12

67 9 146
                                    

Ring___ring___ring___suara handphonenya membuyarkan lamunan Rizky, juga keintiman Dinda dan Imran.Dinda reflek melepaskan genggamannya di tangan Rizky dan juga melepas diri dari rengkuhan Imran. Rizky segera mengangkat panggilan telephone dari Virgie sembari meninggalkan meja makan.

"Din, lanjutkan makanmu!, ucapan nenek jangan dimasukkan hati ya!",Hema berusaha mencairkan suasana.

Dinda hanya mengangguk, dengan senyum terpaksanya, lalu menoleh Imran yang tersenyum sembari membelai bahunya.Tatapan Imran seolah berkata, 'semua akan baik-baik saja'.Hal itu cukup mengobati luka hati Dinda atas hinaan Rekha tadi.

Setelah selesai makan siang Imran kembali ke kantor, Dinda mengantarnya hingga ke teras,"Aku ke kantor dulu, kau jangan memikirkan ucapan nenek ya, bagiku kau wanita terbaik yang pernah kutemui!",Imran seolah tak sadar bagaimana lidahnya itu begitu lihai merayu Dinda, mengingat mereka belum lama saling mengenal.Cinta di hatinya begitu pesat bertumbuh hingga Imran merasa sudah begitu dekat dengan Dinda.

Dinda yang masih merasa asing akan sikap Imran hanya tersenyum canggung.Imran mengecup kening Dinda sebelum pergi.Kecupan itu cukup menghangatkan hati Dinda, ia bisa merasakan ketulusan hati Imran melalui kecupan itu.

Baru satu langkah Imran melangkah pergi, suara Dinda sudah menggentikan langkahnya,"Mas Imran tunggu!"

Imranpun segera berbalik menatap istrinya,"Ya?"

"Ehm...terima kasih...!",ucap Dinda nampa canggung

Imran mengernyit tak mengerti untuk apa Dinda berterima kasih,"Aku tidak memberimu apa-apa?",

"Ehm...sebenaranya aku tidak merasa harus dibela, tapi apa yang mas Imran lakukan tadi bagiku sangat berarti!",jawab Dinda.Hati Imran melambung karena merasa berguna sebagai suami Dinda.

Imran tanpa segan merangkum wajah Dinda,"mulai saat ini aku berjanji, aku tidak akan membiarkan siapapun merendahkanmu!",

Dinda termangu menatap dalam mata Imran yang menyorotkan janji tulus, bibirnya kelu untuk menanggapi ucapan Imran yang bernada penuh cinta."Terima kasih!",kalimat ini sepertinya sudah cukup untuk membalas ketulusan Imran

Imran tersenyum, lalu kembali mengecup kening Dinda cukup lama, hatinya bergetar hebat merasakan cinta yang semakin meletup-letup di dadanya.Hasrat kelakiannyapun timbul, perlahan ia mengarahkan bibirnya ke bibir Dinda.Tak jauh dari posisi sepasang suami istri itu, Rizky menahan api cemburu yang melahap dadanya.Ia segera berbalik saat sepasang suami istri itu saling menatap dengan bibir yang seolah tanpa jarak.

Dinda menatap ragu wajah Imran, ia tahu apa yang akan Imran lakukan, 1 sisi hatinya menolak hal itu, namun sisi hatinya yang lain tak berdaya menolak ketulusan Imran.Tanpa sadar Dinda memejamkan mata dan mengatupkan bibirnya.Imran tahu dilema yang sedang dirasakan Dinda.Penolakan dan ketidak berdayaan tersirat jelas dari ekspresi wajah cantik itu.Imranpun mulai dirayapi pergulatan batin, 1 sisi hatinya tak ingin memaksa Dinda, namun sisi hatinya yang lain ingin mencoba keberuntungannya.Dengan perlahan Imran menyatukan bibirnya ke bibir Dinda.Spontan Dinda meremas kemeja Imran,terjadi pergulatan di batinnya.Sedang Imran mulai kalah dengan egonya, ia menekan punggung Dinda agar merapat ke tubuhnya.Dicecapnya rakus bibir ranum sang istri.Dinda tak bisa menikmati ciuman itu meski ia tak kuasa untuk menolaknya.

Gairah sudah menguasai Imran, kelakiannya sudah mengeras di balik celananya, jantungnya berdegup kasar.29 tahun melewati masa remaja hingga dewasa,baru kali ini Imran tak kuasa menahan gairahnya.Imran melepas ciumannya,lalu menatap dalam wajah Dinda yang seketika menunduk.Diangkatnya dagu Dinda dan disekanya sudut bibir Dinda.Dinda tak mengerti kenapa hatinya seolah tak sepenuhnya mengizinkan Imran menyentuhnya lebih jauh, namun ia masih terpenjara dalam ketidakberdayaan untuk menolak Imran, suaminya yang mulai menunjukkan sikap pedulinya.

Mengikuti TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang