16. Hukuman

20 4 0
                                    

*****

"Apa rencana lo kali ini?" tanya Amira menatap Azriel yang berdiri di sisi lapangan. Pria itu baru mengantar Bila ke kelasnya.

"Buat dia di hukum di lapangan," jawab Azriel santai.

"Kayaknya gue tau apa yang harus gue lakuin," ucap Amira tersenyum sinis.

"Syukurlah. Gue gak perlu bilang." Setelah mengatakan itu, Azriel masuk ke dalam kelasnya.

"Apa susahnya bilang makasih?" kesal Amira menatap punggung Azriel yang mulai menghilang dari pandangannya.

"Gue harap mereka serius saling benci!" ujar Amira serius, dia kembali menyukai Azriel. Gadis itu pun pergi dan langsung menjalankan rencana dari pria itu.

Amira menatap sekeliling kelasnya yang sangat sepi karena semua orang pergi ke perpustakaan untuk membawa buku paket baru. Gadis itu berjalan menuju meja mantan sahabatnya, tangannya mengambil buku tugas matematika. Lalu menyobek bagian jawaban dari soalnya, Amira menyimpannya di lipatan buku di meja guru. Dia yakin jika guru matematika akan melihatnya.

**

"Kumpulin tugas yang bapak berikan minggu kemarin," ujar Pak Fahmi kepada murid di kelas ini yang langsung mengangguk.

"Kalo yang belum, cepat keluar dari kelas," lanjutnya seraya menatap murid yang mulai mengumpulkan.

"Pak, gimana kalo bukunya ketinggalan?" tanya Bila dengan raut wajah panik. Ia sudah mencari di dalam tasnya, tapi Bila tidak bisa menemukannya. Padahal Bila ingat jelas sudah memasukan bukunya ke dalam tasnya saat masih di rumah tadi pagi.

"Ketinggalan? Di rumah maksud kamu?" tanya Pak Fahmi menatap Bila yang langsung menganggukkan kepalanya.

"Itu pasti alasan kamu aja, kamu belum mengerjakannya," tuduhnya. Bila menggeleng cepat.

"Tidak, Pak. Saya sudah mengerjakannya. Bukunya memang ketinggalan di rumah," ujar Bila berusaha agar guru matematika itu tidak berburuk sangka kepadanya.

"Terus ini apa? Ini bukan kamu, 'kan?" tanya Pak Fahmi memperlihatkan buku tugasnya. Bila membulatkan kedua matanya, ia tersenyum senang seraya menganggukkan kepalanya.

"Tapi, kamu belum mengerjakannya. Kamu hanya menulis soalnya," lanjut Pak Fahmi membuat Bila terkejut.

"Tapi, Pak. Saya yakin sudah mengerjakannya semalam," kekeh Bila masih berdiri dari duduknya.

"Kalo sudah mengerjakannya, kenapa di sini tidak ada?" tanya Pak Fahmi menunjukan kertas kosong tepat di samping soal.

"Saya jujur, Pak. Saya sudah mengerjakannya dan bukunya hilang. Saya tidak tau jika bukunya ada di meja bapak," jelas Bila membuat Pak Fahmi menghela nafas kasar.

"Bapak tidak butuh kejujuran kamu, bapak hanya mau jawabannya ada." Bila langsung menampilkan raut wajah sedihnya.

"Selama bapak mengajar saya, saya selalu mengerjakan tugasnya, 'kan? Bapak percaya dong sama saya!" kesal Bila membuat Pak Fahmi sedikit terkejut.

"Kamu kok malah kesal sama bapak? Kamu memang selalu mengerjakan pekerjaan rumah, tapi jangan memanfaatkannya, Bila. Mungkin aja kamu lagi malas, makanya tidak mengerjakan," ujar Pak Fahmi seraya merapikan buku tugas murid di kelas ini.

"Buk--

"Udah jangan di jawab lagi! Sekarang kamu keluar dari kelas! Hormat ke bendera sampai pelajaran bapak selesai," potong Pak Fahmi membuat Bila lesu.

Bila pun dengan pasrah menganggukkan kepalanya dan melangkah keluar dari kelasnya. Dia menatap matahari yang bersinar dengan sangat terik. Membayangkan harus berdiri dan hormat ke bendera di saat cuaca seperti ini, membuat Bila memanyunkan bibirnya. Dia pasti akan pingsan karena dehidrasi. Bila mulai menjalankan hukumannya.

"Aduh, panas banget. Gue pasti pingsan," keluh Bila seraya mengusap keringat yang membasahi pelipisnya.

Sebuah botol hampir mengenai kepalanya, untungnya dengan sigap Bila langsung menerimanya. Dahinya berkerut melihat orang yang melempar air putih yang dingin itu. "Buat gue?" tanyanya penasaran.

"Nanti pingsan, ngerepotin," jawab Arya seperti biasa dengan nada dingin dan tatapan datarnya.

