17. Naga dan Jisei, Perjanjian dan Retakan

173 53 9
                                    

Alka memasuki desa ketika surya telah terbenam di balik gunung-gunung. Horizon timur sudah mulai gelap dengan awan-awan kelabu sementara bagian barat masih dihias semburat oranye, menciptakan pemandangan cakrawala yang kontras namun memanjakan netra untuk disaksikan dari lereng pegunungan ini.

"Kakak!"

Seorang bocah perempuan berkuncir dua berlari ke arah Alka dan memeluk pinggangnya. Kepalanya yang hanya setolok perut Alka tenggelam di sana sebelum kemudian ia mendongak dan tertawa lebar.

"Selamat datang kembali," sambut bocah perempuan itu.

Alka spontan tersenyum, kemudian berjongkok dan menyamakan tinggi dengan si bocah. "Halo, Fya," sapa dara itu.

Ini sudah hari ketiga sejak Alka dan timnya tiba di desa. Dirinya, Elsi, Zeeb, dan Jaac terus berpatroli mencari jejak di hutan yang pekat oleh kabut Buszo, tetapi belum mendapatkan hasil hingga kini. Selain karena terbatasnya jarak pandang, tekanan yang diberikan Buszo juga sulit ditepis. Alka sulit bernapas di sana dan jika ia lengah sedikit saja, bisa-bisa isi kepalanya sudah menjadi bagian dari Buszo, menggila dan dikendalikan olehnya.

Sesuai dengan yang sudah diprediksi, Buszo yang menyebar di hutan adalah Buszo hipnosis.

"Baba bilang hari ini akhirnya kita bisa makan daging! Tadi siang Kak Aalisha menangkap dua kelinci waras ketika mengusir serigala gila kembali ke hutan," lapor Fya yang kini menggandeng tangan Alka, semangat menuntunnya ke arah sebuah rumah di antara barisan rumah-rumah penduduk.

Penduduk yang mulai menyalakan api di obor depan rumah, menyapa Alka dan yang lain dengan ramah. Jaac membalas sapaan mereka dengan senang hati sementara Elsi dan Zeeb mengangguk pada satu per satu penduduk yang bertemu pandang dengan mereka.

"Oh, ya? Kamu harus makan banyak nanti, kuberikan bagian dagingku untukmu, Fya." Jaac melangkah mendekat dan mengacak puncak kepala Fya.

Dara kecil itu menggeleng. "Tidak. Kakak-Kakak harus makan banyak. Kalian harus sehat dan kuat untuk bisa melindungi kami," kata Fya mantap.

Alka sekali lagi mengembangkan senyum, menarik Fya mendekat ke tubuhnya dan merangkul bahu kecil itu dengan hangat.

Desa ini sunyi dan atmosfernya berat oleh teror ketika Alka tiba tiga hari lalu. Tetapi, sejak tim Tentara Langit datang, penduduk mulai beraktifitas dengan normal kembali karena mereka merasa lebih aman. Ada banyak bocah di sini, mereka mulai tertawa dan bermain lagi saat siang hari terutama karena kehadiran Aalisha dan Jaac yang selalu bisa membawa suasana. Tawa anak-anak ini kemudian menghidupkan desa, membuat orang-orang dewasa ikut tersenyum dan merasa lebih tenteram.

Alka menatap lamat-lamat lanskap desa yang mulai tertidur. Ia tidak pernah menjelajah ke mana pun dulu ketika tinggal di kastil. Dalam lima bulan terakhir, berapa banyak tempat yang sudah Alka kunjungi?

Memang benar, ia dulu memilih mendaftar Tentara Langit karena orang lain. Tetapi, tidak pernah sekali pun Alka menyesal telah memilih jurusan ini.

|°|°|

"Keadaan masih baik-baik saja sampai sekarang, lebih baik dari yang aku perkirakan." Kak Asa menutup pintu lalu mendekat ke Alka dan yang lain yang kini duduk melingkar di tengah ruangan.

Kepala desa, ayah Fya, menyulap ruang keluarganya menjadi kamar tamu di mana mereka berdelapan dapat beristirahat dan menyimpan barang-barang. Tidak terlalu luas, namun lebih dari cukup untuk menampung kedelapannya.

"Aku malah khawatir karena rasanya seperti keadaan yang tenang sebelum datangnya badai. Firasatku tidak bagus," ucap Aalisha. Dia menarik kaos kaki dan merapatkan diri di antara Zeeb dan Kaori. Kaori tersenyum, menggenggam tangan Aalisha seolah menyalurkan kehangatan.

[Kami] Tentara LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang