01. Putus, If?

26 14 0
                                    

Happy Reading

Anaqi melirik Defrina yang sedang mondar-mandir di depannya, jari lentik gadis itu tampak sedang mengetuk-ngetuk dagu dan tangan sebelahnya lagi ia silangkan di depan dada. Tanpa menghiraukan sikap aneh cewek itu, Naqi kembali melanjutkan kegiatannya pada ponsel.

"PUTUS!"

Cowok itu mendongakkan kepalanya, menatap Defrina yang sedang berkacak pinggang sembari memberikan tatapan bengis yang ia punya.

"Yakin?" tanya Naqi dengan raut tenangnya.

"Putus, If. Keputusan gue udah bulat, KITA PUTUS!"

"Hari ini, detik, menit, dan jam ini Kita selesai," sambung Def dengan suara meninggi.

"Jam dulu, menit, kemudian baru detik," sela Naqi membenarkan.

"Bodoh, pokoknya kita putus."

"Yaudah."

Defrina mendengus kesal, menatap reaksi tenang yang ditampilkan Naqi membuat darahnya semakin menggebu.

"Gue nggak bercanda, If," kesalnya.

Melihat Anaqi membujuknya, tidak setuju akan keputusan yang ia buat hanya ada didalam bayangan semata. Nyatanya cowok itu terlihat begitu santai, membuat Defrina yakin semua yang ia bayangkan tidak akan jadi kenyataan.

"Yaudah," jawabnya lagi.

Percayalah saat ini Def sedang mengata-ngatai Naqi di dalam hati.

"Gue pulang." Gadis itu meraih tas sekolahnya, melangkah menjauhi Naqi yang masih fokus pada benda persegi dalam genggamannya.

Anaqi menatap kepergian sang kekasih dengan senyum simpul, seperti dugaannya langkah gadis itu kian melambat lalu berhenti tepat diambang pintu kamar miliknya, kemudian berbalik.

"Jangan coba-coba cegah gue," peringatnya yang sama sekali tidak pernah terpikirkan oleh seorang Zaif Anaqi.

Defrina kembali melanjutkan langkahnya. Jika kalian berpikir ia beneran pulang, itu adalah satu kesalahan. Gadis itu berhenti dibalik tembok kamar Naqi, ia menghitung jari menunggu cowok tersebut menghampiri dirinya, lalu mengatakan, "Maaf ya, cantik, jangan ngomong putus lagi."

"Sembilan."

"Sembilan setengah." Hitungnya pelan.

"Sembilan koma delapan."

"Sepuluh ...." Def mencebik, pipinya mengembung. Dengan mata sayu, ia berjalan ke arah pintu.

"Putus, If?" tanyanya dengan suara bergetar menahan tangis.

"Yaudah."

"Bilang nggak kek," ucapnya pelan, tapi nyatanya masih bisa didengar oleh sang empu.

Anaqi tersenyum, ia menatap kepergian Defrina dengan kekehan kecil.

"POKOKNYA JANGAN CEGAH GUE."

Teriakan nyaring yang berasal dari bawah, membuatnya mengusap dada. Cowok tersebut berjalan ke arah balkon, menatap Defrina yang sedang meraih tas sekolahnya yang terjatuh.

Hentakan demi hentakan kaki tidak luput dari tatapan Naqi. Begitu pula dengan omelan tidak jelas yang keluar begitu saja dari bibir sigadis.

Terlihat seperti apa susahnya Defrina saat membukakan pagar, sesekali dia menendang pagar besi tersebut, dan berakhir dengan teriakan kesakitan

Setelah berhasil membuka pagar, Defrina segera meninggalkan rumah besar milik orang tua Anaqi dengan beribu kekesalan. Walaupun jalannya  sedikit pincang, tapi tidak sedikitpun bisa mengurangi omelan yang terus saja keluar.

Katakan 'Jealous'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang