Beberapa bulan kemudian...
Jadwal Baskara menjamah daerah kekuasaannya semakin menggila. Dia merasa 8/6 dengan jatah libur sehari terlalu sebentar. Dia ingin 10/6 atau 12/6 dalam seminggu untuk bekerja. Di saat Baskara menyisipkan gagasan tersebut ketika briefing pagi sedang berlangsung, seluruh pegawai, termasuk Cahaya, keberatan. Mereka tidak sanggup mengikuti ritme kerjanya. Kata mereka dalam hati: lama-lama bisa gila kalau terlalu banyak mengisap asap dapur.
Namun, selalu ada konsekuensi dari apa yang kita lakukan di dunia ini, termasuk di Resto Kenanga, bukan? Lidah pedas Baskara terlalu nyelekit untuk masuk telinga kanan, keluar telinga kiri, tanpa mampir ke hati. Penghuni dapur seperti turun ke medan perang setiap harinya. Karena sejak keinginan Baskara tidak terpenuhi, mereka selalu waswas dalam bertindak, terlebih akhir-akhir ini.
Selagi mengamati dari meja pengunjung, Baskara merasa sedikit terhibur mengagumi dapurnya yang minimalis, modern. Dia berniat merombaknya sedikit lagi, tetapi masih terhalang restu Cahaya.
Tempat Baskara memamerkan bakat memasaknya itu tampak sebesar egonya. Bangunan memanjang dari meja makan pengunjung sampai menyentuh pintu samping sengaja dibuat selayaknya open kitchen. Mereka menawarkan konsep tersebut tanpa sekat kaca berlebih, agar pengunjung resto bisa melihat proses memasak dari tiga per empat bagian dapur. Karena sisanya, berbatasan langsung dengan tembok beton di sisi kanan dan partisi di sebelah kiri. Dapur Baskara dibagi menjadi tiga area tepian dengan tiga exhaust fan serta blower. Posisi depan bukannya menentukan prestasi, tetapi semakin dekat dengan hawa kematian. Baskara bercokol di sana. Dapur kotor berada di bagian belakang, tempat berbagai jenis bakar-bakaran dan tempat mencuci peralatan memasak serta penyimpanan bahan makanan. Baskara mempekerjakan dua orang di sana dan bertugas secara shift, Fadli dan Ramon. Shift mereka bertemu sebelum jam makan siang. Sementara di bagian tengah, dua orang incharge untuk mengolah makanan pencuci mulut dan minuman, Sari dan Musleh. Di bagian depan atau dapur utama, dihuni oleh Dani dan Baskara. Satu tempat yang sebisa mungkin dihindari semua orang, kecuali Dani, demi chef sekaligus tangan kanan Baskara. Awal Resto Kenanga buka, penghuni dapur tidak menyangka kalau keduanya adalah teman seperjuangan. Kelakuan mereka bak langit dan bumi, seperti malaikat dan setan.
"Musleh geser ke depan. Sari ke belakang!" seru Baskara saat tiba-tiba kembali ke dapur.
"Ada apa?" tanya Dani tenang. Dia amati sejenak resto yang masih cukup sepi pengunjung dari tempatnya berdiri karena memang belum waktunya makan siang, lalu menyipit ke arah Baskara. "Kalau capek, istirahat dulu. Mata pandamu bisa bertambah parah kalau kamu anggap dapur ini rumah keduamu." Dani mendekatkan hidungnya, mengerut, menghidu. "Bau badanmu saja sudah mirip ikan roa."
Baskara tertawa sarkas, terdengar merendahkan dan terlalu baik kalau hanya mendapat bogem mentah dari lawan bicaranya.
Namun, Dani tak gentar. Dia hapal betul dengan kelakuan teman baiknya itu. "Kamu masih ngambek sama omonganku semalam?" lanjutnya.
Musleh dan Sari mematung, menunggu titah Dani untuk tetap di tempat atau menuruti perintah Baskara. Kini, mereka bergantian memandang ke kanan dan kiri, Dani versus Baskara, persis menonton pertandingan badminton. Meski Baskara kadang berlaku semena-mena, mereka masih bisa mengandalkan Dani untuk menurunkan tekanan darah executive chef-nya itu. Menanjaknya cepat, anjloknya lama. Banyak yang berspekulasi, salah satunya adalah karena Baskara terlalu banyak menghirup karbon monoksida sehingga bukan oksigen yang tersaring melalui paru-parunya, melainkan hasil bakaran.
"Nggak ada pengaruhnya omonganmu semalam. Kamu bilang aku terlalu sensitif sejak ada resto baru itu, kan? Nggak. Tuduhanmu itu nggak beralasan. Aku masih waras buat menjadikan resto ini satu-satunya resto yang menyajikan cita rasa sejati. Apa katamu kemarin? Saingan?" Baskara melebarkan senyumnya, sinis. "Memangnya dia siapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Resep Rahasia Baskara
RomanceDi antara aroma masakan yang membius dan bercita rasa tinggi, dua restoran tengah berdiri kokoh. Pemiliknya berlomba-lomba mendapatkan Michelin Guide pertama untuk restoran mereka. Persaingan pun tak terhindarkan. Dan di sepanjang perjalanan untuk m...