27. Damai

184 28 209
                                    

"Kedamaian adalah salah satu hal yang diinginkan setiap orang. Meskipun banyak lika-liku, kebencian, dan masalah. Percayalah kedamaian akan hadir suatu saat nanti dengan penuh ketenangan asalkan kita mau bersabar dan memaafkan yang telah menyakiti."

-Agaraya-

"Elo mau bawa gue kemana, Tang?" tanyanya dengan muka cemberut.

"Ada, lah. Gue nanti tak bonceng pakai motor elo," balasnya menatap gadis itu semakin jengah. Harusnya hari ini bisa pulang cepat dan menonton drama korea. Kini justru dia terjebak bersama Bintang.

"Terus motor elo, gimana?" tanyanya justru membuat Bintang tersenyum.

'Ngapain sih Bintang ngajakin gue, sabar Raya udah nasib' gerutunya dalam hati.

"Tang, gue ga mau ikut sama elo," tolak Raya penuh pengharapan.

"Ga, boleh ada penolakan!" Mata Bintang membuat menyorot gadis itu.

"Hmm, terserah." Gadis itu ingin sekali pergi dari Bintang. Sebenarnya bisa saja dia baku hamtam dan menolak secara kasar. Tapi ada satu hal membuat niatnya menciut agar bisa berubah lebih lagi.

Ternyata menahan ego dan emosinya lebih sulit daripada mengerjakan soal matematika dari gurunya. Jikalau matematika bisa diselesaikan dengan rumus, menahan dirinya sendiri harus memilih mempertahankan niat baik dan menghapus niat buruk yang berperang dalam pikirinnya.

Dia juga tak ingin membuat sahabatnya khawatir jika saat ke sekolah ada wajahnya lebam karena pukulan. Kebahagiaan sahabatnya lebih penting darinya.

Berkat Rain sebagai sahabatnya dia bisa berubah menjadi lebih baik. Cukup dulu dirinya tak bisa melindungi gadis itu. Untuk sekarang dia tak akan menyia-nyiakan kesempatan berharga ini.

Bahkan jikalau diperlukan dia rela mengorbankan perasaannya dan memberikan orang yang membuat nyaman kepada gadis itu. Meskipun ini tidak mudah dan di hati terasa sakit.

"Motor gue biar yang bawa Raka sama Dika," tutur Bintang lalu menelpon Raka.

"Rak," tutur Bintang.

"Iya bos, ada apa? tanyanya.

"Entar motor gue bawa sama Dika ya, anterin ke rumah, 'kan Dika nebeng elo."

"Siap bos."

Laki-laki itu mematikan hpnya sepihak dan memasukkan ke dalam sakunya.

"Udah beres," tuturnya lalu mengambil paksa kunci motor gadis itu.

"Naik," katanya.

"Hmm." Gadis itu menaiki motornya di belakang. Dia memundurkan badannya agar tidak terlalu dekat dengan Bintang.

"Pegangan gue ngebut loh," celetuk Bintang tanpa dihiraukan oleh gadis itu.

"Pegangan!" Perintah laki-laki itu.

"Nggak," tolak Raya.

"Ya udah terserah." Bintang lalu menancapkan gasnya membuat gadis itu tersentak dan hampir saja jatuh.

"Bintaaang." Teriak Raya justru membuat Bintang gemas melihat gadis itu semakin membuatnya penasaran.

Entah mengapa Bintang baru menyadari bahwa gadis itu terlihat sederhana saat dilihat dari dekat. Jikalau dulu dia tidak mementingkan kebencian dan egonya, mungkin dia langsung menjadikan Raya miliknya dan tak akan membiarkan seorangpun menyakiti gadis itu.

'Raya kenapa hati gue baru menyadari kalau elo itu sederhana tapi berharga buat gue, bukan kayak dulu lagi' batinnya menyesal dulu pernah jahat dengan gadis itu.

Agaraya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang