Aoi bergegas mengambil tas kecilnya, suara klakson mobil Athala terus berbunyi sejak tadi meninggalkan kebisingan.
"Sabar," kata Aoi menatapnya tajam.
"Udah tau gue nungguin, jadi orang jangan ngaret."
"Namanya juga baru bangun, gue juga kan mesti solat," timpal Aoi sembari menutup pintu mobil Athala secara kasar.
"Ya makanya jangan tiduran mulu, gini kan jadinya solat asar aja udah mau magrib."
"Nggak usah ngomel!" ketus Aoi mendelik.
Terdengar suara tawa pelan dari Athala, "Iya."
"Berisik kayak ibu kos."
"Anggap aja lagi simulasi tugas kepala rumah tangga."
Aoi terdiam sebentar, setelah mengerti baru ia berdecak. Meski dalam hati perasaab bahagia tak dapat disembunyikan lagi.
"Sialan," gerutunya memalingkan wajah dengan senyum yang sudah tidak bisa ditahan.
Di sana Athala hanya tertawa diam. Selama Athala menjalankan mobil Aoi hanya terdiam.
"Serius lo gak apa-apa?" akhirnya Athala kembali membuka suara.
"Kalau tau gue ada apa-apa terus kenapa diajak?"
Athala menoleh, merasa tak enak.
"Ya udah kita putar balik aja."
"Terus bukanya?"
"Nanti buka di rumah gue aja," balas Athala santai.
"Ya ampun gue cuma bercanda doang kali." Aoi menghembuskan nafasnya panjang.
Meski begitu tetap saja Athala masih merasa tak enak. Digaruknya tengkuk yang tak terasa gatal.
"Gue nggak apa-apa, seperti apa kata lo selama ini kayaknya gue terlalu menutup mata dan hati akibatnya gue jadi selalu merasa benar dan ngeliat dari sudut pandang satu orang aja.
Gue capek, Tha, kayak gini tapi gue sebenarnya nggak siap kalau harus ketemu orang rumah."
"Terus lo maunya kayak gimana?"
"Ya mau gimana lagi? Bukannya gue harus ngehadepin ini semua ya? Toh lo juga udah nyanggupin ajakan dia buat datang ke rumahnya," kata Aoi pasrah.
"Tapi janji ya lo nggak keberatan?"
Aoi memutar bola matanya, "Iya."
"Senyum dulu dong."
Aoi tersenyum tipis, kentara sekali terpaksa.
"No! Yang bener senyumnya," protes Athala.
"Banyak mau!" gerutu Aoi kembali tersenyum kali ini tidak terpaksa.
Athala tertawa ketika mata Aoi hampir tak terlihat akibat senyumnya.
"Udah-udah nanti yang ada gue diabetes."
"Keparat," umpat Aoi.
"Hussst jadi cewek harus anggun, salah satunya kurangi ngomong kasar," canda Athala.
Aoi tak menjawab, lebih memilih menatap ke luar jendela. Kembali, perjalanan mereka ditemani dengan malamnya dingin tanpa pembicaraan.
——
Aoi mengambil nafas panjang menatap gedung berlantai dua. Kediaman keluarganya.
"Ayo!" Athala menggenggam tangan Aoi berjalan menghampiri Galang dan Aldrian yang sudah menunggunya di teras rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATHALA [SGS#2]
ספרות נוערSegal series 2 Kita dilahirkan berbeda untuk bisa saling menyempurnakan.