MAS - 20

2K 500 217
                                    

Terima kasih dan selamat membaca 💕

Terima kasih dan selamat membaca 💕

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

MAMPUS berapa kali gue malam ini? Setelah Sri (nyaris!) tahu perasaan gue, sekarang Abang mergokin gue berduaan sama Sri?

Abang baru membuka mulut tapi gue mengangkat tangan, menempelkan telunjuk di bibir, mencegahnya mengatakan apapun itu. Gue menoleh ke belakang. Sri masih memunggungi gue, masih bergeming menghadap sisi luar balkon. Lantas secepatnya gue menyeret Abang ke kamar dengan berusaha tidak menimbulkan suara sekecil apapun.

Gue menutup lalu mengunci pintu sebelum akhirnya menghadapi Abang yang sudah duduk santai di ranjang gue.

"Sejak kapan Abang di situ?"

"Sejak, 'Lo kecewa, kan? Karena lo bakal kecewa kalau tahu itu gue yang beliin lo bubur, bukan Abang.'"

Gue menahan napas. Shit.

"Bang, don't get me wrong, ya. Itu maksudnya—"

"Sini, duduk sini," sela Abang, tersenyum, menepuk-nepuk tempat di sebelahnya. "Kita selalu duduk kalau ngobrol, kenapa kamu masih berdiri tegang begitu? Duduk sini, Adek. Boys will be boys, but we are brothers, it's not that we're gonna have a fight or anything."

Ya Tuhan. Abang ....

Gue membuang napas. Lega. Gue lega bahkan tersentuh mendengarnya. Bego, apa yang gue cemaskan berlebihan seperti ini? I've got the best brother in the world, everything's gonna be fine.

Maka gue duduk, lalu Abang mendesah berat, "Abang bilang apa, harusnya dari awal kamu kasih sendiri bubur itu ke Sri. Dia jadi salah paham, kan?"

"Sorry about that, Bang." Gue mengusap pelipis. "Tapi dia nggak bakal mau terima bubur itu kalau dari aku."

"Why?"

"Dia nggak suka aku, Bang. Bukan sekadar nggak suka karena awkward sama orang baru, tapi sensi. Citraku udah nggak bagus di mata dia."

"Karena kamu sendiri yang membangun kesan seperti itu."

Heish. Gue memutar mata.

"Bang, sejak awal aku memang nggak mau ada dia di rumah ini. Aku nggak mau ada orang baru. Sayangnya di keluarga kita cuma aku yang nolak Sri! Nggak ada alasan buat aku berusaha bikin dia impressed!"

"Awalnya memang nggak."

"Terus?"

"Terus sekarang kamu suka dia. Apa alasan itu belum cukup kuat untuk kamu bersikap sedikit lebih lembut sama dia?"

What the—gimana bisa gue ketahuan?

Gue baru membuka mulut tetapi Abang mendahului, "Takut sakit itu wajar, tapi denial itu bentuk defensif yang kekanak-kanakan. You're on your way to become a grown-up, jadi ya, just admit it."

My Adorable Sister (MAS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang