Bunyi lonceng di atas pintu masuk berbunyi ketika Zean mendorong pintu cafe. Tungkainya bergerak, melangkah masuk ke dalam. Kepalanya bergerak memindai sekitar, mencari seseorang yang menyuruhnya datang ke tempat ini.
"Zean! di sini!"
Zean mengalihkan perhatian, melihat presensi seorang gadis berambut coklat dengan manik kelabu duduk bersama empat remaja lain di salah satu meja cafe. Luna melambai pada Zean menyuruhnya mendekat.
"Serius Luna, aku masih tidak mengerti kenapa kau mengajak pria ikut dalam rencana ini," ucap Janessa sarkas. Ia benar-benar tak mengerti dengan jalan pikir Luna. Apa Luna tidak takut kalau Zean nantinya akan menghianati mereka. Siapa yang tahu kalau pemuda Valture ini ternyata sama seperti kedua orang tuanya.
Zean bisa mendengar perkataan Janessa mengenai ketidak sukaannya akan kedatangannya, meski semar.
Haden menunjukkan kesetujuannya dengan Janessa. Sementara Peter bersikap tidak peduli seperti biasa. Lalu ada satu orang baru di antara para remaja itu.
Apa yang di lakukan Liam Dagworth di sini?Pemuda itu membalas tatapan Zean, lalu diam-diam memberikan seringaian tanpa diketahui Luna dan yang lain. Perasaannya tiba-tiba tidak enak tentang pertemuan ini.
Zean duduk di samping Luna, berhadapan langsung dengan Janessa yang langsung membuang pandangan setelah menatap sinis secara terang-terangan padanya.
"Jadi, niatku mengumpulkan kalian di sini, itu karena aku membutuhkan bantuan kalian," ucap Luna memulai obrolan. Yang lain menyimak, menunggu hingga gadis dengan mata kelabu itu menyelesaikan ucapannya.
"Blackton mencari Black Pearl, namun mereka masih tidak tahu lokasinya. Profesor Dalbert bilang, Black Pearl itu berada dalam pohon elm, namun lokasi pohon itu tidak ada yang tahu. Aku sudah bertanya pada Mr. Dalbert, tapi dia pun tidak tahu."
"Jadi intinya, kau ingin kami mencari lokasi pohon elm itu dan mendapatkan black pearl sebelum pihak Blackton yang mendapatkannya terlebih dahulu?" Ujar Janessa, Luna mengangguk, senang karena gadis itu menangkap maksudnya.
"Bukankah pohon itu hanya legenda? Kurasa aku pernah membacanya di salah satu buku." Haden tampak berpikir sejenak.
"Sejak kapan kau membaca buku?" Sindir Janessa, Haden langsung menoleh sebal lalu mencibir.
"Pohon itu nyata, memang benaran ada di dunia nyata. Mungkin karena tidak ada yang pernah melihatnya, maka di percaya hanya sebagai legenda," celetuk Liam, perkataannya menarik atensi para remaja itu.
"Well, masuk akal," celetuk Peter, tampaknya setuju dengan pemikiran Liam.
"Bagaimana cara kalian akan mencari lokasi pohon elm itu? Tidak ada orang hidup yang pernah melihatnya," ucap Zean. Luna agak kaget dan tak menyangka pemuda itu ikut masuk dalam obrolan, padahal sejak tadi hanya diam mendengarkan.
"Soal itu lah yang aku inginkan dari kalian, apa kalian punya ide?" Luna memandang satu persatu temannya, matanya berbinar penuh harap.
"Ide ku, sih mencarinya lewat buku-buku yang membahas tentang pohon itu, siapa tahu ada sedikit petunjuk." Janessa memberi saran pertama kali.
"Itu membosankan," celetuk Haden sambil mendengus tak suka. Sejurus kemudian Janessa langsung menendang kaki pemuda itu yang ada di bawah meja.
"Diam saja kalau tidak punya ide," kata Janessa dengan nada sarkas.
"Siapa bilang aku tidak punya ide? Tentu saja aku punya." Haden berkata percaya diri. Dia membusungkan dadanya dan mengatakan apa yang terpikirkan oleh otaknya.
"Kita tanya saja pada para orang dewasa, jika Hanna tahu, maka mereka juga pasti tahu, kan? Mungkin saja kita bisa dapat petunjuk?"
"Yah, itu ide bagus. Kita pakai cara Janessa dan Haden. Haden, Peter dan Liam bertanyalah pada kerabat atau ZA yang kalian kenal, biarkan Aku, Jane dan Zean yang mencarinya dibuku," ucap Luna.
Janessa langsung berseru tidak terima atas pembagian kelompok "dia akan bersama kita? Luna, yang benar saja."Luna menghela nafas berat "Jane, aku mohon, bisakah kau jangan dulu mempermasalahkannya. Hanya sampai semua ini selesai. Kita butuh lebih banyak orang dan hanya Zean yang mau membantuku selain kalian."
Janessa menghela nafas pasrah, mengulum bibir dan menganguk. Masih setengah hati menerima.
"Kalau begitu aku ke toilet dulu," pamit Luna, lalu beranjak menuju toilet cafe.
Selepas kepergian Luna, Zean mendapatkan pesan dari gadis itu lewat ponselnya. Luna menyuruh Zean menemuinya di belakang dan hanya sendirian.Tanpa mengatakan apa-apa, Zean bangkit berdiri dan ikut beranjak pergi. Liam diam-diam memperhatikannya, kening pemuda itu mengernyit penasaran. Kelihatan jelas kalau Zean akan menemui Luna berdua saja.
Apa yang akan mereka bicarakan?
Sementara itu, Luna bersandar di tembok dekat pintu masuk toilet, menunggu kedatangan Zean. Ia baru menegakkan tubuhnya saat melihat presensi pemuda itu berjalan mendekatinya."Ada apa?" Tanya Zean begitu tiba. Keningnya mengerut. Kira-kira ada apa Luna ingin menemuinya hanya berdua seperti ini.
Ekspresi Luna langsung berubah serius "kau belum mengatakan alasanmu datang melihatku setiap malam, Zean dan aku tahu bahwa sampai sekarang kau masih tetap melakukan hal yang sama. Sekarang, jelaskan padaku. Apa mau mu?"
Zean terdiam, tidak menyangka bahwa Luna tahu, padahal Zean tidak lagi begitu terang-terangan menampakan wujud burungnya, tapi hanya diam di udara sejenak, mengawasi Luna lalu kemudian pergi saat menjelang pagi. Zean bingung, sekarang apa yang harus ia katakan pada Luna?
"Aku khawatir," ucapnya. Dalam hati, pemuda itu diam-diam merutuk. Dari sekian banyak alasan, kenapa ia harus mengatakan hal itu?
Luna diam terpaku, jantungnya tiba-tiba saja berdetak cepat "kenapa?" Nada suaranya berubah seiring dengan Ekspresinya yang melunak.
Zean menghela nafas kasar, melirik Luna sejenak. Dia merutuki dirinya sendiri sebelum akhirnya menjawab.
"Kamu tahu bahwa kamu adalah incaran wanita jahat itu?"
"Aku tahu, Zean. Tapi kamu bukan siapa-siapa. Maksudku adalah..."
"Harus menjadi siapa aku agar bisa menghawatirkanmu?"
Luna mengerutkan alis bingung menatap Zean yang baginya bersikap aneh "Zean, bukannya aku melarangmu untuk menjagaku. Aku hanya ingin tahu alasan jelas yang mendorongmu sampai berbuat seperti itu."
"Haruskah aku bilang, karena aku menyukaimu? Itu sebabnya aku khawatir."
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
The Frost Souls ✓
Fantasy[The Elemental Trilogy | Book 1] Pada dasarnya, orang-orang dengan zodiak aktif hanya mampu mengendalikan satu dari empat elemen klasik. Api, tanah, udara dan air. Namun ada dari mereka yang memiliki dua elemen sekaligus. Mereka menyebutnya elemen...