#1. Pandawi 5 (Lima bersaudari)

21 1 0
                                    

Hidup memang selalu seperti ini kan. Ada satu hari dimana kita bahagia bahkan dibuatnya lupa dengan luka. Namun ada kalanya juga sebuah lara menjalar menjadi bagian paling terasa pahitnya, ia lupa bagaimana bahagia itu tercipta, bagaimana tawa menguar jelas di udara. Yang tersisa, hanya sepasang mata yang terlihat kosong, dada yang semakin sesak, dan pilu membiru yang tak kunjung pudar.

Seperti sepasang mata milik Kahiyang Ayu Gantari. Atau dikenal dengan Gantari, atau lebih akrab lagi Tari. Sepasang matanya terlihat kosong menatap bunga sekulen milik ibu nya yang tahun lalu ia belikan sewaktu pulang sekolah di pasar flora fauna. Lebih tepatnya di kenal dengan sebutan "Pasti Jogja.". Tari menghela nafas kasar. Moodnya sangat tidak karuan hari ini, masalah datang seperti mengeroyok dirinya tanpa ampun. Ia seperti berdiri ditengah tengah badai besar tanpa penghalang apapun. Dadanya sesak, sangat sesak. Ada bagian yang hilang di hidupnya. Kosong yang semula terisi, kini mulai habis kembali.

Tari termangu di teras rumahnya. Di hadapan nya 3 amplop coklat berisi surat lamaran kerja. Hari ini, perempuan itu sudah tertolak 3 kali. Sedang sebelumnya, puluhan lamaran kerja sudah ia daftari dengan aplikasi yang berbeda di telepon genggamnya.

Pikirannya mulai melalang buana. Ditambah hatinya sangat kacau balau . Satu minggu lalu ia baru saja di putus kan dengan kekasihnya. Yang katanya "aku mau fokus sama cita-citaku dulu". Halahhhh, ingin rasanya Tari datang di hadapan laki-laki tidak tau diri itu lalu melemparkan apapun yang ada dihadapannya tepat ke arah mukanya, lalu menyeret ke aspal tak lupa menunjukkan chat yang berisi janji-janji palsu yang sangat menggelikan dulu. Bukan kah itu hanya akal-akalan seorang lelaki brengsek yang selingkuh untuk menutupi kebejatannya sendiri? Brengsek sekali memang. Sakit sejujurnya, melihat kenyataan bahwa ia berpaling karena wanita lain. Tapi kabar baiknya, ia jadi rajin sholat dan dekat dengan Tuhan karena rasa sakit itu. Walau terkadang Tari ingin menangis karena menjadi hamba yang sangat tidak tau diri, datang disaat masa masa sulit kepada Tuhan. Dan ketika bahagia, ia lupa akan kebaikan Tuhan kepada nya. Sungguh, ia sangat malu menjadi hamba yang amatiran.

Tari masih sangat sakit hati dengan laki-laki itu. Semua sumpah serapah atau bahkan doa-doa pelik sudah ia bawa disetiap sujudnya. Sakit itu merata sampai ke pertahanan tubuhnya. Seminggu ini, sungguh, Tari sangat susah untuk menelan bahkan hanya untuk sesuap nasi. Mata nya sembab seperti tidak tidur satu abad. Berat badannya bahkan turun perlahan. Setiap hari nya hanya ada lagu sendu dan suara tangisnya sendiri yang memenuhi pendengaran.

"Mbak, makan dulu. Sudah disiapin mamak." Suara adik Gantari nomer dua mengalihkan pandangannya. Ia menoleh reflek sembari mengangguk. Walaupun sungguh, ia sangat tidak berminat untuk memasukan makanan di dalam mulut. Sangat tidak selera.

Ngomong-ngomong soal saudara, Gentari anak nomer 2 dari 5 bersaudari yang isinya perempuan semua. Persis seperti lakon wayang, pandhawa 5. Cuma beda gender aja. Kebetulan sekali, Tari dan keluarganya tinggal dan menetap di Jogja. Ya karena memang mereka asli Jogja. Lebih tepatnya, Keluarga Mamak (Ibu). Karena kalau Bapak dan keluarganya asli Jawa Timur blasteran Lampung.
Bapak sendiri, sekarang sedang mengerahkan segenap jiwa raganya untuk istri serta 5 anak nya agar bisa hidup berkecukupan. Ia rela memeras keringatnya sendiri jauh-jauh di kota metropolitan. Sedang kan Mamak sendiri tidak diperbolehkan bekerja. Bapak bilang, biar anak-anak terurus, yang kerja bapak saja. Perlakuan Bapak sangat manis bukan? Meskipun Tari tau, bahwasanya Bapak juga sudah lelah dengan semua ini. Bapak sering asam lambung karena telat makan, asam urat, tak jarang juga masuk angin. Namun alih-alih mengeluh, bapak dengan ikhlas melakukan kewajiban nya dan masih tersenyum lebar walaupun dunia membuatnya babak belur demi keluarga.

Kembali ke anak-anak Haryadi, sulungnya di beri nama Gupita Damayanti. Si wanita karir yang tergila-gila dengan uang. Kikir dengan diri sendiri dan amat sangat royal jika untuk adik-adiknya. Ah ralat, khusus hanya untuk adik bontotnya saja. Namun tak jarang ia membantu Mamak juga. Mbak Gupi atau Mbak Pita ini bukan pelit, hanya saja ia sudah merasakan rasanya kerja keras dan berjuang untuk hidupnya sendiri, maka dari itu mbak Gupi sangat-sangat mampu menghargai uang. Mungkin bisa dibilang melebihi menghargai dirinya sendiri. Karena walaupun ia sedang sakit bahkan hampir sekarat, kerja tetap tidak boleh absen. Demi rupiah dan sesuap nasi. Ah jangan lupakan juga kalau ia masih menjadi mahasiswa di Universitas Ahmad Dahlan. Jurusan Perbankan Syariah, Mahasiswa semester akhir. Mbak Gupi ini sangat suka sekali nyinyirin orang. Apalagi keluarga dari Mamak. Bisa 7 hari 7 malam bergosip kalau ia sudah mendapatkan informasi terupdate dari keluarga Mamak. Kebencian nya terhadap mereka meningkat pesat semenjak Simbah (kakek nenek) meninggal dunia dan betapa terpuruknya ekonomi keluarga Tari beberapa tahun belakangan ini. Mba Gupi juga tipe orang yang ga segan-segan balas dendam. Ia seperti manusia tidak berperasaan ketika kedua orangtua dan adik-adiknya ada yang berani menyenggol. Karena jika itu terjadi, perempuan itu pasti akan segera mengaktifkan mode senggol bacok. Memang sangat mencerminkan perilaku anak pertama. Perannya selalu melindungi.

Kolase 2 KeluargaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang