Siang ini, semua anggota sudah berkumpul di aula kantor desa. Ada satu karpet lebar yang sengaja disiapkan untuk mereka duduki bersama. Agenda silaturahmi ini dihadiri oleh ibu kepala desa dan bapak sekretaris desa.
"Jadi gitu, Neng, A, di desa ini pernah terjadi banjir sekitar tahun 2013," jelas Pak Sekdes seraya menunjuk pada sebuah layar yang memantulkan cahaya dari proyektor. "Airnya bahkan sampai dada orang dewasa," tambahnya lagi.
Semua anggota mengangguk-angguk seraya melihat dokumentasi dari foto-foto yang ditunjukkan oleh Pak Sekdes melalui proyektor.
Setelah mereka menonton tayangan tentang profil desa, mereka kini berdiskusi, tentang kegiatan masyarakat yang ada di desa ini.
"Tapi setelah itu tidak ada banjir lagi, Pak?" tanya Arjuna.
"Iya, itu banjir terakhir, semoga tidak terjadi lagi," jawab Pak Sekdes seraya menyeruput kopi hitamnya. "Diminum dulu atuh, Neng, A." Pak Sekdes mempersilakan mahasiswa untuk menyantap jamuan.
"Jadi banjir itu akibat dari air sungai yang meluap sama curah hujan yang tinggi, ya, Pak?" Kali ini Zuney ikut bertanya.
"Iya betul, Neng."
Hakim yang sedang memegang gorengan itu ikut berbincang, "parah juga ya, pak, banjirnya, sampai pada pakai perahu gitu."
"Iya, A. Buat evakuasi masyarakat, soalnya kasian kalau ada manula atau anak-anak yang terjebak di dalam rumah."
Perbincangan terus berlanjut, hingga sore hari.
***
Setelah pulang dari kantor desa, Arjuna menginterupsi anggotanya untuk kembali mengadakan rapat.
Jendra yang baru selesai shalat ashar pun terlihat masih menggunakan sarung. Cowok itu duduk di sebelah Panji. "Jun, gue ada ide," usulnya setelah duduk bersila.
"Sebentar, Jen. Belum juga gue buka ini rapat."
Nada ketus Arjuna membuat semua anggota tertawa, sedangkan Jendra hanya bisa tersenyum.
"Oke gais. Selamat sore, jangan bosen-bosen ya rapat gini, gue mau menyampaikan semua permasalahan yang udah kita denger bersama tadi siang di kantor desa, jadi, masalah yang ada di desa ini kan pernah terjadi banjir, dan nggak menutup kemungkinan akan kembali terjadi." Arjuna menatap satu persatu anggotanya yang sedang menyimak penjelasannya. "Dari kalian, ada nggak yang punya ide atau solusi untuk mencegah datangnya banjir di desa ini?"
Jendra mengangkat tangan. "Kalau menurut gue, kita bisa koordinasi sama TNI yang ada di sini, Jun. Untuk membersihkan DAS Citarum."
Arjuna menganggujk-anggukkan kepala. "Bisa, bisa. Qisti, tolong catat, ya."
Qistiya mengangguk dan memang sudah siap dengan laptop yang ada di pangkuannya.
"Operasi semut, Jun!" ujar Charlo bersemangat. "Kan banjir akibat dari sampah yang menyumbat saluran air, nah kita bisa jadiin ini sebagai proker," tambanya lagi.
"Oke, bisa. Kita tampung dulu, ya."
"Jun, kalau menurut lo sebagai ketua, lo bakal ambil solusi apa?" kali ini Zuney yang bertanya. "Jujur gue masih abu-abu, gak bisa mikir."
Hakim tertawa. "Tiap hari juga maneh mah gak pernah mikir, Ney."
Zuney hanya cemberut. "Gimana, Jun?"
"Mmm..." Arjuna bergumam. "Kalau ide gue sih, kita bisa jadiin ini sebagai proker utama kita. Kita bisa bikin workshop tentang pembuatan Lubang Resapan Biopori," papar Arjuna.
"Setuju, setuju!! Gue pernah tuh bikin LRB waktu di sekolah!" Charlo lagi-lagi berseru dengan penuh semangat. "Jadi kita kaya bikin lubang sedalam satu meter gitu, kan? Terus lubangnya diisi sama sampah-sampah organik semacam dedaunan kering, iya, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mel(ingkar) ✔
Teen FictionIni kisah tentang sepuluh orang yang mempunyai kebiasaan duduk melingkar, memecahkan berbagai masalah, dan menabung kenangan masa muda. Berikrar akan selalu berteman selamanya dan berharap tidak ada satu kata yang mampu mengubah lingkaran itu hanya...