"Manusia boleh mencintai siapa saja karena itu haknya, akan tetapi tak boleh memaksakan perasaan oranglain. Sebab perasaan dan cinta tidak bisa dipaksakan."
-Agaraya-
Disisi lain Rain dan Aga kini tengah ada di perpustakaan. Memang pas mereka berdua disini sama-sama kutu buku. Saat disana Rain sangat canggung berbicara dengan Aga. Berbeda dengan Raya bisa santai kadang malah ketus tapi tidak canggung.
Banyak pasang mata yang melihat mereka berdua dengan tatapan yang berbeda-beda.
"Mereka berdua cocok banget sama-sama kutu buku."
"Gue dukung Raya sama Aga, Raya mana sih, sekarang malah Rain."
"Aga pas sama Rain bukan sama Raya. Kalau Aga sama Raya itu kayak bumi dan langit, sulit buat bersatu."
"Cantikan Raya dibanding Rain."
Banyak celotehan dari murid yang berlalu lalang di Perpustakaan, mereka tak menghiraukan ucapan dari teman-temannya.
Justru Rain dan Aga lebih memilih diam dan mencari tempat yang nyaman untuk mengobrol.
"Aga," panggil Rain menunduk karena gugup.
"Iya?" Aga menoleh ke Rain.
"Gue boleh ngobrol sama elo, gak?" tanyanya masih menunduk.
"Kalau sama aku ga usah sungkan, jadi ga perlu nunduk," celetuk Aga membuat Rain mengangkat kepalanya jadi sejajar dengan Aga.
"Iya, gue boleh nanya ga?" Rain menatap setiap inci wajah Aga.
"Silakan," balasnya ramah.
"Jikalau mencintai seseorang tapi kita belum tahu orang itu suka/enggak. Sikap kamu gimana? Diem aja atau mau memperjuankan dia?" tanya beruntun Rain membuat Aga mengaga ternyata sosok pendiam seperti Rain bisa se hooble ini.
'Rain kenapa malah nanya soal rasa sih?' batinnya sambil memikirkan jawaban untuk membalas pertanyaan dari gadis itu.
Aga juga sebenarnya agak canggung berbicara dengan Rain, sebab kalau bicara Raya, kan gak canggung karena Raya ketus dan gak malu-malu kayak Rain.
"Kalau aku jadi orang itu lebih mengungkapkan perasaannya dan berjuang karena namanya juga ingin sesuatu pasti harus diperjuangin daripada diam aja terlambat nanti nyesel."
Aga hanya bisa membalas apa adanya, tapi tergantung orang itu lebih memilih mencintai dalam diam seperti Fatimah anak Baginda Rasulullah ataupun mengungkapkannya secara terang-terangan seperti Situ Khadijah istri dari Rasulullah.
Rain tertegun mendengar jawaban dari Aga. Mendengar jawabannya membuat gadis itu semakin bersemangat untuk mendapatkan hatinya Aga.
"Tapi," tutur Aga membuatnya bingung.
"Kenapa?" Beo Rain.
"Kalau mencintai itu secara tulus dan jangan terlalu menginginkannya nanti jadinya obsesi yang menyakiti salah satu pihak." Terang Aga kepada Rain.
"Maksudnya?" Rain masih bingung mendengar ucapan dari laki-laki itu.
"Kalau sudah takdirnya orang yang dicintai mencintai orang lain, mungkin kita harus mengikhlaskannya karena mencintai tak harus memiliki tapi melihat orang yang di cintai bahagia sudah cukup meski dengan orang lain."
Aga menyinggungkan senyumnya ke arah gadis itu.
Gadis itu hanya mengangguk dan mencoba mencerna ucapan dari laki-laki itu. Semoga saja langkahnya benar dan tidak berujung menyakiti orang lain.
Sebab sebagai manusia boleh saja mencintai seseorang itu semua hak. Namun, jikalau tak di terima juga harus ikhlas. Sebab cinta itu tak bisa dipaksakan. Tidak juga bisa dibeli dengan uang ataupun materi.
Cinta itu tulus dari perasaan seseorang, tidak itu hadir karena ketulusan bukan karena menginginkan sesuatu. Jikalau ingin mendapatkan cinta seseorang dengan menghalalkan segala cara itu bukan cinta melainkan ambisi terlalu dalam yang berujung obsesi.
Lagipula percuma saja mengejar seseorang jikalau orang yang dikejar memilih orang lain. Ujungnya sia-sia dan menyakiti diri sendiri.
Cukuplah berjuang untuk dia yang mau di perjuangankan tak lupa pula berdoa kepada Allah agar bisa dipersatukan. Jikalau ternyata tidak menjadi perasaan. Mungkin Allah akan menggantikannyanya dengan yang lebih baik.
"Jadi harus ikhlas gitu ya?" tanyanya Rain yang hanya dibalas anggukan kepala oleh laki-laki itu.
'Kenapa tiba-tiba Rain nanya begitu? Semoga saja ini bukan hal yang buruk' Pertanyaan itu bergelayut di pikiran laki-laki itu.
"Iya jangan mencintai secara berlebihan cukup seperlunya aja. Jangan sampai cinta berubah jadi ambisi sampai tanpa disadari. Karena lebih baik cinta terbesar hanya untuk Allah saja."
"Makasih udah bales pertanyaan gue. Semoga ini berguna bagi gue," tutur Rain.
"Sama-sama semoga elo bisa bersatu sama orang yang elo cintai dan Allah merestui." Aga memperbaiki kacamata yang sedikit kebawah.
'Yang gue cintai elo Aga' batin Rain.
Dalam pikirannya Rain beranggapan Aga akan membalas perasaan. Tapi di dunia nyata dia belum tahu perasaan laki-laki itu. Dia hanya bisa berdoa dan berharap semoga apa yang diinginkannya menjadi kenyataan.
Pada hakikatnya perempuan harusnya yang diperjuangkan bukan memperjuangkan. Sepatutnya berjuanglah untuk orang yang mau diperjuangin bukan sudah ditolak masih nyotot memiliki jangan sampai akhirnya jadi beranggapan jikalau tak bisa memilikinya orang lain juga gak boleh memilikinya.
"Ehmm, btw kamu tiba-tiba nanya gitu buat apa?" tanya laki-laki itu membuat gadis bingung harus menjawab apa. Tidak mungkin juga harus mengutarakan perasaannya, kan belum tepat waktunya.
"Hehe, cuman pengen tahu aja." Rain menyengir kuda membuat laki-laki hanya mengangguk.
"Boleh nanya lagi Ga? Terakhir buat hari ini," tanyanya penuh pengharapan.
"Iya," balasnya singkat.
"Kalau orang dicintai itu deket sama orang lain karena terikat suatu perjanjian, tapi berharap banget sama orang itu balas membalas perasaan kita, sampai membuat orang lain itu untuk sedikit menjauh. Apakah yang dilakukan salah?"
Aga diam seribu bahasa mencoba memberikan jawaban yang pas dan tidak menyakiti perasaan gadis itu.
Sejujurnya dia juga tak terlalu mengerti soal perasaan, hanya bisa mengerti sedikit saja. Tapi sebagai teman yang baik sebisa mungkin dirinya menjawab pertanyaan dari temannya meskipun jawabannya belum tentu benar. Yang penting dia sudah berusaha untuk membantunya.
Begitu pula dengan Rain, dia meminta bantuannya karena mungkin bisa membuatnya sedikit mengerti dan tidak salah langkah.
Kalau dia bertanya sama Raya mungkin sedikit ga enak karena Raya tidak terlalu suka membalas soal perasaan. Kalau soal persahabatan mungkin bisa dibicarakan dengan gadis itu.
Lagipula menjaga perasaan sahabat lebih penting daripada menanyakan hal yang belum pasti. Tentunya saling menghargai meskipun banyak perbedaan itulah salah satu hal yang sepatutnya dilakukan seorang sahabat.
"Kamu boleh memintanya menjauh sedikit, tapi jangan sampai perbuatan kamu membuatnya merasa tidak enakan seakan kamu menguasai orang yang dicintai," balasnya dengan ramah dan lemah lembut.
"Iya makasih sudah mencoba memberi pengertian sama gue. Makasih waktunya maaf langcang nanya gitu," tutur Rain kini merasa sedikit lega setelah bertanya pada laki-laki itu.
Meskipun belum bisa bertanya secara langsung bahwa orang yang dimaksud adalah dirinya. Setidaknya secara tidak langsung dia sudah mengutarakannya.
Bisa membagi pertanyaan dengan Aga baginya itu sudah lebih dari cukup. Mendapatkan izin dari sahabatnya untuk melangkah lebih jauh itu juga penting. Sekarang tinggal takdir yang akan menentukan apakah dia harus mengikhlaskan ataupun bisa mendapatkannya.
_____________________________________
Haii semua gimana kabarnya?
Ini cerita sederhana dari hasil ideku. Semoga kalian suka. Mohon maaf kalau masih banyak salah maklum aku pemula.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agaraya [END]
Teen Fiction"𝙺𝚒𝚝𝚊 𝚊𝚍𝚊𝚕𝚊𝚑 𝚜𝚎𝚙𝚊𝚜𝚊𝚗𝚐 𝚒𝚗𝚜𝚊𝚗 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚖𝚎𝚗𝚐𝚞𝚔𝚒𝚛 𝚕𝚞𝚔𝚊 𝚍𝚒 𝚊𝚝𝚊𝚜 𝚍𝚞𝚔𝚊." ㅡ𝙰𝚐𝚊𝚜𝚊 𝙷𝚊𝚛𝚢𝚖𝚞𝚛𝚝𝚒ㅡ Aga dan Raya tidak salah hanya ingin saling menjaga justru berujung kesalahfahaman karena yang salah adala...