My Vanilla Blue 13

4 2 1
                                    

"Dan sekarang aku paham, makna dari kata didewasakan oleh keadaan"

Jeje dan Vanilla sedang berada diruang tengah. Suasana siang hari ini begitu terik tetapi terasa begitu dingin diruangan ini.
Sudah hampir 10 menit sejak Jeje mondar-mandir dihadapan adiknya itu dengan ekspresi wajah datar tanpa mengatakan sepatah katapun.

Vanilla melirik Jeje sekali-kali, karena merasa aneh ketika Jeje hanya menatapnya tanpa berbicara.
Sejak kejadian dikolam renang tadi siang, mereka belum pernah saling berbicara.

Karena merasa takut dengan sikap kakaknya itu, Vanilla memberanikan diri untuk memulai pembicaraan.

"Kok diem?" Tanya Vanilla membuka topik sembari mengigit cokelat miliknya dengan perasaan cemas.

Tak ada jawaban. Jeje masih memandang Vanilla dengan ekspresi wajah sinis.

"Hellooo!" Ucap Vanilla lagi.

"Kok bisa sihh Laaa???" Marah Jeje akhirnya membuka suara dengan sorot mata tajam kearah Vanilla yang sedang duduk manis dihadapannya.

"Karena bisaa." Balas Vanilla acuh sembari memasukkan coklat kedalam mulutnya.

"Berarti gak lama setelah gue cabut ke kelas dong?"

Vanilla mengangguk mengiyakan.

"Siapa orangnya? Kasi tau ke gue."

"Kepleset kakkk."

"Gue gapercaya."

"Yaudah kalau ga percaya."

"Ngaku gakk? Atau gue kesekolah sekarang buat periksa cctv disana?" Ancam Jeje.

"Gausah Kak Jejeeee."

"Ya terus siapa orangnya?"

"Gue ga tau dia siapa.
Dan kayaknya dia juga ga sengaja nyenggol gue. Udahlah Kak, gausah dibesar-besarin. Kan sekarang gue udah gapapa." Balas Vanilla.

"Iyaaa Laa. Sekarang udah gapapa. Tapi gimana kalau tadi lo kenapa-napa?!
Gimana kalau Rey gak dateng nolongin?!
Gimana kalau yang ngedorong lo juga punya niat ga baik? Gimana Laaa?!
Lo mau bikin gue nyesel ninggalin lo disana?!" Bentak Jeje.

Vanilla menatap Jeje lekat-lekat dengan sorot mata berkaca-kaca. Karena merasa dibentak, Vanilla kemudian bergegas berdiri lalu melempar coklat yang sedang dimakannya keatas lantai.

Gadis itu berlari masuk kedalam kamarnya dengan perasaan kesal karena Jeje berani meninggikan suara saat berbicara padanya.

"Arrgghhhhh." Geram Jeje membanting bantal sofa.
Ia menyadari suaranya lumayan tinggi saat berbicara dengan adiknya itu. Ia tahu betul, Vanilla punya hati yang sensitif ketika seseorang berbicara dengan nada tinggi kepadanya.

Tapi tetap saja perasaan kesal menyelimuti pikiran Jeje saat ia tahu ada seseorang yang berani mencelakakan adiknya itu.

Karena tak ingin emosinya menggerogoti pikirannya lebih dalam, Jeje memilih meraih kunci mobil yang berada diatas meja, kemudian keluar meninggalkan rumah dengan mobilnya.

***

Suara alunan musik klasik bergema dipenjuru ruangan bernuansa korea ini.
Pada salah satu sudut ruangan dengan jendela besar disampingnya, terlihat Daffa dan Rere tengah manikmati hidangan yang mereka pesan sedari tadi.

"Canggung gak?" Kata Daffa setelah menelan ramennya.

"Lumayan. Tumben ngajak makan berdua." Heran Rere mencoba menatap pria itu.

"Jadi gini.
Re, gue mau ngomong." Ungkap Daffa setelah mengelap mulutnya denga tisu.

"Ngomong apaan? Langsung aja, mau nembak?" Ledek Rere.

My Vanilla BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang