Hai, karena hari ini bertepatan dengan maulid Nabi Muhammad shallallahu'alaihi wa sallam, jadi aku mau update cerita Mas Abdar dan Radya. Hehe.
Harusnya sih hari Jum'at, tapi gapapa. So, selamat memperingati maulid Nabi.
Jangan lupa selawatan, semoga kita semua termasuk umat yang mendapatkan syafaatnya di yaumul qiyamah nanti. Aamiin.
Here we gooo. Bismillah dulu biar afdol bacanya.
***
Wanita itu bagaikan tulang rusuk, bila kamu memaksa meluruskannya, niscaya kamu akan mematahkannya. Dan jika kamu bersikap baik, maka kamu dapat berdekatan dengannya meski padanya terdapat kebengkokan (ketidaksempurnaan).
(HR. Bukhari)
**
Sebelum tidur, kami terbiasa mengobrol. Entah soal kegiatan apa yang dilakukan, perkembangan Alfarez, atau hal-hal sepele seperti mau masak apa besok. Radya adalah perempuan yang suka bercerita. Setiap hari selalu ada kisah menarik keluar dari bibirnya. Dan saya enggak keberatan sama sekali mendengarnya.
"Mas, menurut kamu, bagaimana sama perempuan yang enggak punya gelar sarjana?" Tiba-tiba Radya bertanya demikian. Dia duduk di sebelah saya, Alfarez sudah saya tidurkan beberapa menit lalu ketika ibunya sedang berbenah rumah.
"Kenapa nanya gitu?"
Wajahnya tertekuk, seperti ada beban di dalam dirinya. "Udah lama cuti kuliah bikin aku malas melanjutkan. Aku rasa, aku enggak keberatan sepenuhnya jadi ibu rumah tangga. Bagiku, itu pekerjaan mulia, kan? Tapi, kenapa banyak laki-laki atau bahkan sesama perempuan yang menganggapnya remeh?"
Saya menggenggam tangannya yang terasa dingin dan menatap matanya penuh kelembutan. "Radya, sejujurnya saya enggak mempermasalahkan soal perempuan yang enggak memiliki gelar sarjana. Tapi, kamu harus ingat, Ayah sama Mama udah susah payah kuliahin kamu, banting tulang buat kamu supaya apa? Biar kamu lebih baik dari mereka. Kalau saat ini kamu merasa begitu, enggak apa-apa. Paling tidak, lanjutkan pendidikan kamu untuk Ayah dan Mama, buat mereka bangga, Sayang, karena itu juga tanggung jawab kamu sebagai anak."
"Kalau aku kuliah, Alfarez sama siapa?"
"Setelah dia usia satu tahun, kamu lanjut kuliah. Untuk sementara waktu, kamu tinggal sama Mama sampai selesai pendidikan kamu," jelas saya. Tapi, tampaknya Radya keberatan karena kini dia sudah menatap saya tajam.
Radya menarik tangannya yang berada di genggaman saya. "Enggak mau. Nanti yang urus kamu siapa? Aku enggak mau, ya, durhaka sama suami."
"Ingat, Sayang, nurut sama kata-kata suami juga bentuk ketaatan. Lagi juga enggak akan lama, kan? Enam bulan aja," kata saya sambil kembali menggenggamnya.
"Aku enggak mau LDM-an lagi."
Saya tersenyum. "LDM-nya enggak lama kayak kemarin-kemarin. Jaraknya juga enggak jauh. Setiap weekend saya nginap di sana."
Tahu-tahu dia memeluk. Menyembunyikan wajahnya di dada saya. "Enggak mau. Tetap aja itu LDM. Mas, kan, sibuk. Enggak nentu juga liburnya weekend. Kalender tentara hitam semua, ya, kamu pikir aku enggak tahu!"
Saya tertawa sambil mengusap punggungnya. "Ya udah, nanti kita bicarain lagi. Alfarez juga masih sepuluh bulan. Nikmati aja dulu masa-masa sekarang ini."
Dia mengangguk dalam pelukan saya. "Aku sayang banget sama Mas Abdar. Ya, walaupun kadang galak. Makasih, ya, Mas, udah selalu dengarin cerita-ceritaku, nasihatin aku, dan udah cinta sama aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dari Langit [TERBIT]
General Fiction.. 13 Oktober 2021 .. Bismillah. ----- Dalam lingkup militer, ada beberapa peraturan yang mesti diikuti bagi setiap istri prajurit. Dan, setinggi apa pun gelar yang dimiliki sang istri, tetap mereka menyesuaikan pangkat suami. Enggak cuma itu, menja...