[ PERHATIAN ]
Bab ini mengandung adegan kekerasan, mohon untuk membaca dengan bijak dan tidak ditiru. Happy reading!"Asami-neechan! Ayo cepat," teriak seorang anak laki-laki. Siapa lagi kalau bukan Satoshi-kun.
Hari ini aku datang mengunjungi panti asuhan tempat aku bertemu dengan Maeda-san. Tentu saja aku tidak datang sendiri, aku ke sini bersama oji-san, ba-san, Yona dan Yumi. Bukan hanya supaya banyak orang yang datang, tapi sejak kejadian itu, aku jadi takut keluar rumah sendirian. Kalau pergi ke kantor, aku terpaksa meminta Yumi mengantarku pulang pergi. Aku juga jadi mudah stress dan menangis. Jadi, kami ke panti asuhan hari ini juga untuk membuatku merasa lebih baik. Dengan bertemu anak-anak, mungkin aku bisa lebih baik.
Aku juga berharap kejadian itu bisa aku lupakan seperti sebelumnya. Tapi, sepertinya tidak.
TTT
Begitu sampai di pintu depan, terlihat Tsu yang bersandar di dinding dengan sebilah pisau menancap di perutnya. Lalu, di depannya ada senpai yang memegangi pisau tersebut. Tak lama setelahnya, senpai menarik pisau itu dan Tsu dengan tubuh lemasnya luruh ke lantai, meninggalkan bekas darah di dinding.
"A—sami... Lari..." kata Tsu terputus-putus di ambang kesadarannya. Aku terdiam dan hampir tidak bisa bergerak. Mataku tidak mempercayai apa yang kulihat, sementara badanku seperti sepotong kayu yang tertancap di atas tanah. Tak bergeming meski berulang kali kata-kata Tsu terngiang di telingaku.
Lari, lari, Asami! Larilah
"Asami, bagaimana? Tidak ada lagi pria yang kamu suka kan? Kamu bisa menyukaiku mulai sekarang," kata senpai dengan sebuah seringai yang menyeramkan memandangku.
Senpai berjalan mendekat ke arahku setelah menutup pintu depan dan saat itulah badanku kembali bergerak. Aku mundur seirama dengan senpai yang bergerak maju. Tapi bagaimanapun juga, akhirnya aku terpojok di sudut ruangan, sementara senpai mengunci diriku.
"Sen—pai..." kataku takut. Setelah sekian lama suaraku keluar juga meski hanya terdengar seperti cicitan tikus.
"Yamete...[1]" cicitku lagi. Tatapannya yang penuh nafsu membuatku lebih takut dari saat dia memegang pisau.
"Asami, kalau aku tidak bisa memilikimu, tidak ada siapapun yang boleh memilikimu. Kamu sangat cantik, Asami," katanya sambil menyentuh pipi dan rambutku yang semakin membuatku merinding. Aku berusaha mengelak, menunduk, dan mendorongnya, tapi usahaku sia-sia saja. Posisi ini merugikanku untuk kabur.
"Apa yang harus aku lakukan? Tuhan, tolong aku, siapapun itu tolong aku..." kataku dalam hati sambil terus memohon ada pertolongan yang datang.
Dan ketika senpai akan menarik pita di bajuku, suara pintu didobrak terdengar. Ternyata itu Yumi yang datang dengan membawa beberapa orang polisi. Senpai terkejut dan tangannya terhenti. Aku memanfaatkan kejadian itu untuk mendorongnya sekuat tenaga dan berlari menjauh meski sempat terjatuh.
Beberapa orang polisi langsung merangsek masuk dengan menodongkan pistol. Salah satunya membantuku untuk sampai di daerah aman. Untungnya, tadi senpai membuang pisaunya di dekat Tsu, sehingga dia tidak bisa balik melawan. Seketika, kejadian ini berakhir dan aku bisa menarik napas lega.
Sampai aku sadar, bagaimana Yumi bisa tiba-tiba datang dengan membawa beberapa orang polisi.
"Yumi, bagaimana kamu tahu aku dalam bahaya?" tanyaku setelah aku selesai dimintai keterangan oleh seorang detektif polisi.
"Ah, aku ingin bilang karena aku sahabatmu jadi aku tahu kamu dalam bahaya. Tapi, sebenarnya tadi Tanaka-san meneleponku. Dia memintaku untuk datang menolongmu yang ada dalam bahaya. Makanya aku datang sambil menelepon 110. Mungkin kamu tidak mendengarnya karena suaranya pelan sekali," jelasnya yang membuatku langsung teringat dengan Tsu.
"Tsu, di mana dia Yumi? Bagaimana keadaannya?" tanyaku memburu dengan panik.
"Tsu? Maksudmu Tanaka-san? Sayang sekali, mereka kehilangannya saat di perjalanan. Mereka bilang dia sudah kehilangan banyak darah saat sampai di apartemenmu," kata Yumi dengan nada menyesal.
"Tsu... Ini salahku, semuanya salahku," kataku lirih dengan kepala tertunduk dan meneteskan air mata.
"Sami? Kamu baik-baik saja?" tanya Yumi khawatir.
"Yumi, ini salahku. Kalau saja aku lebih memilih senpai daripada Tsu, dia tidak akan mati seperti ini. Dari awal semuanya salahku. Dia kecelakaan karenaku, dan sekarang mati juga karenaku," kataku lagi dengan suara yang lebih bisa didengar. Sementara Yumi terus-terusan menenangkanku dengan mengatakan ini bukan salahku kalau aku menyukai Tsu. Ini salah senpai yang memaksakan keinginannya untuk memilikiku.
Begitulah kasus itu selesai dengan air mataku yang tidak kunjung berhenti menetes karena kepergian Tsu.
TTT
"Sami, kamu masih di sini? Ayo, semuanya sudah di luar," kata ba-san ketika masuk ke ruang tamu.
"Hai," kataku lalu menyusul keluar bersama dengan Maeda-san. Tadi, aku sedang mengobrol dengannya dan dia bilang kalau aku sedang kesepian, aku bisa datang ke sini atau meneleponnya. Dia juga memintaku untuk membayar utangku dengan mengabulkan keinginannya, tapi tidak sekarang. Yang berarti, aku akan bertemu dengannya lagi suatu hari nanti.
The end 🎋
[1] Hentikan
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Touch in My Life
Mystery / ThrillerAku menemukan amplop itu lagi, amplop yang mampu membuat senyum dan semangatku yang mengembang menjadi padam. Siapa orang yang mengirimkan ini? Rasa takut dan was was selalu mengantuiku setiap kali menemukan amplop polos itu. Kapan semua ini akan be...