1.0 | Hypocrite

583 148 15
                                    

"Tentang kasus kematian seorang pengusaha, yang katanya dibunuh sama rekan bisnisnya sendiri."

Kali ini Jungwon yang tersedak, terkejut dengan penuturan Jake sekaligus karena potongan pizza yang ia telan terlalu besar. Tangannya bergerak mengambil kaleng soda, lalu meneguk dengan segera.

"Hati-hati," ujar Sunghoon sambil mengusap punggung Jungwon yang duduk di sampingnya saat itu.

"Kok bisa dibunuh rekan bisnis sendiri?" tanya Riki, jiwa remaja yang penasaran akan sesuatu mulai tumbuh dalam diri.

"Mereka bikin bisnis bareng dan sukses besar, terus tiba-tiba ada masalah pribadi. Jadi si pelaku, ngebunuh temennya sendiri," jelas Jake, menceritakan kisah yang pernah diceritakan sang ayah beberapa tahun lalu. Yang artinya, kasus tersebut telah berlalu cukup lama.

"Terus akhirnya gimana?"

"Pelakunya dipenjara, tapi cuma beberapa tahun, nggak sesuai sama apa yang dia lakuin."

"Kok gitu?"

"Main duit kali," sahut Heeseung tanpa pikir panjang. "Dunia udah agak nggak beres sekarang, jadi duit bisa nebus kesalahan seseorang. Nggak heran ketika orang kaya kena masalah, mereka bisa bebas dengan mudah."

"Money talks." Sunghoon terkekeh pelan. "Emang hidup bakal lebih gampang kalau punya harta sama tahta."

"Kak Jay sama Kak Jake kaya."

Jungwon mengernyit, menatap Riki bingung. "Terus kenapa?"

"Gapapa, cuma ngomong aja," jawab Riki santai. "Terus agak penasaran dikit."

Satu alis Jake terangkat. "Penasaran tentang apa?"

"Kalian berdua kan kaya, kalo buat masalah, nggak pernah pake privilege kalian buat kabur, kan?"

"Enggak, lah." Jake membantah dengan cepat. "Bikin masalah dikit aja udah dimarahin sama orangtua."

"Bagus," balas Riki dengan bangga, lalu beralih menatap Jay. "Lo juga nggak pernah kan, Kak?"

Jay terperanjat, sedikit terkejut karena diserang pertanyaan tiba-tiba. "Iya, nggak pernah kok."

"Apapun yang kalian punya, jangan sampe bikin kalian lupa buat bersikap sebagai manusia yang seharusnya." Heeseung kembali mengingatkan. "Kalo ada salah, jangan lari dari tanggung jawab."

"Ini yang jiwa bapak-bapaknya keluar bukan Kak Jake, tapi Kak Heeseung."

Heeseung melayangkan satu pukulan pelan di bahu Sunghoon, membuat kaleng soda di tangannya nyaris jatuh dan mengundang gelak tawa yang lain. Namun salah satu di antara mereka hanya diam, mendadak diserang perasaan aneh usai pembicaraan tadi.

"Gue ke toilet dulu, ya."

Salah satu dari enam pemuda itu melangkah pergi. Tanpa menyadari, ada dua pasang mata yang menatapnya dengan arti berbeda sejak ia bangkit berdiri; satu dengan khawatir, dan satu lagi dengan rasa puas dalam diri.

••••

Riki tiba-tiba meminta izin untuk menginap di rumahnya, dan Sunghoon menerima begitu saja. Ia tahu, Riki meminta izin hanya untuk formalitas, pemuda itu akan tetap datang meski ditolak dengan tegas.

Menginap di rumah Sunghoon dan Jay adalah pilihan paling tepat untuk Riki, karena rumah Jay sering ditinggal orangtuanya. Sedangkan di rumah Sunghoon, hanya ada ibu dan adik kecilnya yang pulang di malam hari usai menutup kafe, dan ayahnya cukup sering pergi ke luar kota untuk urusan pekerjaan.

"Kenapa mau nginep? Kayak nggak punya rumah aja," sindir Sunghoon kala Riki masuk dengan antusias ke kamarnya, menyalakan pendingin ruangan tanpa izin dan melempar tas ransel yang masih ia bawa ke atas meja belajar.

Hypocrite | EnhypenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang