24. Seokjin hyung marah

2.4K 443 82
                                    

.

Makan ditemani ayah, tidur ditemani ayah, kemana-mana tidak afdol kalau tidak bersama ayah. Seojoon sama sekali tidak keberatan, bahkan jika ia harus membawa semua pekerjaan kantor yang sudah ia tinggalkan beberapa bulan belakangan ke rumah, ia tetap memprioritaskan putra bungsunya.

Tentang Taehyung, Seojoon bahkan tidak mengijinkan anak itu untuk beranjak dari kamarnya. Beberapa minggu ini ia cukup down karena rontokan rambut yang tidak main-main. Sejujurnya Seojoon merasa hatinya perih kala melihat putra kecilnya menangis dalam diam saat malam hari. Rambutnya tipis, juga beberapa keadaan mual muntah yang membuat Taehyung serasa ingin menyerah kapan saja.

Seokjin dan Namjoon pun sama protektifnya dengan si ayah. Keduanya bahkan kini sangat peka pada keadaan sang adik, dua bulan dengan keadaan seperti ini membuat keduanya tau bagaimana keadaan adiknya saat baik dan saat tidak baik. Apalagi Seokjin yang notabene seorang dokter, keadaan Taehyung sudah makanan sehari-hari baginya.

Hari ini tepat hari sabtu, dimana dua hari lagi adik bungsu mereka melakukan kemoterapi kedua. Si bungsu memang sudah rewel dari pagi, ditambah lagi sang ayah pergi tanpa mengucapkan pamit membuat adik bungsu mereka cukup menyebalkan hingga siang hari ini.

Seokjin mengurut pangkal hidungnya dengan pelan, kepalanya sudah sakit ditambah lagi Taehyung kembali rewel dan mogok makan tepat di hadapannya. Seokjin sebenarnya sudah mewanti-wanti sang ayah untuk tidak pergi tanpa pamit pada adik bungsunya. Bukan apa, adiknya itu cukup sensitif jika mengingat ayahnya akan pergi meninggalkannya lagi.

"Tae, ayo makan dulu." Namjoon membujuk dengan menyodorkan semangkuk bubur ayam kesukaan Taehyung. Anak itu hanya menggeleng.

"Appa mana, hyung? Tae tidak mau makan kalau appa tidak ada disini." Seokjin menghela nafasnya, ia menoleh.

"Taehyungie, lusa kau harus kemo kedua. Tidak akan baik jika kau tidak menjaga pola makanmu sekarang, takutnya kemo itu akan dibatalkan nanti." Taehyung menatap Seokjin, menolak suapan didepan wajahnya lalu mendorong sendok yang diberikan Seokjin padanya.

"Appa, Tae mau Appa."

"Mau appa bagaimana! Kau tau betul appa kerja Taehyung! Jangan buat kesabaran ku habis!" Pekik Seokjin.

Namjoon yang ada disana pun sontak menggenggam tangan sang kakak, takut jika kakaknya ini lepas kendali. "Hyung, tenangkan dirimu."

Seokjin menghela nafasnya, mengusap wajahnya lalu menoleh ke arah Taehyung.

"Taehyung-ah, hyung—"

Prangg!

"Siapa yang minta hyung sabar terhadapku?" Ujarnya setelah melempar gelas berisi air juga kotak obat yang ada di sampingnya.

Hal itu tentu saja menarik perhatian Seokjin, tangannya terkepal dengan wajah memerah. Ia sama sekali tidak bisa membayangkan bagaimana bisa anak ini marah sejauh ini padahal dia yang salah? Seokjin sampai bingung setengah mati.

Merasa amarahnya sudah mengobar, ia lantas tak menjawab sahutan adiknya lalu beranjak dari sana. Dorongan kursi kayu terdengar nyaring, Taehyung sampai diam saat melihat Seokjin langsung pergi tanpa meladeni perkataannya barusan.

"Jin hyung, jangan pergi." Gumamnya. Entah Seokjin tidak dengar atau pura-pura tuli, ia berjalan keluar dari rumah menuju bagasi, membanting pintu bagasi lalu keluar dengan mobil hitamnya. Ia bisa stress jika begini terus menerus. Sudah stress di rumah sakit, sekarang bahkan dirumah pun ia tidak bisa bernapas dengan lega.

Namjoon menghela nafasnya, ia bangkit lalu mendekap adiknya sambil mengusap punggung bergetar adik bungsunya.

"Seokjin hyung hanya butuh waktu untuk tenang, bisakah kau menurutiku hari ini saja? Hyung juga bingung harus bagaimana jika appa dan Jin hyung tidak ada dirumah." Taehyung menatap Namjoon sejenak lalu mengangguk.

Happier [Kim Brothers]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang