Bab 1 HYONJI DAN TANTANGANNYA

7 1 0
                                    

Jika ditanya berapa kali Seokjin menghela nafas, maka jawabannya adalah 8 kali dalam kurun waktu 15 menit yang lalu.

Alasannya karena ia pusing memikirkan masalah percintaan dengan si manis Hyojin. Kekasihnya itu suka sekali dengan yang namanya permainan truth or dare.

Dan entah kenapa sepertinya Dewi Fortuna tidak sedang berpihak pada Seokjin, karena dare yang didapat sang belahan hati ialah dare untuk memutuskan hubungan dengan Seokjin selama 4 bulan lamanya.

"Bagaimana bisa mereka memberi dare yang tidak berguna sama sekali?! Bahkan lihatlah! Hubungan kita juga terancam!" Seokjin menggeram marah. Giginya bergemelatuk menimbulkan bunyi gesekan yang dapat membuat semua orang ngilu.

Hyojin-kekasih cantik pria berbahu lebar itu hanya menampilkan senyum canggung. "Hanya empat bulan, sayang. Anggap saja kita sedang break seperti tahun lalu," Sang gadis mencoba untuk menenangkan pria-nya sembari menepuk-nepuk punggung Seokjin yang berada di pelukan hangatnya.

"Tapi aku tidak mau, Hyojinie!" Seokjin merengek lalu melepaskan pelukannya dan menghentakkan kakinya untuk mengeluarkan rasa kekesalan yang memenuhi dada.

"Aku tidak bisa berjauhan dari mu! Tidak bisa dan tidak mau!" Lelaki itu kembali mendramatisir keadaan. Mukanya di buat sesedih mungkin dengan bibir yang melengkung.

Hyojin hanya menggelengkan kepalanya pelan. Dan duduk di samping Seokjin yang sudah berada di atas bangku taman.

Ya mereka sedang berada di taman dan keberuntungan menyapa mereka karena taman ini sedang sepi akan pengunjung.

"Kurasa kau lebih cocok menjadi adikku dari pada calon suamiku, sayang." Hyojin menggoda Seokjin yang sudah memicingkan matanya marah, tapi kesal lebih mendominasi.

"Baiklah-baiklah aku minta maaf, sayang. Dan soal dare, aku mungkin akan meminta teman-teman ku untuk mengganti dengan yang lain," Lanjut Hyojin menjelaskan lembut kepada Seokjin.

Seokjin hanya diam memejamkan mata mencoba menikmati usapan jemari lentik yang entah dari kapan berada di rambutnya.

"Bagaimana jika kau diberi dare yang lebih tidak masuk akal lagi? Aku agaknya sudah mengenal teman-teman mu, mereka terlalu gila untuk ukuran gadis yang anggun." Bisa Seokjin dengar tawa renyah dari kekasih manisnya itu.

Hyonji terlihat mengelap air mata yang keluar dari sisi mata runcingnya. "Kau tak boleh bicara seperti itu, sayang. Mereka mempunyai mata-mata yang tersebar di segala penjuru Seoul!" Tangan berhenti mengusap Surai lembut Seokjin. Kemudian berganti menepuk pelan paha kekasihnya.

Seokjin hanya membalas dengan raut datar. Kemudian mengalihkan pandangannya ke arah ayunan.

Ia lantas tersenyum kecil karena otak pintarnya memberikan sedikit ide.
"Aku ingin bermain ayunan itu, Hyojinie."
Senyumnya kembali menggembang kala sang belahan hati membalas senyumannya.

"Apakah aku harus mendorong mu, sayang?" Hyojin bertanya dengan antusias mengabaikan Seokjin yang bergidik geli.

"Dan apakah kau kuat untuk mendorong ku, Hyojinie?" Seokjin menjawab dengan tampang tengil dan alis yang ia naikkan satu.

Hyojin mengkerutkan keningnya,"Kau lupa aku atlet taekwondo, Seokjinie?"

Jika Hyojin sudah memanggil dirinya dengan seperti itu maka besar kemungkinan bahwa ia sedang kesal.

Hanya masalah kecil karena Seokjin melupakan hal-hal terpenting dalam hidup Hyojin. Sejujurnya Hyojin suka dengan afeksi kecil tapi memabukkan dari pada yang besar namun hanya membual.

"T-tidak! Aku hanya m-menggoda mu!" Dengan gagap Seokjin bisa menjawab pertanyaan retoris yang keluar dari dua bilah bibir semerah ceri itu.

Hyojin merona tipis. Ah kekasihnya memang pintar menggodanya.

"Ayo, kau berkata ingin naik ayunan kan? Maka aku akan mendorongnya dengan senang hati."

Seokjin berdiri sesudah Hyojin. Wajah memerahnya masih pekat sampai ke cuping. Topi yang ia gunakan sama sekali tidak bisa menghalau rasa gugup akibat jantungnya yang berdegup cepat.

Sebelum sampai ke ayunan Seokjin lebih dulu menarik lembut lengan gadisnya. "Aku malu jika bukan kau yang naik ayunan itu untuk pertama kali,"

"Apa kau ingin aku menjadi kelinci percobaan mu?"

"Kau bicara apa, Hyojinie?"

"Aku berpikir jika ayunan itu sama sekali tidak mampu untuk menopang berat badan ku, lalu aku terjatuh."

"Apa aku harus bertanya kepada orang yang membangun ayunan ini dan bertanya berapa bobot maksimum yang dapat dinaiki? Astaga Hyojinie, kau tidak seberat itu!"

"Berat badanku naik karena kau memberiku makanan enak setiap hari!"

"Terimah kasih pujiannya, Hyojinie! Aku akan masak lebih banyak dan lebih enak lagi!"

"Hei!" Teriak Hyojin tak terima. Kakinya mulai mulai berlari kecil dan mengejar Seokjin, melupakan masalah ayunan yang menjadi topik hangat diperdebatkan mereka berdua.

Seokjin berlari dengan lambat bermaksud agar sang kekasih dapat menangkap tubuhnya. "Lebih baik peluk aku saja, daripada berlarian hanya membuat mu lelah,"

Hyojin terjatuh di atas badan kekar sang kekasih ketika Seokjin berhenti tiba-tiba. Mereka terjatuh diantara bunga-bunga dandelion yang berterbangan.

Cantik, sangat cantik. Jika semua atau salah satu dari mereka bisa abadi.

Gadis berambut pendek dengan warna sekelam pualam itu mengeluarkan mimik sendunya.

Bagaimana jika Seokjin menyerah dengan keadaan?

Bagaimana jika Seokjin malu untuk mengakui bahwa Hyojin adalah kekasihnya?

Bagaimana jika Seokjin berpaling dan menemukan permata paling indah?

Dan bagaimana jika aku pergi?

Bagaimana dan bagaimana? Otak Hyojin seakan berhenti memproses segala macam solusi, ia tidak dapat memikirkan semua kemungkinan yang benar-benar akan terjadi.

Tanpa sadar dirinya menangis. Menangis dengan pilu mengingat seluruh kenangan yang telah ia lalui bersama Seokjin di lima tahun ini.

Mereka berdua kuat sampai ke titik ini, Hyojin mengakuinya. Tentang segala perjuangan Seokjin yang dengan rela datang ke rumahnya untuk kencan pertama, namun yang ia dapat adalah caci maki dari ibu tirinya.

Tidak, ibu tirinya tidaklah jahat seperti ibu tiri Cinderella atau dalam cerita bawang putih. Ibu tirinya sangat baik, mencintai Hyojin seperti anaknya sendiri. Hyojin sangat bergantung pada sang ibu tiri, karena hanya beliaulah satu-satunya keluarga yang ia punya.

Seokjin tergugu mendengar tangisan Hyojin. Seperti ada yang kekasih manisnya itu sembunyikan. Namun Seokjin memilih untuk diam, dia diam menunggu untuk Hyojin siap bercerita, menunggu waktu yang tepat untuk menggoyangkan sisi yang belum pernah muncul pada saat Hyojin menangis.

Dan Seokjin hanya bisa mengusap liquid bening yang dengan kurang ajarnya jatuh di pipi tembam berkulit tan itu, mengusapnya lembuh penuh kehati-hatian seakan Hyojin adalah sebuah kaca yang tipis dan siap untuk pecah.

"Aku tidak pernah menyuruhmu untuk berhenti menangis, aku tidak pernah menyuruhmu untuk menahan segala isakan tangis baik itu suka atau duka, aku tidak pernah menyuruhmu untuk menahan diri ketika kekesalan mu membludak dan menangis," Seokjin menahan nafasnya dan menghembuskan dengan perlahan. "Namun yang ku suruh adalah kau harus selalu menangis di hadapanku, agar aku bisa menghapus segala air mata dan meredam tangis mu dengan kehangatan,"

tbc

Diketik dengan 1022 kata.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 02, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ephemeral || KsjTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang