"Terkadang kesepian membuat delusi, ilusi, halusianasi, dan mimpi menyatu memberikan kesan persepektif yang berbeda, tak bisa dijelaskan lewat kata-kata, hanya bisa dirasakan oleh orang yang mengalaminya tanpa bisa dibagi ke orang lain."
-Agaraya-
Gadis itu kini kembali sendirian, meratapi kehidupannya. Sahabatnya sudah pulang ke rumahnya.Drrt...
Gadis itu mengambil Hpnya, bibirnya tersenyum simpul melihat panggilan video call dari Mamanya. Sontak dirinya langsung duduk dan merapikan rambutnya. Hanya sederhana ini membuat bahagia.
"Assalamu'alaikum haii Raya gimana kabarnya?" tanya mamanya dari seberang sana.
"Waalaikumsalam, alhamdulillah baik," balasnya sangat bahagia.
Dia merasa sudah tak sendiri lagi, meski sekedar video call sudah menjadi obat rindu baginya. Sebenarnya inilah yang dibutuhkan bukan uang dan materi.
Andaikan saja dia bisa bilang pada kedua orangtuanya. Kalau saja orang tuanya mengerti apa yang dirasakannya mungkin dia tak akan merasakan kesendirian ini.
"Ma, Papa mana?" tanya gadis itu menaikkan dagunya.
"Itu Papa." Mamanya mengarahkan kamera ke arah Papanya yang tengah sibuk di ruang kerja.
Senyum Raya seketika menghilang digantikan oleh bibir terdiam. Disaat menghubunginya Papanya masih saja sibuk dan gila kerja. Namun, dia hanya bersikap seakan baik-baiknya meskipun batinnya menjerit sekuat tenaga walaupun tak akan bisa terlihat oleh mata.
Jikalau tak bisa mengungkapkan lewat ucapan, hanya bisa digantikan oleh batin yang satupun orang tidak bisa mengetahuinya kecuali Allah.
"Papa nyuruh video call mau, cuman mau beri tahu kalau kita pulangnya sebulan lebih karena ada kerjaan lebih." Papanya kembali sibuk menatap laptop dan setelah beberapa tidak berkomunikasi hanya kata-kata itu yang terlontar dari mulutnya?
Kini kembali Mamanya yang terlihat di layar kaca HPnya. "Kalau gitu udah dulu ya, Ma. Udah malem. Assalamu'alaikum."
"Waalaikumsalam, Raya disana baik-baik ya," balas Mamanya dari seberang sana.
Gadis itu kemudian langsung melempar Hpnya ke kasur. Betapa kejamnya mereka berdua membiarkan dia sendirian.
Impiannya buat mengobrol lebih lama dengan kedua orangtuanya seketika pupus.
Malam ini dia harus tidur sendirian lagi. Memeluk tubuhnya sendirian.
Menganggap benda mati seperti temannya yang menemaninya setiap malam. Guling yang memeluknya dalam tidurnya, bantal yang menyeka cairan bening yang membasahi pelupuk pipinya. Musik yang menjadi obat penenang baginya. Suara hewan malam yang menghiasi malamnya.
Bulan yang menjadi penerang bagi hatinya. Gadis itu menatap wajahnya di cermin. Sontak ada bayangan putih bertengger dipundaknya.
Gadis itu hanya tersenyum simpul dan membiarkan sosok itu menemaninya. Lagipula di alam bawah sadarnya dia mengetahui kalau itu hanyalah delusi semata.
Sosok yang berpakaian putih itu dalam bayangannya adalah mamanya yang menemaninya.
Membiarkan imajinasi, delusi, dan ilusi menyatu menjadi satu.
Setidaknya dengan adanya hal-hal yang tak ada diluar naral dia mendapatkan hiburan malam yang tak bisa direalisasikan dalam dunia nyata.
Bayangan putih itu mengelus-elus rambut panjang. Gadis itu hanya menikmatinya dalam kamar sunyinya tanpa ada seorang pun yang menemaninya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agaraya [END]
Teen Fiction"𝙺𝚒𝚝𝚊 𝚊𝚍𝚊𝚕𝚊𝚑 𝚜𝚎𝚙𝚊𝚜𝚊𝚗𝚐 𝚒𝚗𝚜𝚊𝚗 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚖𝚎𝚗𝚐𝚞𝚔𝚒𝚛 𝚕𝚞𝚔𝚊 𝚍𝚒 𝚊𝚝𝚊𝚜 𝚍𝚞𝚔𝚊." ㅡ𝙰𝚐𝚊𝚜𝚊 𝙷𝚊𝚛𝚢𝚖𝚞𝚛𝚝𝚒ㅡ Aga dan Raya tidak salah hanya ingin saling menjaga justru berujung kesalahfahaman karena yang salah adala...