Chapter 14

21 12 1
                                    

Bismillahirrahmanirrahim ✨

Chapter 14

🕊️

"Gue tau  dari awal lo emang udah nggak suka , 'kan Jeky ikut lomba itu? Lo takut kalah saing, 'kan?"

"Raf, kalo lo memang tulus bantu Jeky, tolong, tolooong banget lo bimbing dia, lo ajarin sampai dia bisa, buat Jeky menjadi juara dalam lomba itu,"

"Jujur ini yang nggak gue suka dari lo, lo itu E G O I S,"

"Maunya menang sendiri. Lo sama aja menghambat cita-cita Jeky untuk jadi pelukis,"

Rafka merenungkan ucapan-ucapan yang keluar dari mulut Syarif. Ada yang mengganjal di hati Rafka.

"Dengan jalan apa Syarif tau kalo awalnya gue nggak suka Jeky ikut lomba lukis?"

"Dan bagaimana caranya Syarif bisa tau kalo cita-cita Jeky itu buat orang tuanya Jeky bangga sama Jeky?"

Rafka menatap langit-langit kamarnya. Mencoba berfikir lebih dalam untuk menemukan jawaban atas pertanyaannya.

Rafka mengubah posisinya menjadi miring, kini ia menatap lemari baju yang terletak di samping ranjangnya.

"Iya, sih semua anak pasti punya cita-cita buat orang tua bangga, tapi..."

"Kayanya beda, deh, sama yang di omongin Syarif..."

"Kaya ada pesan tersembunyi gitu..."

Rafka kembali mengubah posisinya menjadi terbaring menghadap langit-langit kamar. Tangannya ia letakkan di atas perut.

"Ini 'kan termasuk masalah pribadi,"

"Tapi kenapa Syarif bisa tau?"

"Apa Syarif selalu mengawasi Jeky?"

Rafka kembali berfikir. Kelopak matanya ia tutup. Lalu terbuka kembali.

"Syarif 'kan tau kalo gue nggak suka Jeky ikut lomba lukis..."

"Berarti... Syarif juga ngawasin gue, dong?"

Rafka bangun dari tidurnya. Ia kemudian menarik langkahnya menuju jendela kamarnya.

Ia meneliti setiap sudut di kamarnya. Khawatir jika ada cctv yang bersarang di biliknya.

Tapi aman. Kamarnya nggak ada sesuatu yang nggak Rafka kenal. Rafka duduk di kursi belajarnya. Menarik laci dan mengambil foto pigura di dalamnya.

Rafka mengusap pigura yang di lapisi kaca tersebut, pikirannya kembali pada beberapa tahun silam.

Waktu-waktu di mana ia masih main bareng sama Arya. Masih akur. Nggak sejauh ini hubungan persaudaraan mereka.

Walaupun kedua orang ini satu atap, tapi tetap saja, sudah mulai dari beberapa tahun yang lalu Rafka menganggap Arya sebagai orang asing di rumahnya.

"Mas Rafka! Pakein dasi gue, gue ga bisa make,"

Anak remaja yang baru masuk sekolah menengah pertama itu menghampiri kakak laki-lakinya yang sedang memasang sepatu di kakinya.

Rafka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang