Celengan Rindu

100 42 40
                                    

Setelah selesai berbincang panjang lebar bersama dan menghasilkan mata yang sembab, Nara dan Rama masuk ke dalam rumah. Melewati dapur yang pintunya terbuka lebar, mereka mendapati Arya dan Tani yang tengah memasak sesuatu. 

Baru saja bertemu kurang lebih satu jam, mereka tampak sangat akrab. Terutama Arya yang terus mengoceh dan menjahili Tani.

"Dia pacar kamu?" Tanya Rama tiba-tiba. 

Mendapati pipi anaknya yang bersemu merah, Rama menganggukkan kepala paham dan tersenyum. 

"Ternyata bukan temen doang."

Arya berjalan mendekat saat tahu anak dan ayah itu sudah masuk kembali ke dalam. "Kamu mau?" 

Arya mengangkat sebuah nampan berisi kue hasil perjuangannya. Kentara dengan penampilan Arya yang acak-acakan. Pipi yang terdapat noda coklat dan terigu, rambut yang dipenuhi terigu, belum lagi tangannya yang kotor karena adonan. 

Nara hanya geleng kepala dengan sikap Arya yang sekocak ini. Lucunya Arya terlihat habis berperang, bukan memasak.

"Kamu bikin kue atau habis acak-acakin dapur?" Kekeh Nara. Ia tetap mencolek kue brownies buatan Arya itu. Manis.

"Dua-duanya sih. Perang sama ibu." Arya nyengir kepada Tani.

Ketika pandangan Tani dan Nara bertemu, Nara langsung menutup matanya untuk sesaat. Menetralisir dan menghalau keegoisan yang selama ini menyeruak dan menutupi hatinya. 

Lalu dengan keberanian dan keinginan untuk hidup damai dan tenang, Nara menyalami wanita itu untuk kali pertamanya. 

Meskipun sebenernya Tani bukanlah selingkuhan Rama dulu yang menjadi penyebab keluarganya hancur, tetap saja Nara belum sanggup menerima kehadiran wanita lain di keluarganya selain ibu kandungnya yang kini tinggal di luar pulau Jawa.

"Kami mengharapkan kamu datang ke sini, Nara. Dan akhirnya kamu bener-bener datang." Ucap Tani penuh haru, begitu pula Rama yang menyaksikannya di kursi ruang keluarga.

"Maafin saya–" Nara menggeleng. Sadar perkataannya terlalu formal. "Maksudnya, maafin Nara, Bu."

Tani mengusap pipi Nara dengan lembut. "Gapapa, Nara, kamu gak perlu minta maaf. Ibu paham kok, nak."

Nara tersenyum, satu masalah yang selama ini mendekap satu tahun, telah usai. Tinggal ibu kandungnya yang terhalang oleh jarak. 

Tapi bagaimana pun, Nara harus berusaha meminta maaf dan mengembalikan keadaan seperti sedia kala. Dimana komunikasi harus berjalan dengan baik.

Dengan senyum sumringah, sorot matanya tertuju pada Arya yang tengah mencoleki coklat lumer brownies buatannya. Dalam hati ia bersyukur, jika bukan karena Arya, mungkin saja Nara tak akan pernah berdamai dengan orangtuanya. 

Sebab, keegoisan Nara telah menutupi telinga, mata dan hatinya untuk melakukan hal itu. Tapi entah mengapa, Arya begitu mudah membujuknya untuk menghapus keegoisan yang menurut Arya adalah perbuatan buruk.

Mungkinkah Arya adalah perantara yang dikirim Tuhan untuk mengobati lukanya?

......

Beberapa hari setelahnya, Arya mengajak Nara untuk jalan-jalan keliling kota. Berhubung cuaca hari ini sangatlah cerah benderang. Arya nyengir di depan cermin lalu berkedip, dia terus berputar menelisik apakah pakaiannya hari ini pas atau tidak. 

Pemuda itu sangat bersemangat untuk memulai harinya bersama Nara. Sampai-sampai Arya rela bangun pukul 4 pagi demi mempersiapkan diri. 

Terlalu berlebihan, karena dirinya berangkat ke rumah orangtua Nara pukul 9 tapi dia bersiap di jam-jam sebelumnya. Begitulah Arya jika jatuh cinta.

BIFURKASI RASA [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang