01.

104 10 5
                                    

07 November 2007.

Polisi kembali menarik garis kuning melintang mengelilingi kebun jeruk limau yang dua hari sebelumnya telah dipanen dan dijual ke pusat kota oleh si pemilik. Ini adalah mayat kedua setelah satu hari sebelumnya ditemukan mayat laki-laki siswa sekolah menengah dengan keadaan yang sangat sulit dikenali di daerah tak jauh dari tempat kejadian.

Kali ini mayat ditemukan menggantung di atas tiang listrik yang tertanam di sebuah perkebunan milik penduduk. Korban kembali berjenis kelamin laki-laki, berusia tiga puluhan, memakai pakaian perkantoran lengkap.

Tidak ada satupun luka di wajah korban, namun dari perut ke bawah telah hancur seperti luka tumbukan dua benda besar yang menghimpit tubuh bagian bawahnya.

Tak begitu banyak penduduk yang berkerumun, karena saat itu masih pukul tiga dini hari.

Bahkan burung gagak yang biasanya bangun lebih pagi tak menampakkan sayap hitamnya.

“Kasus ini sangat mirip dengan kasus tiga bulan yang lalu di kota Esbet.” Ujar kepala pimpinan kepolisian yang pertama kali mendapat laporan bahwa terjadi pembunuhan di desa Boulverine, desa terpencil tak jauh dari pusat kota Esbet.

Kepala pemimpin kini lebih tertarik pada suara shutter dibelakangnya.

“Rajin seperti biasa, dengar-dengar kau berhenti dari pekerjaanmu?” Pemimpin itu mendekat, mempertajam penglihatannya pada layar kamera yang di zoom. Mengangguk setelah menemukan keganjilan pada tubuh korban yang terpampang di layar kamera.

“Aku tidak akan pernah berhenti.”

Mereka saling kenal karena jurnalis muda terkenal sangat berbakat. Wajahnya nilai tambahan selain pemikirannya yang tajam. Pernah sesekali pemimpin itu bertanya, kenapa pemuda itu tak bergabung dalam satuan detektif di kotanya?. Dan pemuda itu menolaknya dengan ringan, “Tak semua kasus menarik perhatianku.”

“Mark Siwat dan keras kepalanya. Berhati-hatilah seperti biasa.”

Mark mengangguk, ia jurnalis muda yang dua minggu lalu baru saja kehilangan pekerjaan. Dalam kasus yang sama, ia sudah melewati batas sebagai seorang wartawan. Terlalu berani ikut campur sampai atasannya kewalahan dan mengambil keputusan untuk memberhentikannya.

Tak semua kasus membuatnya tertarik. Orang sakit jiwa macam apa yang mengambil ujung jari kelingking korbannya, membuatnya cukup penasaran. Berdasarkan kasus yang sama sebelumnya, terhitung ini adalah korban ke empat kasus pembunuhan yang sama.

Ujung jari kelingking korban di potong, simbahan darah dari luka tusukan ataupun sayatan terpampang pada tubuh korban. Menurut kepolisian, pelaku menyiksa korban dahulu sebelum membunuhnya.

Mark Siwat pekerja yang gigih dan terlalu berani mengambil resiko. Malamnya isomnia, ia amat sangat dekat dengan Pirapat yang tak lain adalah kepala tim kepolisian di kota Esbet. Pirapat tau bahwa Mark sangat kehausan dan berambisi.

Pada jam dua dini hari, Mark memainkan ponselnya dan membuka laman akun sosial milik kepolisian Esbet. Tentang kewaspadaan masyarakat jika saja melewati jalanan yang sepi. Pembunuhan baru saja terjadi ketika hari masih menggelap, di dalam postingan adalah sebuah foto plang penunjuk arah yang bertuliskan nama daerah terpencil di Esbet.

Mark segera memasukkan lensa kamera kedalam tas yang selalu ia bawa. Satu jam kemudian ia sudah berada di sini, Pirapat tak lagi heran dengan kantung mata yang ia miliki.

Sambil menunjuk layar yang masih di zoom, Pirapat melanjutkan kosakatanya.

“Jadi ini yang membuatmu tak bisa tidur?”

Mark hanya membuang napas dan menurunkan kameranya.

“Binatang macam apa yang menghabisi korbannya dengan cara seperti ini. Kau ingat korban pelajar kemarin? kaki kirinya penuh ukiran. Saat ditemukan, darah sudah mengering di tanah.”

Rosewoods || Earth-Mix-Perth-MarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang