Perasaan itu benar! Tempatnya yang salah, waktunya yang gak tepat
"Dir, kamu kenapa?" Tanya Ayas membuyarkan lamunannya.
"Emm... Nggak apa yas."
"Kesambet ntar loh..."
"Hahaha nggak lah, nggak ada setan yang mau masuk ke dalam badan ku." Dira dan Ayas tertawa... "Btw, tugasmu udah kelar disini? Kok balik?"
"Ih kan tadi aku cerita, aku mau nikah Dir.. Suamiku mau aku balik Surabaya. Kamu kapan balik?"
"Nggak tau, Yas."
"Ada yang ngeberatin kamu disini? Udah hampir setahun loh."
"Sebenarnya sih iya."
"Apa?" Tanya Ayas penasaran.
"Tapi jangan cerita ke Raka ya, please."
"Ya nggak mungkinlah aku cerita."
Dira mulai menceritakan awal pertemuannya dengan Amar. Bagaimana ia bisa jatuh hati. Waktu itu, kurang lebih 3 bulan mereka dekat bahkan Dira sering nginap dikos Amar. Tak ada hal-hal yang diinginkan.... Eh, maksudnya yang tak diinginkan terjadi. Mereka sebatas ciuman, pelukan, sayang-sayangan. Sampai saat itu pula bahkan sampai sekarang Raka tak pernah tau apa yang Dira lakukan dibelakang. As always positive thinking ya.
Masuk bulan keempat Dira di Malang, atasannya menyuruh untuk kembali ke Surabaya, namun Dira beralasan ada beberapa pekerjaan yang belum selesai padahal saat itu sudah ada yang menggantikannya. Bisa saja ia meminta tolong anak baru untuk mengambil alih semua pekerjaan itu, namun Dira tak mau. Karena Amar. Ia tak ingin berpisah dengan Amar untuk saat ini. Kejadian yang tak pernah sekalipun dipikirkan Dira terjadi, saat itu mereka tengah asyik menikmati sebotol wine dikos. Hanya berdua. Memang tak pernah ada yang lain.
Tak hanya sebotol, Amar mengeluarkan sebotol lagi. Belum habis botol kedua Amar yang sudah mabuk menatap mata Dira kemudian melumat bibirnya, perlahan ia melucuti seluruh pakaian dan membawa Dira keatas kasur. Dira hanya diam, kepalanya yang juga pusing hanya mengikuti apa yang terjadi malam itu. Amar menikmati setiap desahan yang keluar dari bibir Dira begitupun sebaliknya. Ternyata sebotol wine itu mampu membuat keduanya terlena, mereka sadar ada orang yang setia menunggunya pulang. Menjadikan mereka sebuah rumah, tempat beristirahat, tempat berkeluh kesah, mereka adalah segala-galanya. Tidak ada maksud untuk berbuat curang, keadaan dan kesempatan yang membuat keduanya begitu rapi menyimpan kebohongan-kebohongan itu. Atau mungkin saja mereka tidak berbohong, mereka hanya berusaha jujur -pada diri sendiri- bahwa mereka saling membutuhkan.
**
"Sayang, sudah bangun?"Raka mengirimkan pesan, pagi ini Dira masih dalam pelukan Amar tanpa sehelai benang hanya selimut yang menutupi tubuh keduanya. Dira tak menggubris pesan itu dan melanjutkan tidurnya. Tak lama kemudian, hp Amar berdering. Milka...Dengan cepat Amar bangun dan ke kamar mandi. Shit.. giliran Milka yang nelpon cepat kamu angkat. Nggak tau ya aku jaga perasaanmu disini tapi kamu nggak pernah jaga perasaan aku. Dira ikut terbangun dan memakai pakaiannya.
"Eh Dek, kok bangun?" Amar keluar dari kamar mandi.
"Mau pulang."
"Enggak. Kita cari sarapan dulu. Tunggu aku." Amar berbalik ke kamar mandi lalu bersiap mengajak Dira sarapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SELESAI
General FictionMencintai seseorang yang telah memiliki kekasih itu seperti menggenggam kaktus, semakin kau menggenggamnya erat, akan semakin sakit. Ya itulah yang dirasakan Dira, tak peduli bagaimana sakitnya ia tetap mencintai Amar. Ia tak tau ke arah manakah hub...