Bila tersenyum senang. "Makasih banyak ketua osis! Gue kayaknya emang hampir pingsan. Tapi, gak akan lagi, karena lo ngasih gue air. Makasih banyak lho." Arya seperti biasa mengabaikan, dia malah pergi dari hadapan Bila yang masih menampilkan senyum senangnya.

"Harusnya Azriel yang ngasih, bukan Arya. Tapi gakpapalah. Yang penting gue minum," gumam Bila seraya membuka tutup botolnya lalu meminumnya dengan santai.

Dari kejauhan, Azriel melihat sang pacar yang di hukum seorang diri di lapangan seluas itu. Ia juga melihat pria yang memberi Bila sebotol minum. Azriel menghela napas kasar, ia menunduk sekejap, lalu mengepalkan sebelah tangannya. Semakin hari, Azriel semakin tidak menyukai apa yang dia lakukan kepada Bila. Tapi, mau bagaimana lagi? Azriel terpaksa melakukannya. Dia juga tidak punya pilihan lain.

"Maaf Bila ... maafkan gue," batin Azriel menatap Bila yang dihukum karena ulahnya sendiri.

******

"Gak kerasa. Ini hari kelima. Apa rencana lo?" Amira menatap Azriel yang fokus bermain game. Ia selalu datang ke kelas pria itu sejak Arga menyuruh Azriel membuat Bila menderita selama satu minggu.

"Ngurung dia di gudang seharian," jawab Azriel santai. Sontak, Amira menatapnya dengan tatapan terkejut.

"Gak! Gue gak setuju. Bila takut kegelapan! Apalagi di kurung di gudang seharian. Lo bisa cari cara lain?" tolak Amira mentah-mentah. Meskipun dia selalu menjauhi Bila, dia tetap peduli kepada mantan sahabatnya itu.

"Gak bisa. Ini cara biar gue gak ngelakuinnya lagi. Bila pasti bakal nangis seharian. Kalo gue pakai cara lain, dua hari ke depan dia menderita lagi," jelas Azriel yang memikirkan cara itu kemarin siang. Ia sangat ingin melakukannya.

Amira mengusap wajahnya kasar, kemudian menghela napas panjang.

"Oke. Terserah lo aaja. Terus gue harus ngelakuin apa?" tanya Amira memilih pasrah.

Azriel menyimpan ponselnya, lalu membisik dan mengatakan apa yang harus dilakukan oleh gadis itu.

***

"Sebenarnya gue malas ngomong ini. Tapi, gue gak mau hati gue gak tenang gara-gara gak nyampain pesan dari seseorang," ucap Amira kepada Bila yang tengah memainkan ponselnya. Gadis itu melipatkan kedua tangannya di depan dada.

"Apa? Pesan dari siapa? Bilang." Bila mendongak, menatap Amira dengan tatapan serius.

"Azriel. Dia nyuruh gue buat bilang ini sama lo. 'Suruh Bila datang ke gudang sekarang. Ada yang mau gue omongin.' Katanya kayak gitu," ucap Amira membuat Bila menatapnya dengan tatapan curiga.

"Gimana gue bisa percaya sama ucapan lo?" tanya Bila merasa tidak percaya.

"Gakpapa. Gue udah ngira lo gak akan percaya. Tapi, pacar lo itu maksa," jawab Amira dengan nada santai seraya kembali keluar dari kelas.

-Azriel-
•Kalo gak sibuk, lo bisa datang ke gudang gak? Gue mau ngomong tentang alasan itu.

"Ternyata dia gak bohong," gumam Bila setelah membaca pesan dari pacarnya. Lalu, gadis berwajah imut itu berdiri dan berjalan menuju gudang. Di sekolah ini hanya ada satu gudang yang tidak jauh dari kelasnya dan kelas Azriel. Jadi, Bila berjalan menuju gudang yang sangat berantakan dan gelap.

"Azriel? Lo di mana?" tanya Bila menatap sekeliling gudang yang sepi. Saat dia akan menghubungi pacarnya, tiba-tiba ponselnya di ambil oleh seseorang.

Bila awalnya akan membalikkan badannya, namun dia malah di bekap dan di dorong masuk ke dalam gudang itu. Bila tidak melihat orang yang tiba-tiba mendorongnya. Dia akan keluar, namun pintunya di kunci. Bila sangat panik, ia sangat takut sendirian di kegelapan dan kesunyian.

"TOLONG! TOLONG BUKA PINTUNYA! DI SINI ADA ORANG!" teriak Bila seraya mengetuk-ngetuk pintunya. Namun, tidak ada yang mendengarnya. Hingga Bila menangis dan menutup wajahnya menggunakan telapak tangannya. Bila sangat ketakutan, dia membutuhkan pelukan dari Azriel.

******

Revisi 01.06.2022, 19.12

What Happened? (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang