saat itu juga sebuah bola hampir mengenai ku jika saja Phi Gun tidak datang tepat waktu.

Bola itu tidak mengenai ku tapi aku yang kaget sontak terjatuh ke lantai yang dingin. Bokong ku menimpa benda keras, tentu saja aku mengerang kesakitan. Membuat ku merasa malu, dan di tertawakan. Sudah malu, di tertawakan, dapat sakit pula. Tapi seketika tawa itu hening saat aku melihat Phi Gun di depan ku, menangkap bola dengan berani nya. Aku tidak tau siapa dia waktu itu, tapi saat dia membantu ku berdiri dengan mengulurkan tangan nya, saat itulah aku lihat nametag di seragam nya yang bertuliskan; Gun Napat Adarchin. Aku membetulkan kacamata ku yang miring dan melihat sekilas wajahnya yang penuh dengan keringat. Dua yang aku lihat dari nya, dia tampan sekaligus cantik membuat dada ku berdetak kencang. Saat itulah aku berpikir; apakah ini yang di namakan cinta pandangan pertama?

Setelah sepenuhnya aku berdiri, dia melepas tangan ku dan memberikan kembali bola itu ke lapangan. Ekspresi dingin nya membuat ku tertarik, terlihat menantang. Dia melambaikan tangan ke arah lapangan, sepertinya dia ingin menghentikan permainan. Lalu berbalik badan, dan perlahan melangkah. Tapi sebelum itu, aku mendengar ucapan nya. "Hati-hati." Hanya dua kata tapi sudah mampu membuat jantung ku berdetak tak karuan.

Sejak hari itu aku mulai mendekati nya walau mendengar dia adalah homophobic. Perlahan namun pasti, aku memberikan satu-persatu surat cinta untuk nya. Tapi, dia tidak membalas dan malah membuang nya ke tong sampah. Dia bahkan belum membaca dari siapa surat itu, tentu, karena bukan hanya dari ku saja dia mendapat surat tapi dari banyak wanita di sekolah.

Saat kelulusan sekolah, aku mendengar Phi Gun akan pindah ke Universitas Chulalongkorn. Universitas yang terkenal dengan kepintaran murid-murid nya. Semua saudara Phi Gun termasuk Phi Gun sendiri masuk kesana dengan beasiswa. Tentu saja karena mereka pintar dan berprestasi.

Tapi aku yang berniat mengejar nya, gagal karena nilai ku yang rendah. Keluarga ku waktu itu juga sedang tidak baik-baik saja. Makanya aku terpaksa kuliah di universitas swasta. Sebelum hari perpisahan dengan kakak kelas tiba. Aku memberanikan diri ku untuk menembak Phi Gun secara langsung, karena aku tidak ingin memendam nya terlalu lama.

"Phi Gun, maukah kau menjadi pacar ku?" Namun ternyata aku salah orang. Itu bukan Phi Gun melainkan Phi Saint. Phi Gun tidak masuk kelas karena sakit. Aku seketika malu karena semua teman kelas Phi Gun menertawakan ku, kecuali Phi Saint. Karena malu, aku langsung berlari keluar. Beruntung saat itu adalah hari terakhir mereka di sekolah, jika tidak aku pasti masih malu dan tentu mereka akan mengejekku.

Sejak saat itu aku tidak pernah lagi mendengar kabar Phi Gun. Seperti apa dia setiap hari nya, aku tidak tahu. Aku hanya fokus dengan kuliah ku dan menemukan keluarga baru. Ibu ku menikah lagi dengan ayah nya Phi Plan. Hingga aku mendengar Phi Plan berkerja di perusahaan GN Cooperation, yang katanya pemilik nya adalah Gun Napat Adarchin. Aku terkejut setengah mati ketika tahu pemilik nya adalah Phi Gun, demi apa??

Ternyata idaman ku sudah menjadi CEO. Sehebat itukah dia? Bukan hanya itu, aku mendengar saudara nya ada yang Dokter, Penyanyi dan juga Koki. Sungguh hebat sekali keluarga adarchin.

Aku menceritakan semuanya pada Phi Plan, dia dengan senang hati berniat membantu ku mendekati Phi Gun. Tapi aturan kantor nya sangat ketat, bahkan tidak mengizinkan LGBT bekerja disana. Dan entah kebetulan apa? Aku bisa merawat nya saat ini. Pasti setelah ini aku akan terus merawat nya karena dia sedang terluka sekarang. Aku harus berterimakasih pada mantan pacar nya.

Gara-gara terlalu memaksakan mengingat kenangan indah, tenggorokan ku sampai kering, sepertinya harus mengisi cairan. Aku mulai berdiri berniat mengambil air. Tapi, tiba-tiba tangan Phi Gun mencegatku. Aku lihat dia, rupanya masih tertidur. Tubuh nya penuh dengan keringat, sepertinya sedang mimpi buruk. Aku kembali duduk untuk membalas pegangan tangan nya. Menggenggam erat tangan yang sangat ingin aku pegang. Perlahan, aku mengelus rambut nya dengan lembut.

"Mae, Mae khrab....!! Mae....??"

Wajah nya terlihat tidak tenang. Pasti dia mengingat kenangan masalalu bersama ibu nya. "Tenanglah, ada aku disini." Aku semakin mengelus rambut nya dengan lembut. Tentu saja, kesempatan seperti ini tidak akan aku biarkan lepas.

Phi Gun mulai tenang, tapi matanya terbuka. Melototiku karena memegangi tangan dan mengelus rambut nya. Aku yang terlanjur ketahuan, buru-buru mencari alasan. "Akkk-- i--i-ini tidak seperti yang anda pikirkan." Aku langsung melepas tangan ku dari tangan dan rambut nya.

Tentu saja aku takut hal yang buruk terjadi pada ku. Bisa-bisa aku jauh dari nya seumur hidup. "Maafkan saya."

"Tidak papa. Oh iya maaf, karena aku kau jadi terluka."

Ini sungguh kebetulan yang indah. Phi Gun meminta maaf? Demi apa? CEO yang terkenal sombong dan kejam minta maaf? Aku semakin cinta pada nya.

"Tidak, seharusnya saya yang minta maaf. Gara-gara saya, pacar anda jadi berbuat nekat."

"Tidak-tidak, sudah ku bilang dia bukan pacar ku."

"Ah haha begitu ya."

Ini yang ingin aku dengar dari mulut nya. Gemas sekali, rasanya aku ingin memakan dia hidup-hidup.







To be continued...

Homophobic FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang