vote before you read
⊙︿⊙⊙︿⊙⊙︿⊙
"Jina. Ada apa tiba tiba memeluk, Eomma, hm?."Anak perempuan mungil tersebut turun langsung ke dapur. Memeluk Jira beberapa detik yang dibalas dengan tatapan penasaran namun juga senyuman yang tulus. Jira meninggalkan Jimin yang masih dikamar-sudah saat nya makan malam. Wanita itu menyiapkan menu pesanan yang datang lima menit lalu.
Bukan karena ia malas namun perintah Jimin. Lelaki tidak ingin jauh dari Jira untuk hari ini, walau hanya sebatas ditinggal memasak saja. Pada akhirnya tetap sama bukan? Jira akan kembali turun ke dapur apapun pilihannya.
"Rindu, Eomma, ya?."
"Umm, Malam ini Jina tidur dengan Eomma, Boleh?." sahutnya meminta, seakan memohon dengan tatapan memelas-namun juga menggemaskan.
"Tidak dulu, Eomma milik Appa hari ini."
Siapa lagi kalau bukan Jimin?, Pria itu datang dengan kekehan nya. Menampar keinginan Jina yang membeku dan mulai mengerucutkan senyuman. Candaan yang tidak tepat.
Jira menggeleng pelan, menuntun anaknya terduduk disalah satu kursi. Dan menatap Jimin dengan kekecewaan. Maksudnya-haruskah ia juga menjahili putrinya sendiri?. Padahal Jira kira, itu hanya berlaku pada Jino. Reaksi mereka sangat berbeda, Jina lebih perasa.
"Uncle... Aunty. Apa orang tuaku tidak akan menjemput sama sekali?." Kali ini Haru memberanikan diri bersuara. Dirinya baru turun bersama Jino setelah menghabiskan beberapa jam bersama.
Sahutan tersebut berhasil menarik pusat perhatian Jimin dan Jira. Jika difikir-fikir, benar juga. Mengapa Jimin sama sekali belum mendapatkan kabar dari orang tua bocah tersebut?. Hari bahkan sudah malam.
"Biarkan. Tidur saja disini bersama Jino. Appa mu memang tidak berguna, selalu melupakan anaknya sendiri." sahut Jimin yang begitu menohok. Sampai harus ditendang pelan oleh Jira.
Haru tidak kecewa. Perkelahian kedua orang tua mereka juga bukan kabar yang baru ia dengar. Taeyong samchon juga sering menceritakan bahwa Jimin dan Taehyung sulit bersatu, sampai detik ini juga. Tidak ada yang mengerti alasannya, semua ditutup rapat seperti tidak memperbolehkan anak kecil mengetahui hal itu.
Padahal, Jino dan Haru sudah besar. Menurut mereka sendiri.
"Apa yang kalian lakukan seharian ini?." Sebagai alihan topik setelah tendangan itu. Jimin mengajukan pertanyaan, sembari memakan steak yang ia pesan. Seharusnya itu pertanyaan mudah, namun ekspresi mereka bertiga terdiam seakan tengah menutupi sesuatu.
Tertebak sekali, ada hal yang menjanggal.
"Kamar ku kan luas, seperti arena permainan. Kami melakukan banyak hal disana, Appa tidak harus tau, karena ini urusan kami." seru Jino kemudian, menegak susu putih tanpa menatap Jimin yang mengernyit disana.
"Mengapa kau menghindari kontak mata dengan ku, Jino?. Kau selalu bersikap percaya diri, bahkan turut menatapku tajam saat meminta hal aneh sekalipun. Mencurigakan sekali." jawab Jimin menghentikan makanan nya.
Dia terlalu penasaran. Tetapi Jira berusaha menahan itu. Jimin mengubah suasana tenang mereka. Bahkan Haru dan Jina tidak berkutik disana. Kebiasaan Jimin menganggu Jino memang tidak bisa dihilangkan, terlebih sifatnya, selalu ingin tau semua hal.
"Jim, sudahlah. Memang harus sekali dipermasalahkan seperti itu?. Kau menghilang rasa kepercayaan mereka. Fokus saja makan, apakah sulit?."
"Aku hanya penasaran."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth • Pjm
FanfictionSequel Of Mafia Pjm. [On-Going] Ini adalah tahun kesembilan, untuk keluarga kecil 'Park Jimin' setelah mendapatkan sebuah kebahagiaan nya bersama sang buah hati mereka. Jimin benar-benar menjadi Seorang Ayah untuk anak anaknya. Membahagiakan Jira s...